Perjalanan yang belum
selesai (238)
(Bagian ke dua ratus
tiga puluh delapan, Depok, Jawa Barat, Indonesia, 12 Maret 2015, 14.45 WIB)
Azab (musibah)
disegerakan karena kecintaan Allah pada manusia.
Salah satu inti dari
ajaran Islam setelah bertauhid menyatakan keesaan Allah dengan mengucapkan dua
kalmat sahadat, adalah rukun iman yang kedua yaitu bersujud (sholat) lima
waktu.
Seperti diceritakan di
dalam firman Allah dan Hikmah (sunnah) sholat lima waktu, dilakukan berharap berkat
rahmat Allah dan kasih Allah pada umat manusia, Nabi Muhammad dalam peristiwa
Isra Mirad diperintahkan Allah langsung di langit ke tujuh kepada Muhammad agar
ummat manusia melaksanakan Sholat lima
waktu, tapi pahalanya sama dengan sholat 50 waktu.
Selain sholat kita
juga diperintahkan untuk melakukan perjalanan ke Mekah/Madinah untuk naik haji,
yang pahalanya akan menghapus seluruh dosa-dosa kita.
Sholat dan doa seiring
dan sejalan, karena setiap bacaan Sholat adalah doa, agar kita memperoleh
rahmat dan hidayah dari Allah, dan mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
Setiap anak Adam, kata
Allah pasti pernah berbuat dosa, baik disadari atau tidak, kecuali Nabi dan
Rasul. Karena hanya Nabi dan Rasul yang maksum, karena dijaga langsung oleh
Allah. Sehingga karena manusia pernah berbuat dosa, maka diwajibkan bertaubat
dan minta ampun pada Allah melalui Sholat dan doa, istighfar dan zikir.
Salah satu ujian dari
Allah kepada umat manusia adalah agar manusia bersabar dalam menghadapi ujian
berupa musibah, baik sakit atau ujian berupa kekurangan harta (miskin).
Sabar itu tidak ada
batasnya, begitu juga pahalanya juga tanpa batas, kalau kita berdoa pada Allah
pasti akan dikabulkan Allah, kalau tidak diberikan di dunia, mungkin dalam
bentuk tabungan berupa sorga yang kekal abadi. Sedangkan kesenamgan di dunia
hanya sementara, dan banyak tipu muslihat dari Iblis.
Jadi,
sebelum terlambat, Sholat, Berdoa dan Taubatlah selagi kita masih diberi rezki
Allah berupa nafas, karena kita tidak pernah tahu sampai kapan kita bisa hidup
di dunia ini. 17 tahun, 29 tahun, 40 tahun, 56 tahun, 100 tahun hanya Allah lah
yang tahu, dan Allah sudah tulis takdir umur kita dalam kitab: "Lauh
Mahfuzh" .
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima
puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no.
2653).
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
Pentingnya kita
bertaubat agar dihapus segala dosa juga dibadikan dalam Al Quran antara lain :
Surah Al-Baqarah :
(ayat 58) Dan ingatlah ketika kami berfirman: “Masuklah kamu ke negeri ini
(Baitul Maqdis/Mekah/Kabah) Makanlah dari hasil buminya yang banyak lagi enak
dimana yang kamu sukai masuklah pintu gerbangnya sambil bersujud dan
katakanlah: “Bebaskanlah kami dari dosa” Niscaya Allah akan ampuni
kesalahan-kesalahanmu” Dan kelak Allah akan menambah (pemberian Allah) kepada
orang yang berbuat baik.
Salah satu contoh di
dalam Al Quran mengenai kesabaran adalah kisah Nabi Yakub yang karena
kecemburuan para anak lelakinya yang lain sehingga memisahkannya dengan anak tercintanya
Nabi Yusuf dengan dibuangnya Nabi Yusuf ke sumur/telaga, padahal Nabi Yusuf
masih kecil.
Bertahun-tahun Nabi
Yakub menangis sedih atas kehilangan anaknya itu, sehingga matanya sampai buta.
Sedangkan Nabi Yusuf
ditemukan oleh istri bangsawan (Raja) Mesir, dan ketika besar Nabi Yusuf yang
ganteng ini rupanya membuat istri bangsawan ini tergoda sehingga mencoba merayu
Yusuf agar berbuat zina.
Berkat perlindungan
Allah Nabi Yusuf selamat dari Godaan istri yang juga cantik itu. Tapi dia
difitnah dituduh akan memperkosa istri Bangsawan ini hingga harus dipenjara
puluhan tahun.
Jadi Nabi Yusuf dari
sejak kecil sudah ditempa berbagai ujian, sehingga membuatnya menjadi pria
tahan banting, dan cerdas akibat kesabarannya yang luar biasa, seperti halnya
ayahnya Nabi Yakub.
Jadi kisah para Nabi
dan Rasul di Al Quran menjadi contoh bagi umat manusia, betapa pentingnya
sabar. Lihat betapa Nabi Nuh, tidak kenal lelah dan bersabar berdakwah dan memberi
nasehat pada kaumnya yang kafir, termasuk anak dan istrinya selama 950 tahun,
tapi sampai banjir melanda negerinya Istri dan sebagian anak nya tetap kafir
dan malah kata Allah masuk neraka. Nauzubillahiminzalik.
Oleh sebab itu kita
mengharapkan hidayah dan rahmat dari Allah agar mati dalam keadaan beriman
(Islam) agar mendapat jaminan dari Allah masuk Sorga. Dan dijauhi dari neraka
yang bahan bakarnya orang kafir, iblis, dan orang syirik (menyekutukan Allah).
Apalagi, kata Ustad
Abu Yahya Badussalam sabar itu juga pahalanya tanpa batas. Orang yang akan
meninggal dalam keadaan khusnul khotimah (diampuni dosanya) adalah Allah akan
menyegerakan azab berupa musibah (seperti sakit) pada dirinya. Jadi azab
disegerakan di dunia selagi dia hidup, tidak pada waktu di akherat.
Karena azab yang
disegerakan di dunia membuktikan betapa Allah maha pengasih, yang tidak ingin
mengazab hambanya di akherat yang jauh lebih lama dan sangat pedih. Sedangkan
azab di dunia selain sementara, juga jauh lebih ringan, karena Allah tidak
ingin membebani hambanya di luar batas kemampuannya.
Sabar Menurut Al-Qur'an dan Hadist
"Dalam diri kita terkadang begitu sulit untuk
bersabar untuk suatu hal, entah itu terkena musibah atau sedang di uji
oleh-Nya, banyak sekali Ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadist Rasulullah S.A.W yang
menjelaskan tentang sabar, berikut ada sedikit uraian tentang makna sabar,
semoga artikel ini dapat menambah kesabaran kita dan bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin..."
Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya
adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali
hanya pada orang mu'min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur,
karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan
jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal
tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Muslim)
Sekilas Tentang Hadits
Hadits ini merupakan hadits shahih dengan sanad
sebagaimana di atas, melalui jalur Tsabit dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari
Suhaib dari Rasulullah SAW, diriwayatkan oleh :
- Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Zuhud wa
Al-Raqa’iq, Bab Al-Mu’min Amruhu Kulluhu Khair, hadits no 2999.
- Imam Ahmad bin Hambal dalam empat tempat dalam
Musnadnya, yaitu hadits no 18455, 18360, 23406 & 23412.
- Diriwayatkan juga oleh Imam al-Darimi, dalam Sunannya,
Kitab Al-Riqaq, Bab Al-Mu’min Yu’jaru Fi Kulli Syai’, hadits no 2777.
Makna Hadits Secara Umum
Hadits singkat ini memiliki makna yang luas sekaligus
memberikan definisi mengenai sifat dan karakter orang yang beriman. Setiap
orang yang beriman digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai orang yang memiliki
pesona, yang digambarkan dengan istilah ‘ajaban’ ( عجبا ). Karena sifat dan
karakter ini akan mempesona siapa saja.
Kemudian Rasulullah SAW menggambarkan bahwa pesona
tersebut berpangkal dari adanya positif thinking setiap mu’min. Dimana ia
memandang segala persoalannya dari sudut pandang positif, dan bukan dari sudut
nagatifnya.
Sebagai contoh, ketika ia mendapatkan kebaikan,
kebahagian, rasa bahagia, kesenangan dan lain sebagainya, ia akan refleksikan
dalam bentuk penysukuran terhadap Allah SWT. Karena ia tahu dan faham bahwa hal
tersebut merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada dirinya. Dan tidaklah
Allah memberikan sesuatu kepadanya melainkan pasti sesuatu tersebut adalah
positif baginya.
Sebaliknya, jika ia mendapatkan suatu musibah, bencana,
rasa duka, sedih, kemalangan dan hal-hal negatif lainnya, ia akan bersabar.
Karena ia meyakini bahwa hal tersebut merupakan pemberian sekaligus cobaan bagi
dirinya yang pasti memiliki rahasia kebaikan di dalamnya. Sehingga refleksinya
adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah SWT.
Urgensi Kesabaran
Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang
bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran
merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin
dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti
kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran,
sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itulah
Rasulullah SAW menggambarkan tentang ciri dan keutamaan orang yang beriman
sebagaimana hadits di atas.
Namun kesabaran adalah bukan semata-mata memiliki
pengertian "nrimo", ketidak mampuan dan identik dengan ketertindasan.
Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada pengalahan hawa nafsu yang
terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad, sabar diimplementasikan dengan
melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya duduk dengan santai dan
tenang di rumah. Justru ketika ia berdiam diri itulah, sesungguhnya ia belum
dapat bersabar melawan tantangan dan memenuhi panggilan ilahi.
Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi,
baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan agar lebih baik dan
baik lagi. Bahkan seseorang dikatakan dapat dikatakan tidak sabar, jika ia
menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Sabar dalam ibadah
diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari
tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan
shalat secara berjamaah. Sehingga sabar tidak tepat jika hanya diartikan dengan
sebuah sifat pasif, namun ia memiliki nilai keseimbangan antara sifat aktif
dengan sifat pasif.
Makna Sabar
Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa
Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah
"Shobaro", yang membentuk infinitif (masdar) menjadi
"shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah.
Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur'an:
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang
menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan
kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami
lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah
keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28)
Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk
menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas orang-orang yang menyeru
Rab nya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus
juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan
orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT.
Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah:
Menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi,
kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari
perbuatan yang tidak terarah.
Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan
bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada
juga dikemukakan oleh Imam al-Khowas, bahwa sabar adalah refleksi keteguhan
untuk merealisasikan al-Qur'an dan sunnah. Sehingga sesungguhnya sabar tidak
identik dengan kepasrahan dan ketidak mampuan. Justru orang yang seperti ini
memiliki indikasi adanya ketidak sabaran untuk merubah kondisi yang ada,
ketidak sabaran untuk berusaha, ketidak sabaran untuk berjuang dan lain
sebagainya.
Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk sabar ketika
berjihad. Padahal jihad adalah memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya
adalah menggunakan senjata (perang). Artinya untuk berbuat seperti itu perlu
kesabaran untuk mengenyampingkan keiinginan jiwanya yang menginginkan rasa
santai, bermalas-malasan dan lain sebagainya. Sabar dalam jihad juga berarti
keteguhan untuk menghadapi musuh, serta tidak lari dari medan peperangan. Orang
yang lari dari medan peperangan karena takut, adalah salah satu indikasi tidak
sabar.
Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur'an
Dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara
mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali
disebut dalam al-Qur'an, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik
berbentuk isim maupun fi'ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi
perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat
yang ada, para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur'an menjadi beberapa
macam;
1. Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini
sebagaimana yang terdapat dalam QS.2: 153: "Hai orang-orang yang beriman,
mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar."
Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk
bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur'an. Diantaranya adalah dalam QS.3:
200, 16: 127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb.
2. Larangan isti'ja l(tergesa-gesa/ tidak sabar),
sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): "Maka bersabarlah
kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan
janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…"
3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana
yang terdapat dalam QS. 2: 177: "…dan orang-orang yang bersabar dalam
kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa."
4. Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam
surat Ali Imran (3: 146) Allah SWT berfirman : "Dan Allah mencintai
orang-orang yang sabar."
5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar.
Artinya Allah SWT senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah
berfirman (QS. 8: 46) ; "Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah
itu beserta orang-orang yang sabar."
6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. Allah mengatakan
dalam al-Qur'an (13: 23 - 24); "(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke
dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya,
isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke
tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum
bima shabartum" (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian
lakukan). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu."
Inilah diantara gambaran Al-Qur'an mengenai kesabaran.
Gembaran-gambaran lain mengenai hal yang sama, masih sangat banyak, dan dapat
kita temukan pada buku-buku yang secara khusus membahas mengenai kesabaran.
Kesabaran Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits.
Sebagaimana dalam al-Qur'an, dalam hadits juga banyak
sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam
kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan
sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut menggambarkan kesabaran
sebagai berikut;
1. Kesabaran merupakan "dhiya' " (cahaya yang
amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap
kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, "…dan kesabaran merupakan cahaya
yang terang…" (HR. Muslim)
2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan
dilatih secara optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: "…barang
siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan
menjadikannya seorang yang sabar…" (HR. Bukhari)
3. Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik.
Rasulullah SAW mengatakan, "…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu
yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran." (Muttafaqun Alaih)
4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri
orang mu'min, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; "Sungguh
menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik.
Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal
tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau
kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik
baginya." (HR. Muslim)
5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga.
Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, "Apabila
Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian dia bersabar, maka aku
gantikan surga baginya." (HR. Bukhari)
6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas'ud dalam
sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Mas'ud
berkata"Seakan-akan aku memandang Rasulullah SAW menceritakan salah
seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap
darah dari wajahnya seraya berkata, 'Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena
sesungguhnya mereka tidak mengetahui." (HR. Bukhari)
7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah
SAW pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata,
bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang kuat bukanlah yang pandai
bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah."
(HR. Bukhari)
8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah SAW
menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullan SAW
bersabda, "Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit,
kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang
menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal
tersebut." (HR. Bukhari & Muslim)
9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang
tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah
sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal
yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah SAW
mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya
kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus
mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, 'Ya Allah, teruskanlah hidupku ini
sekiranya hidup itu lebih baik unttukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih
baik bagiku." (HR. Bukhari Muslim)
Bentuk-Bentuk Kesabaran
Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga hal; sabar
dalam ketaatan kepada Allah, sabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan sabar
menghadapi ujian dari Allah:
1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan
ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa
manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya,
terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas,
seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti
menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti
haji dan jihad.
Kemudian untuk dapat merealisasikan kesabaran dalam
ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal,
(1) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa
memperbaiki niat, yaitu kikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran menghadapi
duri-duri riya'.
(2) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar jangan
sampai melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah tersebut, tidak malas
dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya.
(3) Kondisi ketika telah selesai melaksanakan ibadah,
yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang telah dilakukannya supaya diketahui
atau dipuji orang lain.
2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan
kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan
yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta,
memandang sesuatu yang haram dsb. Karena kecendrungan jiwa insan, suka pada
hal-hal yang buruk dan "menyenangkan". Dan perbuatan maksiat identik
dengan hal-hal yang "menyenangkan".
3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah,
seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri;
misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai dsb.
Aspek-Aspek Kesabaran sebagaimana yang Digambarkan dalam
Hadits
Dalam hadits-hadits Rasulullah SAW, terdapat beberapa
hadits yang secara spesifik menggambarkan aspek-aspek ataupun kondisi-kondisi
seseroang diharuskan untuk bersabar. Meskipun aspek-aspek tersebut bukan
merupakan ‘pembatasan’ pada bidang-bidang kesabaran, melainkan hanya sebagai
contoh dan penekanan yang memiliki nilai motivasi untuk lebih bersabar dalam
menghadapi berbagai permasalahan lainnya. Diantara kondisi-kondisi yang
ditekankan agar kita bersabar adalah :
1. Sabar terhadap musibah.
Sabar terhadap musibah merupakan aspek kesabaran yang
paling sering dinasehatkan banyak orang. Karena sabar dalam aspek ini merupakan
bentuk sabar yang Dalam sebuah hadits diriwayatkan, :
Dari Anas bin Malik ra, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW
melewati seorang wanita yang sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Kemudian
Rasulullah SAW bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah.’ Wanita
tersebut menjawab, ‘Menjauhlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak
mengetahui dan tidak bisa merasakan musibah yang menimpaku.’ Kemudian
diberitahukan kepada wanita tersebut, bahwa orang yang menegurnya tadi adalah
Rasulullah SAW. Lalu ia mendatangi pintu Rasulullah SAW dan ia tidak
mendapatkan penjaganya. Kemudian ia berkata kepada Rasulullah SAW, ‘(maaf) aku
tadi tidak mengetahui engkau wahai Rasulullah SAW.’ Rasulullah bersabda,
‘Sesungguhnya sabar itu terdapat pada hentakan pertama.’ (HR. Bukhari Muslim)
2. Sabar ketika menghadapi musuh (dalam berjihad).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda : Dari Abu
Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian
berangan-angan untuk menghadapi musuh. Namun jika kalian sudah menghadapinya
maka bersabarlah (untuk menghadapinya).” HR. Muslim.
3. Sabar berjamaah, terhadap amir yang tidak disukai.
Dalam sebuah riwayat digambarkan; Dari Ibnu Abbas ra
beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melihat
pada amir (pemimpinnya) sesuatu yang tidak disukainya, maka hendaklah ia
bersabar. Karena siapa yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal, kemudian
ia mati. Maka ia mati dalam kondisi kematian jahiliyah. (HR. Muslim)
4. Sabar terhadap jabatan & kedudukan.
Dalam sebuah riwayat digambarkan : Dari Usaid bin Hudhair
bahwa seseorang dari kaum Anshar berkata kepada Rasulullah SAW; ‘Wahai
Rasulullah, engkau mengangkat (memberi kedudukan) si Fulan, namun tidak
mengangkat (memberi kedudukan kepadaku). Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya
kalian akan melihat setelahku ‘atsaratan’ (yaitu setiap orang menganggap lebih
baik dari yang lainnya), maka bersabarlah kalian hingga kalian menemuiku pada
telagaku (kelak). (HR. Turmudzi).
5. Sabar dalam kehidupan sosial dan interaksi dengan
masyarakat.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Rasulullah SAW
bersabda, ‘Seorang muslim apabila ia berinteraksi dengan masyarakat serta
bersabar terhadap dampak negatif mereka adalah lebih baik dari pada seorang
muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat serta tidak bersabar atas
kenegatifan mereka. (HR. Turmudzi)
6. Sabar dalam kerasnya kehidupan dan himpitan ekonomi
Dalam sebuah riwayat digambarkan; ‘Dari Abdullah bin Umar
ra berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Barang siapa yang bersabar
atas kesulitan dan himpitan kehidupannya, maka aku akan menjadi saksi atau
pemberi syafaat baginya pada hari kiamat. (HR. Turmudzi).
Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran
Ketidaksabaran (baca; isti'jal) merupakan salah satu
penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi dan diterapi sejak dini. Karena hal
ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang insan. Seperti
hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan untuk
melaksanakan ibadah kepada Allah dsb. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa
kiat, guna meningkatkan kesabaran. Diantara kiat-kiat tersebut adalah;
1. Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia
semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan
sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah SWT.
2. Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur'an, baik
pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala
bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang
dikandungnya. Karena al-Qur'an merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam
kategori ini juga dzikir kepada Allah.
3. Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal
yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan
jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih
kesabaran.
4. Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan
insan untuk berusaha secara giat dan maksimal guna mengalahkan
keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti
malas, marah, kikir, dsb.
5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena
hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan
ketidaksabaran (isti'jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk
menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa
sesungguhnya Allah akan melihat "amalan" seseorang yang dilakukannya,
dan bukan melihat pada hasilnya. (Lihat QS. 9 : 105)
6. Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara
pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk
beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi misalnya. Kemudian melatih diri
untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.
7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat,
tabi'in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan
keteladanan yang patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia.
Penutup
Inilah sekelumit sketsa mengenai kesabaran. Pada intinya,
bahwa sabar mereupakan salah satu sifat dan karakter orang mu'min, yang
sesungguhnya sifat ini dapat dimiliki oleh setiap insan. Karena pada dasarnya
manusia memiliki potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam hidupnya.
Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan menyerah pada
kondisi yang ada, atau identik dengan keterdzoliman. Justru sabar adalah sebuah
sikap aktif, untuk merubah kondisi yang ada, sehingga dapat menjadi lebih baik
dan baik lagi. Oleh karena itulah, marilah secara bersama kita berusaha untuk
menggapai sikap ini. Insya Allah, Allah akan memberikan jalan bagi hamba-hamba-Nya
yang berusaha di jalan-Nya.
Sumber: www.eramuslim.com
Keutamaan Naik Haji dan Umrah Ke Mekah
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا،
وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.
“Umrah ke umrah adalah penghapus dosa antara keduanya,
dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.” [1]
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَابِعُوْا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ
الْفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ، كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُوْرَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.
“Iringilah antara ibadah haji dan umrah karena keduanya
meniadakan dosa dan kefakiran, sebagaimana alat peniup api menghilangkan
kotoran (karat) besi, emas dan perak, dan tidak ada balasan bagi haji mabrur
melainkan Surga.”[2]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Aku
mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَجَّ ِللهِ عزوجل فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ
كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.
‘Barangsiapa melakukan haji ikhlas karena Allah Azza wa
Jalla tanpa berbuat keji dan kefasiqan, maka ia kembali tanpa dosa sebagaimana
waktu ia dilahirkan oleh ibunya.’”[3]
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma, dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
اَلْغَازِي فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ،
وَفْدُ اللهِ، دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ. وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ.
“Orang yang berperang di jalan Allah dan orang yang
menunaikan haji dan umrah, adalah delegasi Allah. (ketika) Allah menyeru
mereka, maka mereka memenuhi panggilan-Nya. Dan (ketika) mereka meminta
kepada-Nya, maka Allah mengabulkan (pemintaan mereka).” [4]
Haji Beserta Umrah Adalah Kewajiban Yang Dilakukan Sekali
Dalam Seumur Hidup, Bagi Setiap Muslim, Baligh, Berakal, Merdeka Serta Mampu
Firman Allah Ta’ala:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا
وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُ
كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ
سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibangun untuk
(tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang berada di Bakkah (Makkah) yang
diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh manusia. Padanya terdapat tanda-tanda
yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah
itu) men-jadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [Ali ‘Imran: 96-97]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di tengah-tengah kami,
beliau bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوْا،
فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ، حَتَّىٰ قَالَهَا ثَلاَثاً،
ثُمَّ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ قُلْتُ نَعَمْ، لَوَجَبَتْ،
وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ
مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَىٰ أَنْبِيَائِهِمْ،
فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ
عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ.
“Telah diwajibkan atas kalian ibadah haji, maka
tunaikanlah (ibadah haji tersebut).” Lalu ada seorang berkata, “Apakah setiap
tahun, wahai Rasulullah?” Lalu beliau diam sampai orang tersebut mengatakannya
tiga kali, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Andaikata aku menjawab ya, niscaya akan menjadi suatu kewajiban dan niscaya
kalian tidak akan mampu (melaksanakannya).” Kemudian beliau bersabda,
“Biarkanlah aku sebagaimana aku membiarkan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan
orang-orang sebelum kalian ialah banyak bertanya dan banyak berselisih dengan
Nabi mereka. Apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka
laksanakanlah semampu kalian. Dan apabila aku melarang sesuatu, maka
tinggalkanlah.” [5]
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ
إِلاَّ اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ
الزَّكَاةِ، وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
‘Islam dibangun atas lima pilar: (1) Persaksian bahwa
tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwasanya
Muhammad adalah utusan Allah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4)
haji ke Baitullah, dan (5) berpuasa Ramadhan.’” [6]
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
هَذِهِ عُمْرَةٌ اسْتَمْتَعْنَا بِهَا، فَمَنْ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ
الْهَدْيُ فَلْيَحِلَّ الْحِلَّ كُلَّهُ، فَإِنَّ الْعُمْرَةَ قَدْ دَخَلَتْ فِي الْحَجِّ
إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
“Ini adalah ibadah umrah yang kita bersenang-senang
dengannya. Barangsiapa yang tidak memiliki hadyu (binatang kurban), maka
hendaknya ia bertahallul secara keseluruhan, karena ibadah umrah telah masuk
kepada ibadah haji sampai hari Kiamat.” [7]
Dari Shabi bin Ma’bad, ia berkata, “Aku pergi menemui
‘Umar, lalu aku berkata kepadanya:
يَا أَمِيْرَ الْمُؤمِنِيْنَ، إِنِّي أَسْلَمْتُ، وَإِنِّي وَجَدْتُ
الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ مَكْتُوبَيْنَ عَلَيَّ، فأَهْلَلْتُ بِهِمَا، فَقَالَ: هُدِيْتَ
لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ.
"Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku telah masuk
Islam, dan aku yakin bahwa diriku telah wajib menunaikan ibadah haji dan umrah,
lalu aku mulai mengerjakan kedua ibadah tersebut.’ Lalu beliau berkata, ‘Engkau
telah mendapat-kan petunjuk untuk melaksanakan Sunnah Nabimu.’” [8]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal
Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi
Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
SUNAH-SUNAH HAJI
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Haji Adalah Salah Satu Ibadah dari Sekian Banyak Ibadah,
Mempunyai Rukun, Hal-Hal yang Wajib dan Hal-Hal yang Sunnah
I. Sunah-Sunnah Haji
A. Sunah-Sunnah Ihram:
1. Mandi ketika ihram
Berdasarkan hadits Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau
melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengganti pakaiannya untuk ihram
lalu mandi.[1]
2. Memakai minyak wangi di badan sebelum ihram
Berdasarkan hadits ‘Aisyah ia berkata, “Aku pernah
memberi wewangian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk ihramnya
sebelum berihram dan untuk tahallulnya sebelum melakukan thawaf di Ka’bah.” [2]
3. Berihram dengan kain ihram (baik yang atas maupun yang
bawah) yang berwarna putih
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam berangkat dari Madinah setelah beliau menyisir
rambut dan memakai minyak, lalu beliau dan para Sahabat memakai rida’ dan izar
(kain ihram yang atas dan yang bawah).
Adapun disunnahkannya yang berwarna putih berdasarkan
hadits Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
اِلْبَسُوْا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضِّ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ
ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتَاكُمْ.
“Pakailah pakaianmu yang putih, sesungguhnya pakaian yang
putih adalah pakaianmu yang terbaik dan kafankanlah orang-orang yang wafat di
antara kalian dengannya.” [3]
4. Shalat di lembah ‘Aqiq bagi orang yang melewatinya
Berdasarkan hadits ‘Umar, ia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di lembah ‘Aqiq:
أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّي فَقَالَ: صَلِّ فِي هَذَا
الْوَادِي الْمُبَارَكِ، وَقُلْ: عُمْرَةٌ فِي حَجَّةٍ
"Tadi malam, telah datang kepadaku utusan Rabb-ku
dan berkata, ‘Shalatlah di lembah yang diberkahi ini dan katakan (niatkan)
umrah dalam haji.’”
5. Mengangkat suara ketika membaca talbiyah
Berdasarkan hadits as-Saib bin Khalladi, ia berkata bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَتَانِي جِبْرِيْلُ فَأَمَرَنِي أَنْ آمُرَ أَصْحَابِي أَنْ
يَرْفَعُوْا أَصْوَاتَهُمْ بِاْلإِهْلاَلِ أَوِ التَّلْبِيَةِ.
“Telah datang kepadaku Jibril dan memerintahkan kepadaku
agar aku memerintahkan para Sahabatku supaya mereka mengeraskan suara mereka
ketika membaca talbiyah.” [4]
Oleh karena itu, dulu para Sahabat Rasulullah berteriak.
Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Dulu ketika Sahabat Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam berihram suara mereka telah parau sebelum mencapai Rauha.”
[5]
6.Bertahmid, bertasbih dan bertakbir sebelum mulai ihram
Berdasarkan hadits Anas, ia berkata, “Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Zhuhur empat raka’at di Madinah sedangkan
kami bersama beliau, dan beliau shalat ‘Ashar di Dzul Hulaifah dua raka’at,
beliau menginap di sana sampai pagi, lalu menaiki kendaraan hingga sampai di
Baidha, kemudian beliau memuji Allah bertasbih dan bertakbir, lalu beliau
berihram untuk haji dan umrah.” [6]
7. Berihram menghadap Kiblat
Berdasarkan hadits Nafi’, ia berkata, “Dahulu ketika Ibnu
‘Umar selesai melaksanakan shalat Shubuh di Dzul Hulaifah, ia memerintahkan
agar rombongan mulai berjalan. Maka rombongan pun berjalan, lalu ia naik ke
kendaraan. Ketika rombongan telah sama rata, ia berdiri menghadap Kiblat dan
bertalbiyah... Ia mengi-ra dengan pasti bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam mengerjakan hal ini.” [7]
B. Sunnah-Sunnah Ketika Masuk Kota Makkah:
8, 9, 10. Menginap di Dzu Thuwa, mandi untuk memasuki
kota Makkah dan masuk kota Makkah pada siang hari
Dari Nafi’, ia berkata, “Dahulu ketika Ibnu ‘Umar telah
dekat dengan kota Makkah, ia menghentikan talbiyah, kemudian beliau menginap di
Dzu Thuwa, shalat Subuh di sana dan mandi. Beliau mengatakan bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan hal ini.” [8]
11. Memasuki kota Makkah dari ats-Tsaniyah al-‘Ulya
(jalan atas)
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Dulu
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki kota Makkah dari ats-Tsaniyah
al-‘ulya (jalan atas) dan keluar dari ats-Tsaniyah as-Sufla (jalan bawah).”[9]
12. Mendahulukan kaki kanan ketika masuk ke dalam masjid
haram dan membaca:
أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ
الْقَدِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ، اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
“Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung, dengan
wajah-Nya Yang Mahamulia dan kekuasaan-Nya yang abadi, dari syaitan yang
terkutuk. Dengan Nama Allah dan semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Muhammad, Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.” [10]
13. Mengangkat tangan ketika melihat Ka’bah
Apabila ia melihat Ka’bah, mengangkat tangan jika mau,
karena hal ini benar shahih dari Ibnu ‘Abbas [11]. Kemudian berdo’a dengan do’a
yang mudah dan apabila ia mau berdoa dengan do’anya Umar juga baik, sebab do’a
ini pun shahih dari ‘Umar. Do’a beliau:
اَللّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا
رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ.
“Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan dan dari-Mu
keselamatan, serta hidupkanlah kami, wahai Rabb kami dengan keselamatan.”[12]
C. Sunah-Sunnah Thawaf
14. Al-Idhthiba’
Yaitu memasukkan tengah-tengah kain ihram di bawah ketiak
kanan dan menyelempangkan ujungnya di pundak kiri sehingga pundak kanan
terbuka, berdasarkan hadits Ya’la bin Umayyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam thawaf dengan idhthiba’.” [13]
15. Mengusap Hajar Aswad
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia
berkata: “Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika tiba di
Makkah mengusap Hajar Aswad di awal thawaf, beliau thawaf sambil berlari-lari
kecil di tiga putaran pertama dari tujuh putaran thawaf.” [14]
16. Mencium Hajar Aswad
Berdasarkan hadits Zaid bin Aslam dari ayahnya, ia
berkata, “Aku melihat ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu mencium Hajar
As-wad dan berkata, “Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.” [15]
17. Sujud di atas Hajar Aswad
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku melihat
‘Umar bin al-Khaththab mencium Hajar Aswad lalu sujud di atasnya kemudian ia
kembali menciumnya dan sujud di atasnya, kemudian ia berkata, ‘Beginilah aku
melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.’” [16]
18. Bertakbir setiap melewati Hajar Aswad
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam thawaf mengelilingi Ka’bah di atas untanya,
setiap beliau melewati Hajar Aswad beliau memberi isyarat dengan sesuatu yang
ada pada beliau kemudian bertakbir.” [17]
19. Berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama thawaf
yang pertama kali (thawaf qudum)
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, “Bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika thawaf mengitari Ka’bah, thawaf yang
pertama kali, beliau berlari-lari kecil tiga putaran dan berjalan empat
putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir kembali di Hajar Aswad.”[18]
20. Mengusap rukun Yamani
Berdasarkan hadits Ibnu Umar, ia berkata, “Aku tidak
pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap Ka’bah kecuali
dua rukun Yamani (rukun Yamani dan Hajar Aswad).” [19]
21. Berdo’a di antara dua rukun (rukun Yamani dan Hajar
Aswad) dengan do’a sebagai berikut:
رَبَّنَآ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
“Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa Neraka.”[20]
22. Shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim setelah
thawaf
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Setelah tiba,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam thawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali,
kemudian beliau shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim dan sa’i antara
Shafa dan Marwah.” Selanjutnya beliau berkata:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ.
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu terdapat contoh
yang baik bagimu.” [21]
23. Sebelum shalat di belakang Maqam Ibrahim membaca:
وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّىٰ.
“Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim itu tempat
shalat.”
Kemudian membaca dalam shalat dua raka’at itu surat
al-Ikhlash dan surat al-Kaafirun, berdasarkan hadits Jabir bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau sampai di maqam Ibrahim
Alaihissallam beliau membaca:
وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ مُصَلًّىٰ.
“Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim itu tempat
shalat.”
Lalu beliau shalat dua raka’at, beliau membaca dalam
shalat dua raka’at itu { قُلْ هُوَ اللّهُ أَحَدٌ} dan{قُلْ يا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ}.
24. Iltizam tempat di antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah
dengan cara menempelkan dada, wajah dan lengannya pada Ka’bah
Berdasarkan hadits ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari
kakeknya, ia berkata, “Aku pernah thawaf bersama ‘Abdullah bin ‘Amr, ketika
kami telah selesai dari tujuh putaran tersebut kami shalat di belakang Ka’bah.
Lalu aku bertanya, ‘Apakah engkau tidak memohon perlindungan kepada Allah?’ Ia
menjawab, ‘Aku berlindung kepada Allah dari api Neraka.’”
Berkata (perawi), “Setelah itu ia pergi dan mengusap
Hajar Aswad. Lalu beliau berdiri di antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah, beliau
menempelkan dada, tangannya dan pipinya ke dinding Ka’bah, kemudian berkata,
‘Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan hal ini.’”[22]
25. Minum air zamzam dan mencuci kepala dengannya
Berdasarkan hadits Jabir bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan hal tersebut.
D. Sunnah-Sunnah Sa’i:
26. Mengusap Hajar Aswad (seperti yang telah lalu)
27. Membaca:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ
حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَن
تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebagian dari
syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullaah atau
ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i di antara keduanya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan suatu ke-bajikan dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Mahamen syukuri kebaikan lagi Mahamengetahui.” [Al-Baqarah:
158]
Kemudian membaca:
نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ.
“Kami mulai dengan apa yang dimulai oleh Allah.”
Bacaan ini dibaca setelah dekat dengan Shafa ketika mau
melakukan sa’i.[23]
28. Berdo’a di Shafa
Ketika berada di Shafa, menghadap Kiblat dan membaca:
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ،
وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ.
“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain
Allah Yang Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan, bagi-Nya
segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar selain Allah semata. Yang melaksanakan janji-Nya,
membela hamba-Nya (Muhammad) dan mengalahkan golongan musuh sendirian.”
29. Berlari-lari kecil dengan sungguh-sungguh antara dua
tanda hijau
30. Ketika berada di Marwah mengerjakan seperti apa yang
dilakukan di Shafa, baik menghadap Kiblat, bertakbir maupun berdo’a
E. Sunnah-Sunnah Ketika Keluar dari Mina:
31. Ihram untuk haji pada hari Tarwiyah dari tempat
tinggal masing-masing •
32. Shalat Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, dan ‘Isya' di Mina
pada hari Tarwiyah, serta menginap di sana hingga shalat Shubuh dan matahari
telah terbit
33. Pada hari ‘Arafah, menjamak shalat Zhuhur dan ‘Ashar
di Namirah
34. Tidak meninggalkan ‘Arafah sebelum matahari
tenggelam.
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal
Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi
Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
Sumber
http://almanhaj.or.id/
No comments:
Post a Comment