Perjalanan yang belum selesai (200)
(Bagian ke dua ratus, Depok, Jawa Barat, Indonesia, 4
Februari 2015, 02.53 WIB)
Sistem DNA, satu pria, dua perempuan, apa boleh menurut
Islam ?
Parlemen Inggris seperti diberitakan BBC baru-baru ini
menyetujui diterapkannya metode DNA, satu pria dengan 2 perempuan dalam
memperbaiki sel calon bayi yang akan dilahirkan agar tetap sehat.
Terobosan teknologi ilmu pengetahuan ini tentu berbeda
dengan system bayi tabung yang mengundang kontroversi.
Bila metode bayi tabung Islam hanya membenarkan bila
seorang perempuan disuntik sperma yang berasal dari suaminya sendiri, namun
dalam system DNA ini tidak sampai mengacaukan system perkawinan atau asal usul
si Bayi, asalkan sperma yang masuk tetap berasal dari suami yang sah, bila
tidak bisa masuk kategori berzinah yang sangat ditentang dan dilarang Allah.
Sepanjang system DNA ini tidak melanggar hukum Allah (Al
Quran dan Hadist), maka untuk kepentingan kesehatan dan keberlangsungan hidup
manusia ya, boleh saja
Mitochondria adalah kompartemen-kompartemen kecil di
dalam setiap sel tubuh yang mengubah makanan menjadi energi yang bisa
digunakan.
Dan Mitochondria yang cacat -yang hanya diwariskan oleh
ibu ke anaknya- antara lain bisa menyebakan kerusakan otak, gagal jantung,
maupun buta.
Teknik yang akan diterapkan menggunakan metode IVF yang
dimodifikasi untuk mengkombinasikan DNA dari sepasang orang tua yang memiliki
mitochondria sehat dengan seorang perempuan donor.
Parlemen Ingris dukung Teknik bayi dari DNA 3 orang
Hasil pemungutan suara: 382 mendukung dan 128 menentang.
Parlemen Inggris mendukung penciptaan bayi dari DNA dua
perempuan dan seorang pria, yang merupakan salah satu keputusan bersejarah di
Inggris.
Hasil pemungutan suara di majelis rendah parlemen
Inggris, Selasa (03/02) malam waktu London, adalah 382 mendukung dan 128
menentang teknik yang menghentikan gen yang cacat diteruskan oleh seorang ibu
ke anaknya.
Inggris kini menjadi negara pertama dunia yang akan
menerapkan undang-undang untuk menciptakan bayi dari tiga orang.
Dalam perdebatan di parlemen, para pendukung mengatakan
teknik tersebut sebagai 'cahaya di ujung terowongan' bagi banyak keluarga
Inggris.
Kepala Pejabat Kesehatan Inggris, Profesor Sally Davies,
mengatakan dukungan di parlemen akan menempatkan Inggris berada di baris depan
pengembangan ilmu pengetahuan.
Namun hasil pemungutan di parlemen masih membutuhkan
pengesahan di majelis tinggi dan jika disetujui juga maka bayi pertama dengan
teknik DNA 3 orang itu kemungkinan lahir tahun depan.
Teknik yang dikembangkan di Newcastle, Inggris utara, ini
akan membantu perempuan seperti Sharon Bernardi yang kehilangan tujuh anaknya
karena gangguan mitochondrial.
DNA
DNA
Mitochondria adalah kompartemen-kompartemen kecil di
dalam setiap sel tubuh yang mengubah makanan menjadi energi yang bisa
digunakan.
Dan Mitochondria yang cacat -yang hanya diwariskan oleh
ibu ke anaknya- antara lain bisa menyebakan kerusakan otak, gagal jantung,
maupun buta.
Teknik yang akan diterapkan menggunakan metode IVF yang
dimodifikasi untuk mengkombinasikan DNA dari sepasang orang tua yang memiliki
mitochondria sehat dengan seorang perempuan donor.
Pekan lalu, sejumlah tokoh penting Gereja Anglikan dan
Gereja Katolik di Inggris mendesak politisi untuk menentang teknik ini karena
dianggap tidak aman dan tidak etis.
Subhanallah, semua ilmu datangnya dari Allah...
30 Desember 2012 pukul 10:48
Ditulis ulang untuk share bagi semua yang ada disisni
aja. Yang pasti semua ilmu datangnya dari Allah SWT, begitu juga Matematika :
1 x
8 + 1 = 9
12 x
8 + 2 = 98
123 x 8
+ 3 = 987
1234 x 8
+ 4 = 9876
12345 x 8 +
5 = 98765
123456 x 8 +
6 = 987654
1234567 x 8 + 7
= 9876543
12345678 x 8 + 8
= 98765432
123456789 x 8 + 9 = 987654321
1
x 9 + 2 = 11
12 x 9 + 3 = 111
123 x
9 + 4 = 1111
1234 x
9 + 5 = 11111
12345 x 9
+ 6 = 111111
123456 x 9
+ 7 = 1111111
1234567 x 9 +
8 = 11111111
12345678 x 9 +
9 = 111111111
123456789 x 9 + 10 = 1111111111
9 x 9
+ 7 = 88
98 x 9
+ 6 = 888
987 x 9 +
5 = 8888
9876 x 9 +
4 = 88888
98765 x 9 + 3
= 888888
987654x 9 + 2
= 8888888
9876543 x 9 + 1 =
88888888
98765432 x 9 + 0 = 888888888
Hebatkan?
Coba lihat simetri ini :
1 x 1 = 1
11 x 11 = 121
111 x 111 = 12321
1111 x 1111 = 1234321
11111 x 11111 = 123454321
111111 x 111111 = 12345654321
1111111 x 1111111 = 1234567654321
11111111 x 11111111 = 123456787654321
111111111 x 111111111 = 12345678987654321
kurang hebat,,,,
Sekarang lihat ini
Jika 101% dilihat dari sudut pandangan Matematika, apakah
ia sama dengan 100%, atau ia LEBIH dari 100%?
Kita selalu mendengar orang berkata dia bisa memberi
lebih dari 100%, atau kita selalu dalam situasi dimana seseorang ingin kita
memberi 100% sepenuhnya.
Bagaimana bila ingin mencapai 101%?
Apakah nilai 100% dalam hidup?
Mungkin sedikit formula matematika dibawah ini dapat
membantu memberi
jawabannya.
Jika A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
disamakan sebagai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
24 25 26
Maka, kata KERJA KERAS bernilai :
11 + 5 + 18 + 10 + 1 + 11 + 5 + 18 + 19 + 1 = 99%
H-A-R-D-W-O-R-K
8 + 1 + 18 + 4 + 23 + !5 + 18 + 11 = 99%
K-N-O-W-L-E-D-G -E
11 + 14 + 15 + 23 + 12 + 5 + 4 + 7 + 5 = 96%
SKILL
19 + 11 + 9+ 12 + 12 = 63%
ACTION
1 + 3+ 20+ 9+ 15+ 14 = 62%
A-T-T-I-T-U-D-E
1 + 20 + 20 + 9 + 20 + 21 + 4 + 5 = 100%
Sikap diri atau ATTITUDE adalah perkara utama untuk
mencapai 100% dalam hidup kita. Jika kita kerja keras sekalipun tapi tidak ada
ATTITUDE yang positif didalam diri, kita masih belum mencapai 100%.
Tapi, LOVE OF GOD
12 + 15 + 22 + 5 + 15 + 6 + 7 + 15 + 4 = 101%
atau, SAYANG ALLAH
19 + 1 + 25 + 1 + 14 + 7 + 1 + 12 + 12 + 1 + 8 = 101%
Memang betul-betul iseng tapi fantastis dan mungkin
memang keajaiban yang berasal dari Allah. Wallahualam bissawab.
Hakikat Ilmu Dalam Al Quran
BAB I
PENDAHULUAN.
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah
mukjizat islam yang abadi dimana semakin maju pengetahuan, semakin tampak
validitas kemukjizatannya. Allah Swt menurunkannya kepada Nabi Muhammad Saw
demi membebaskan manusia dari kegelapan hidup menuju cahaya Illahi, dan
membimbing mereka ke jalan yang lururs. Rasulullah menyampakannya kepada para
sahabatnya sebagai penduduk asli arab yang sudah tentu dapat memahami tabiat
mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat
yang mereka terima, mereka langsung menanyakan kepada Rasullah. Diantara
kemurahan Allah terhadap manusia ialah Dia tidak saja menganugerahkan fitrah
yang suci yang dapat membimbingkan kepada kebaikan bahkan juga dari masa ke maa
mengutus seorang Rosul yang membawa kitab sebagai pedoman hidup dari Allah,
mengajak manusia agar beribadah kepadaNya semata. Menyampaikan kabar gembira
dan memberika peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia untuk mebantah
Allah setelah datangnya para Rasul.
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan
luasnya bab yang akan dibahas, maka penulis mengindentifikasi masalah berupa
pertanyaan-pertanyaan yang memudahkan penulis dalam membatasi dan merumuskan
masalah yaitu:
1. Apa yang
dimaksud dengan ilmu dalam al Qur’an?
2. Bagaimana
pandangan al Qur’an terhadap ilmu?
3. Bagaimana
hakikat ilmu dalam al Qur’an?
4. Bagiamana
kaitannya tafsir al Quran surah al Mujadalah : 11, Thaha: 114, an Naml : 15, al
Qashah : 14 ?
C. Tujuan Penyusunan Makalah
Adapun tujuan dari
pembahasan makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui pengertian tentang ilmu.
2. Untuk
mengetahui pandangan al Qur’an terhadap ilmu.
3. Untuk
mengetahui hakikat ilmu dalam al Qur’an.
4. Untuk
mengetahui kaitannya tentang hakikat ilmu dari tafsir beberapa surah dalam al
Quran (surah al Mujadalah : 11, Thaha: 114, an Naml : 15, al Qashah : 14).
D. Metode
Penyusunan
Makalah Dalam penyusunan makalah ini perlu adanya metode
yang benar-benar sesuai dan dapat menunjang kelancaran pembahasan.Oleh karena
itu metode yang digunakan adalah literature study (kepustakaan) dengan
mengumpulkan sumber-sumber yang digunakan penulis yang tercantum di daftar
pustaka. E. Sistematika Penyusunan Makalah Di dalam makalah ini penulis
membaginya kepada bagian yaitu:
1. BAB I Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan tentang
latar belakang masalah,rumusan masalah,tujuan pembahasan, metode pembahasan
serta sistematika pembahasan.
2. BAB II Landasan Teoritis Dalam bab ini tercantum
beberapa penjelasan mengenai metode penelitian yang menjadi landasan pembahasan
pada makalah ini
3. BAB III Pembahasan Bab ini meliputi pembahasan
macam-macam metode penelitian beserta penjelasannya
4. BAB III
Kesimpulan dan Saran Dalam bab ini diuraikan kesimpulan dan saran
BAB II
LANDASAN TEORITIS
Al Qur'an adalah
firman Allah yang di dalamnya terkandung banyak sekali sisi keajaiban yang
membuktikan fakta ini. Salah satunya adalah fakta bahwa sejumlah kebenaran
ilmiah yang hanya mampu kita ungkap dengan teknologi abad ke-20 ternyata telah
dinyatakan Al Qur'an sekitar 1400 tahun lalu. Tetapi, Al Qur'an tentu saja
bukanlah kitab ilmu pengetahuan. Namun, dalam sejumlah ayatnya terdapat banyak
fakta ilmiah yang dinyatakan secara sangat akurat dan benar yang baru dapat
ditemukan dengan teknologi abad ke-20. Fakta-fakta ini belum dapat diketahui di
masa Al Qur'an diwahyukan, dan ini semakin membuktikan bahwa Al Qur'an adalah
firman Allah. Pandangan Al Qur’an tentang ilmu dan teknologi dapat diketahui
prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad
Saw. "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang
mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya."
(QS Al-’Alaq [96]: 1-5). Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun.
Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami,
meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak.
Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena Al-Quran
menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam
arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah,
ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun
diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra’
mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya. Pengulangan perintah membaca
dalam wahyu pertama ini bukan sekadar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak
akan diperoleh kecuali mengulang-ulang bacaan atau membaca hendaknya dilakukan
sampai mencapai batas maksimal kemampuan. Tetapi hal itu untuk mengisyaratkan
bahwa mengulang-ulang bacaan bismi Rabbik (demi Allah akan menghasilkan
pengetahuan dan wawasan baru, walaupun yang dibaca masih itu-itu juga. Demikian
pesan yang dikandung Iqra’ wa rabbukal akram (Bacalah dan Tuhanmu Yang Maha
Pemurah). Selanjutnya, dari wahyu pertama Al Quran diperoleh isyarat bahwa ada
dua cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena yang
telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia (tanpa pena) yang
belum diketahuinya. Cara pertama adalah mengajar dengan alat atau atas dasar
usaha manusia. Cara kedua dengan mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia.
Walaupun berbeda, keduanya berasal dari satu sumber, yaitu Allah SWT. Setiap
pengetahuan memiliki subjek dan objek. Secara umum subjek dituntut peranannya
untuk memahami objek. Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa objek terkadang
memperkenalkan diri kepada subjek tanpa usaha sang subjek. Misalnya komet
Halley yang memasuki cakrawala hanya sejenak setiap 76 tahun. Pada kasus ini,
walaupun para astronom menyiapkan diri dengan peralatan mutakhirnya untuk
mengamati dan mengenalnya, sesungguhnya yang lebih berperan adalah kehadiran
komet itu dalam memperkenalkan diri. Wahyu, ilham, intuisi, firasat yang
diperoleh manusia yang siap dan suci jiwanya, atau apa yang diduga sebagai
“kebetulan” yang dialami oleh ilmuwan yang tekun, semuanya tidak lain kecuali
bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan dengan kasus komet di
atas. Itulah pengajaran tanpa qalam yang ditegaskan oleh wahyu pertama Al-Quran
tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Ilmu Dalam Al
Qur’an Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Quran.
Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek
pengetahuan. ‘Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang
terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Perhatikan misalnya kata
‘alam (bendera), ‘ulmat (bibir sumbing), ‘a’lam (gunung-gunung), ‘alamat
(alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.
Sekalipun demikian, kata ini berbeda dengan ‘arafa (mengetahui)’ a’rif (yang
mengetahui), dan ma’rifah (pengetahuan). Allah SWT. tidak dinamakan a’rif’
tetapi ‘alim, yang berkata kerja ya’lam (Dia mengetahui), dan biasanya Al-Quran
menggunakan kata itu –untuk Allah– dalam hal-hal yang diketahuinya, walaupun
gaib, tersembunyi, atau dirahasiakan. Perhatikan objek-objek pengetahuan
berikut yang dinisbahkan kepada Allah: ya’lamu ma yusirrun (Allah mengetahui
apa yang mereka rahasiakan), ya’lamu ma fi al-arham (Allah mengetahui sesuatu
yang berada di dalam rahim), ma tahmil kullu untsa (apa yang dikandung oleh
setiap betina/perempuan), ma fi anfusikum (yang di dalam dirimu), ma fissamawat
wa ma fil ardh (yang ada di langit dan di bumi), khainat al-’ayun wa ma tukhfiy
ash-shudur (kedipan mata dan yang disembunyikan dalam dada). Demikian juga ‘ilm
yang disandarkan kepada manusia, semuanya mengandung makna kejelasan.
B. Pandangan Al
Qur’an Terhadap Ilmu Dalam pandangan Al-Quran, ilmu adalah keistimewaan yang
menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi
kekhalifahan. Ini tercermin dari kisah kejadian manusia pertama yang dijelaskan
Al-Quran pada surat Al-Baqarah: 31 dan 32. Dan dia (Allah) mengajarkan kepada
Adam, nama-nama (benda-benda) semuanya. Kemudian Dia mengemukakannya kepada
para malaikat seraya berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda-benda
itu jika kamu memang orang-orang yang benar (menurut dugaanmu).” Mereka (para
malaikat) menjawab, “Mahasuci Engkau tiada pengetahuan kecuali yang telah
engkau ajarkan. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
Manusia, menurut Al-Quran, memiliki potensi untuk meraih ilmu dan
mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu, bertebaran ayat yang
memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut.
Berkali-kali pula Al-Quran menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang
berpengetahuan. Menurut pandangan Al-Quran –seperti diisyaratkan oleh wahyu
pertama– ilmu terdiri dari dua macam. Pertama, ilmu yang diperoleh tanpa upaya
manusia, dinamai ‘ilm ladunni, seperti diinformasikan antara lain oleh Al-Quran
surat Al-Kahfi (18): 65. Lalu mereka (Musa dan muridnya) bertemu dengan seorang
hamba dan hamba-hamba Kami, yang telah Kami anugerahkan kepadanya rahmat dari
sisi Kami dan telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dan sisi Kami. Kedua, ilmu yang
diperoleh karena usaha manusia, dinamai ‘ilm kasbi. Ayat-ayat ‘ilm kasbi jauh
lebih banyak daripada yang berbicara tentang ‘ilm laduni. Pembagian ini
disebabkan karena dalam pandangan Al-Quran terdapat hal-hal yang “ada” tetapi
tidak dapat diketahui melalui upaya manusia sendiri. Ada wujud yang tidak
tampak, sebagaimana ditegaskan berkali-kali oleh Al-Quran, antara lain dalam
firman-Nya: Aku bersumpah dengan yang kamu lihat dan yang kamu tidak lihat (QS
Al-Haqqah [69]: 38-39). Dengan demikian, objek ilmu meliputi materi dan
non-materi. fenomena dan non-fenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat,
diketahui oleh manusia pun tidak. Dia menciptakan apa yang tidak kamu ketahui
(QS Al-Nahl [16] Dari sini jelas pula bahwa pengetahuan manusia amatlah
terbatas, karena itu wajar sekali Allah menegaskan. Kamu tidak diberi
pengetahuan kecuali sedikit (QS Al-lsra’[17]: 85).
C. Hakikat Ilmu
Dalam al Qur’an Dalam proposal komprehensif ilmu pengetahuan, di samping
Al-Quran menekankan penelaahan terhadap fenomena-fenomena alam dan insani
dengan menggunakan indera dan empiris, juga mengutuhkan penelaahan ini dengan
perenungan dan penalaran rasional yang, pada akhirnya, semua itu jatuh dalam
rangkulan agama. Dengan memperhatikan kedalaman dimensi ketuhanan dari fenomena
alam dalam kaitannya dengan kekuatan pencipta, Al-Quran menempatkan ilmu yang
diperoleh dari indera, empiris, akal, iman dan takwa sebagai fasilitas manusia
dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan diri. Definisi yang dipilih oleh
Murtadha Muthahari untuk esensi ilmu dalam pandangan Al-Quran adalah mengenal
ayat yang, atas dasar itu, seluruh alam merupakan ayat dan tanda kebesaran
Allah Swt. Allamah Ja’fari mengenalkannya dengan nama “pengetahuan pengingat”.
Dengan demikian, ilmu pengetahuan dalam Al-Quran telah membuka jalan menyingkap
ayat dan kesan-kesan Ilahi dengan mengajak manusia untuk menelaah sejarah,
alam, dan dirinya sendiri. Dengan begitu, maka di samping meningkatnya level
ilmu dalam mengenal berbagai hubungan dan relasi antarfenomena di alam ini,
Al-Quran akan menguak lapisan-lapisan terdalam pengetahuannya melalui
pengenalan akan hubungan berbagai fenomena dan tanda-tanda dengan makna
fundamental keberadaan dan mengarahkan manusia ke jalan kebahagiaan dan
keselamatan. Allamah Thabathabai mendefinisikan esensi ilmu dalam sastra bahasa
Al-Quran demikian, “Pada prinsipnya, ilmu dalam bahasa Al-Quran adalah
keyakinan pada Allah Swt. dan ayat-ayat-Nya”. Pada tempat lain, ia beliau
menulis, “Al-Quran menyerukan ilmu-ilmu ini dengan syarat menjadi penuntun
kepada kebenaran dan hakikat, mengandung pandangan dunia hakiki yang
menempatkan ketuhanan berada di atasnya. Jika tidak demikian, maka ilmu yang
digagas untuk menggairahkan manusia dan mencegahnya dari kebenaran dan hakikat,
dalam kamus Al-Quran, adalah sinonim dengan kebodohan. Demikian pula Al-Ghazali
dalam Ihya’ Ulum Al-Din dan Al-Kasyani dalam Mahajjat Al-Baydha’ mengenalkan
ilmu dengan definisi demikian, “Ilmu juga digunakan pada Allah Swt.,
ayat-ayat-Nya, dan perbuatan-Nya terhadap hamba-Nya dan makhluk-Nya.” Para
peneliti berusaha keras mendeskripsikan teori ilmu dalam Al-Quran, akan tetapi
perlu dicatat bahwa dalam Al-Quran, kata ilmu tidak dipergunakan dalam bentuk
jamak, karena ilmu tidak lebih dari satu, yaitu pengenalan akan Allah Swt.,
efek-Nya dan tanda-tanda-Nya yang tak terhingga dan tampak bertebaran di alam
eksternal dan alam internal manusia, dan alat pengantarnya adalah mengenal ayat
yang mengelola segenap fasilitas pengetahuan manusia dalam rangka memenuhi dan
mencapai tujuan penciptaan dan mengawal maju manusia secara teoretis dan
praktis. “Al-Quran mengenalkan ilmu dan yakin sebagai tujuan penciptaan,
sedangkan ibadah sendiri diungkapkan sebagai tujuan menengah, karena dalam
surah Al-Dzariat, Allah Swt. berfirman, “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah”, dan dalam surah Al-Hijr berfirman, “Dan sembahlah
Tuhanmu sampai yakin datang kepadamu.” Karena itu, walaupun ibadah merupakan
tujuan, akan tetapi tujuan terutama adalah yakin, yakni pengetahuan yang
terjaga dari kesalahan dan perubahan. D. Tafsir Yang Berhubungan Dengan Hakikat
Ilmu Dalam al Qur’an 1. Tafsir ayat ke 11 surah al Mujadalah. Artinya : “Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Penjelasan Artinya: “Wahai orang-orang yang
beriman kepada Allah dan membenarkan Rasul-Nya, apabila dikatakan kepadamu,
berikanlah kelapangan di dalam majlis Rasulullah saw atau di dalam majlis
peperangan, berikanlah olehmu kelapangan niscaya Allah akan melapangkan rahmat
dan rezekiNya bagimu di tempat-tempatmu di dalam surga”. Para sahabat berlomba
berdekatan dengan tempat duduk Rasulullah SAW Telah dikeluarkan oleh Ibnu Abu
Hatim dari muqatil, dia berkata: Adalah Rasulullah saw pada hari jumat ada
shuffah, sedang tempat itu pun sempit. Beliau menghormati orang-orang yang ikut
perang Badar, baik mereka itu Muhajirin maupun Anshar. Maka datanglah beberapa
orang diantara mereka itu, diantaranya Tsabit Ibnu Qais. Mereka telah didahului
orang dalam hal tempat duduk. Lalu mereka pun berdiri dihadapan Rasulullah saw
kemudian mereka mengucapkan “ Assalamu alaikum wahai Nabi wa rahmatullahi wa
barakatuh ” Beliau menjawab salam mereka. Kemudian mereka menyalami orang-orang
dan orang-orang pun menjawab salam mereka. Mereka berdiri menunggu untuk diberi
kelapangan bagi mereka, tetapi mereka tidak diberi kelapangan. Hal itu terasa
berat oleh Rasulullah saw. Lalu Beliau mengatakan kepada orang-orang yang ada
di sekitar beliau, “ berdirilah engkau wahai Fulan, berdirilah engkau wahai
Fulan. Beliau menyuruh beberapa orang untuk berdiri sesuai dengan jumlah mereka
yang datang. Hal itu pun tampak berat oleh mereka, dan ketidakenakan Beliau
tampak oleh mereka. Orang-orang munafik mengecam yang demikian itu dan
mengatakan, “ Demi Allah, dia tidaklah adil kepada mereka. Orang-orang itu
telah mengambil tempat duduk mereka dan ingin berdekatan dengannya. Tetapi dia
menyuruh mereka berdiri dan menyuruh duduk orang-orang yang datang terlambat.”
Maka turunlah ayat itu. Berkata Al-Hasan, adalah para sahabat berdesak-desak
dalam majlis peperangan apabila mereka berbaris untuk berbaris untuk berperang,
sehingga sebagian mereka tidak memberikan kelapangan kepada sebagian yang lain
karena keinginannya untuk mati syahid. Dan dari ayat ini kita mengetahui: 1.
Para sahabat berlomba-lomba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rasulullah saw
untuk mendengarkan pembicaraan beliau, karena pembicaraan beliau mengandung
banyak kebaikan dan keutamaan yang besar. Oleh karena itu maka beliau
mengatakan, “ hendaklah duduk berdekatan denganku orang-orang yang dewasa dan
berakal diantara kamu.” 2. Perintah untuk memberi kelonggaran dalam majlis dan
tidak merapatkannya apabila hal itu mungkin, sebab yang demikian ini akan
menimbulkan rasa cinta di dalam hati dan kebersamaan dalam mendengar
hukum-hukum agama. 3. Orang yang melapangkan kepada hamba-hamba allah
pintu-pintu kebaikan dan kesenangan, akan dilapangkan baginya kebaikan-kebaikan
di dunia dan di akhirat. Ringkasnya, ayat ini mencakup pemberian kelapangan
dalam menyampaikan segala macam kepada kaum muslimin dan dalam menyenangkannya.
Apabila kamu diminta untuk berdiri dari majlis Rasulullah saw maka berdirilah
kamu, sebab Rasulullah saw itu terkadang ingin sendirian guna merencanakan
urusan-urusan agama atau menunaikan beberapa tugas khusus yang tidak dapat
ditunaikan atau disempurnakan penunaiannya kecuali dalam keadaan sendiri.
Apabila kamu diminta untuk berdiri dari majlis Rasulullah saw maka berdirilah kamu,
mereka telah menjadikan hukum ini umum sehingga mereka mengatakan apabila
pemilik majlis mengatakan kepada siapa yang ada di majlisnya, “ berdirilah kamu
” maka sebaiknya kata-kata itu diikuti. Allah meninggikan orang-orang mukmin
dengan mengikuti perintah-perintahNya dan perintah Rasul, khususnya orang yang
berilmu diantara mereka derajat-derajat yang banyak dalam hal pahala dan
tingkat-tingkat keridhaan. Ringkasnya, sesungguhnya wahai orang mukmin apabila
salah seorang diantara kamu memberikan kelapangan bagi saudaranya ketika
saudaranya itu datang atau jika ia disuruh keluar lalu ia keluar, maka
hendaklah ia tidak menyangka sama sekali bahwa hal itu mengurangi haknya. Bahwa
yang demikian merupakan peningkatan dan penambahan bagi kedekatannya di sisi Tuhannya.
Allah Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan yang demikian itu tetapi Dia akan
membalasnya di dunia dan di akhirat. Sebab barang siapa yang tawadu’ kepada
perintah Allah maka Allah akan mengangkat derajat dan menyiarkan namanya. Allah
mengetahui segala perbuatanmu. Tidak ada yang samar bagi-Nya, siapa yang taat
dan siapa yang durhaka diantara kamu. Dia akan membalas kamu semua dengan amal
perbuatanmu. Orang yang berbuat baik dibalas dengan kebaikan dan orang yang
berbuat buruk akan dibalas-Nya dengan apa yang pantas baginya atau diampuninya
2. Tafsir ayat ke 114 surat Thaha. Artinya : “Maka Maha Tinggi Allah raja yang
sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum
disempurnakan mewahyukannya kepadamu[946], dan Katakanlah: "Ya Tuhanku,
tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Q.S Thaha:114) Maksudnya: Nabi
Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi
kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad
s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu. Maha suci
Allah – yang kuasa untuk memerintah dan melarang. Yang berhak untuk diharapkan
janji-Nya dan ditakuti ancaman-Nya, yaitu yang tetap dan tidak berubah – dari
penurunan Alquran kepada mereka tidak mengenai tujuan yang untuk itu ia
diturunkan, yaitu mereka meninggalkan perbuatan maksiat dan melakukan segala
ketaatan. Tidak diragukan lagi, ayat ini mengandung perintah untuk mengkaji
Alquran dan penjelasan bahwa segala anjuran dan laranganNya adalah siasat
Ilahiyah yang mengandung kemaslahatan dunia dan akhirat, hanya orang yang
dibiarkan oleh Allah lah yang akan menyimpang daripadaNya; dan bahwa janji
serta ancaman yang dikandungnya benar seluruhnya, tidak dicampuri dengan
kebatilan; bahwa orang yang haq adalah orang yang mengikutinya dan orang yang
batil adalah orang yang berpaling dari memikirkan larangan-laranganNya.
Janganlah kamu tergesa-gesa membacanya di dalam hatimu sebelum jibril selesai
menyampaikannya kepadamu. Diriwayatkan apabila jibril menyampaikan Alquran Nabi
saw mengikutinya dengan mengucapkan setiap huruf dan kalimat, karena beliau
khawatir tidak dapat menghafalnya. Maka beliau dilarang berbuat demikian karena
barangkali mengucapkan kalimat akan membuatnya lengah untuk mendengarkan kalimat
berikutnya. Mengenai hal ini Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya: Artinya:
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak
cepat-cepat (menguasai)nya [1532]. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami
telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya
atas tanggungan kamilah penjelasannya. [1532] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w.
dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum
Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad s.a.w. menghafal
dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu. ringkasan: dengarkanlah
baik-baik dan diamlah ketikka wahyu turun dengan membawa alquran kepadamu;
hingga apabila malaikat selesai membacakannya, maka bacalah sesudahnya.
Mohonlah tambahan ilmu kepada Allah tanpa kamu tergesa-gesa membaca wahyu
karena apa yang diwahyukan kepadamu itu akan kekal. 3. Tafsir ayat ke 15 surah
an Naml Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan
Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang
melebihkan Kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman". (Q.S
An-Naml:15) Penjelasan Sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Daud dan putranya,
Sulaiman as sebagian besar ilmu. Kami ajarkan kepada Daud pembuatan baju besi
dan pakaian perang, sementara kepada Sulaiman Kami ajarkan bahasa burung dan
binatang melata, tasbih gunung, dan lain-lain yang belum pernah Kami berikan
kepada seorang pun sebelum mereka. Kemudian mereka bersyukur kepada Allah atas
karunia yang dilimpahkan kepada mereka, dan berkata, “Segala puji bagi Allah
yang telah melebihkan kami – dengan kenabian, Al-Kitab, serta penundukkan setan
dan jin yang diberikan kepada kami – atas kebanyakan orang-orang mukmin
diantara para hamba-Nya yang belum diberi seperti apa yang diberikan kepada
kami.” Ayat ini menunjuk kepada keutamaan ilmu dan kemuliaan pemiliknya. Hal
ini tampak, bahwa Daud dan Sulaiman mensyukurinya dan menjadikannya asas keutamaan
tanpa memandang sedikit pun kepada yang lainnya, berupa kerajaan besar yang
diberikan kepada mereka. 4. Tafsir ayat ke 14 surah al Qashah Artinya: ‘dan
setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan ke- padanya Hikmah
(kenabian) dan pengetahuan. dan Demikianlah Kami memberi Balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik. (Q.S Al-Qashash:14) Penjelasan Setelah tubuhnya
kuat dan akalnya sempurna, maka Kami memberinya pemahaman agama dan pengetahuan
tentang syariat. Hal ini ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya yang lain:
Artinya :”dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan
Hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha lembut lagi Maha
mengetahui. Sebagaimana Kami telah memberi balasan kepada Musa atas ketaatannya
kepada Kami dan memberinya kebaikan atas kesabarannya terhadap perintah Kami,
maka demikian pula Kami membalas setiap hamba yang berbuat kebajikan, mentaati
perintah dan menjauhi larangan Kami. Setelah memberitahukan persiapan Musa
untuk menjadi seorang Nabi, selanjutnya Allah mengemukakan alasan dia hijrah ke
Madyan dan mendapat berbagai tantangan yang besar.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam merupakan agama yang mengagunkan ilmu pengetahuan. Pandangan Islam
terhadap Ilmu Pengetahuan sangat signifikan. Hal ini tampak pada syarat
keislaman seseorang bahwasanya ia harus menggunakan otaknya untuk berfikir dan
menerima wahyu/ ajaran Islam. Ya, Islam sangat memuliakan ilmu pengetahuan
bahkan wahyu yang pertamakali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah
keharusan membaca yaitu melihat, meneliti huruf dan alam. Dalam surah al-‘Alaq
ayat 1-5 disebutkan: Artinya: “bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan (1), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah (3) yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam [Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca] (4) Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya(5)” Perintah untuk menuntut
ilmu pengetahuan tersebut sangat jelas bahwa Islam sangat menghargai ilmu
pengetahuan. Islam sangat melarang taqlidu-l a’ma namun mewajibkan ummatnya
untuk al-ittiba’. Taqlidu-l a’ma dan al-ittiba’ memiliki arti yang berbeda.
Taqlidu-l a’ma berarti hanya mengikuti orang-orang sebelumnya, mengikuti apa
yang dikerjakan orang yang lebih tua tanpa tahu ilmunya dan mengerti dasarnya,
sebaliknya al-ittiba’ adalah mengikuti orang-orang terdahulu namun dengan
disertai ilmu pengetahuan tentangnya, bukan hanya mengekor tapi tahu apa,
mengapa, bagaimana dan untuk apa syariat/ ajaran yang diterimanya. Meskipun
begitu, ada batasan-batasan dalam menggunakan akal dalam hal-hal syariat.
Pedoman hidup seorang Muslim beragama Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits,
barulah kemudian menggunakan akal dalam menentukan masalah-masalah syariah dan
muamalah. B. Saran Sebagai saran dari hasil pembahasan di atas adalah bahwa
untuk terwujudnya tujuan-tujuan yang begitu bagus dalam rangka atas perintah
untuk menuntut ilmu. Maka setiap mahasiswa maupun sifitas akademika di
perguruan tinggi harus memiliki konsep yang logis dan rasional untuk
batasan-batasan dalam menggunakan akal dalam hal-hal syariat. Pedoman hidup
seorang Muslim beragama Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits, barulah kemudian
menggunakan akal dalam menentukan masalah-masalah syariah dan muamalah. Marilah
kita gunakan akal yang merupakan pemberian tertinggi dari Allah kepada Manusia
saja. Menggunakan akal dengan berfikir, merenungi ciptaan Allah sehingga kita
termasuk orang-orang ulul-Albab sebagaimana firman Allah dalam surah Ali-Imran
ayat 190-191. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.”
(QS. Ali Imran 190-191) .
DAFTAR PUSTAKA
Al Qaththan,
Manna. (2004). Pengantar Studi Ilmu al Qur’an. Jakarta: Pustala al Kautsar
Rosidin, Dedeng. (2003). Akar-akar Pendidikan Dalam al Qur’an dan Hadits.
Bandung: Pustaka Umat Meyheriadi. (2011). Pandangan al Qur’an Tentang Ilmu dan
Teknologi. [online]. Tersedia:
http://meyheriadi.blogspot.com/2011/02/pandangan-al-quran-tentang-ilmu-dan.html
[27 Februari 2012] Nasiri, Mustafa. (2012). Esensi Ilmu Dalam Pandangan al
Qur’an. [online]. Tersedia: http://www.taqrib.info [27 Februari 2012]
Meyheriadi. (2011). Pandangan al Qur’an Tentang Ilmu dan Teknologi. [online].
Tersedia:
http://meyheriadi.blogspot.com/2011/02/pandangan-al-quran-tentang-ilmu-dan.html
[27 Februari 2012]
Setiap Penyakit Ada Obatnya
Nabi saw. bersabda,
"Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau
obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu pasti akan sembuh dengan izin
Allah." (HR.Muslim & Ahmad)
Rasulullah saw. juga bersabda,
"Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan
Dia menurunkan obatnya." (Muttafaq 'alaih)
Dua hadist di atas mengandung pengabsahan terhadap adanya
sebab musabab dan sanggahan terhadap orang yang menolak kenyataan tersebut.
Ungkapan, "Setiap penyakit pasti ada obatnya," artinya bisa bersifat
umum sehingga termasuk di dalamnya penyakit-penyakit yang mematikan dan
berbagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh para dokter karena belum
ditemukan obatnya. Padahal Allah telah menurunkan obat setiap penyakit, akan
tetapi manusia belum dapat menemukannya, atau Allah belum memberikan petunjuk
kepada manusia untuk menemukan obat penyakit itu.
Dan hadist ini juga menjadi penguatan jiwa bagi
orang-orang yang sedang sakit untuk tidak berputus asa untuk memperoleh
kesembuhannya, karena Allah telah memberikan obat untuk penyakitnya itu.
Semua penyakit dapat disembuhkan, kecuali penyakit tua.
Karena masa tua itu adalah masa yang pasti di alami seluruh manusia tanpa
terkecuali.
No comments:
Post a Comment