Terpidana mati Nigeria ajukan PK, dengan bukti identitas
palsu
Tujuh terpidana warga asing yang akan dieksekusi.
Proses eksekusi terhadap 10 terpidana kasus narkotika,
memasuki kerumitan baru. Untuk pertama kalinya pemerintah Nigeria meminta
Indonesia untuk membatalkan hukuman mati terhadap para warganya.
Sementara salah satu terpidana mati asal Nigeria, Raheem
Agbaje Salami, mengatakan ia adalah orang lain, karenanya akan mengajukan
Peninjuan Kembali. Ia juga mendaftarkan Gugatan Perlawanan terhadap putusan
PTUN terkait penolakan grasi dari presiden Jokowi.
Sejumlah warga Nigeria di Jakarta, memuji langkah
pemerintah Nigeria.
Josh, warga Nigeria yang mengaku pengusaha bisnis kargo,
ditemui di kawasan Tanah Abang, salah satu pusat kegiatan warga Afrika, khususnya
Nigeria, yang berbisnis di Jakarta. Umumnya mereka berbisnis di bidang pakaian
dan kargo.
Menurut Josh, pemerintah Nigeria telah menunjukkan
usahanya membela warganya.
"Mereka tidak bungkam. Mereka telah memanggil duta
besar Indonesia di Nigeria, meminta pemerintah Indonesia tidak mengeksekusi
warga kami yang dihukum mati," katanya.
"Saya senang. Apapun hasilnya nanti, itu tergantung
dari kebaikan hati pemerintah Indonesia. Tapi menurut saya pemerintah Nigeria
sudah melakukan apa yang seharusnya dalam berusaha membantu warganya yang
mendapat masalah."
Sejumlah orang Nigeria lain di kawasan itu juga
menyampaikan pendapat senada.
Paspor palsu
Nigeria termasuk salah satu negara yang warganya paling
banyak dijatuhi hukuman mati di Indonesia. Berdasarkan catatan Komisi Untuk
Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KONTRAS), sudah tiga warga Nigeria yang
dieksekusi untuk kasus narkotika sejak tahun 2008. Sementara warga Nigeria yang
sudah dijatuhi hukuman mati namun belum dieksekusi, ada 11 orang.
Namun kali ini pemerintah Nigeria memanggil Duta Besar
Indonesia di Abuja, Harry Purwanto, untuk meminta agar tidak dilakukan eksekusi
terhadap tiga warga Nigeria terpidana mati.
raheem
Raheem Salami sebetulnya Jamiu Abashin?
Salah seorang warga Nigeria yang akan dieksekusi adalah
yang resminya dikenal Raheem Agbaje Salami, pemegang paspor Spanyol, ternyata
dia adalah Jamiu Owolabi Abashin warga Nigeria.
Menurut Utomo Karim, kliennya dulu bermaksud memasuki
Kanada, melalui Malaysia, dengan jasa "agen".
"Namun ternyata ia tak kunjung diberangkatkan,
hingga overstay --tinggal melewati batas waktu yang ditentukan. Ia pun
ditangkap, dan paspornya disita, dan ia ditahan hingga dua tahun."
Entah kenapa, kata Utomo Karim, Jamiu Owolabi Abashin
dikirim ke Thailand, dan akhirnya lontang-lantung di Bangkok.
"Ia bertemu seseorang, yang memberinya tempat
tinggal dan lain-lain. Dan akhirnya ia disuruh membawa kopor yang dia tak tahu
isinya. Dan dikasih paspor baru yang palsu, atas nama Raheem Agbaje
Salami."
Utomo Karim menunjukkan, foto di paspor dengan foto diri,
sangat berbeda.
nusa
Sekelompok orang di Nusakambangan berunjuk rasa mendukung
hukuman mati.
Terjadi pula kesimpangsiuran, karena Raheem alias Jamiu
dikira orang Spanyol, karena ditulis kelahiran Cordova, padahal Cordova adalah
tempat di Pantai Gading, berbeda dengan Cordoba di Spanyol.
Karena itu, kata pengacaranya, Utomo Karim, akan diajukan
Peninjauan Kembali terkait identitas palsu ini, selain gugatan perlawanan untuk
putusan PTUN terkait penolakan grasi oleh Presiden Jokowi.
"Seharusnya identitasnya diverifikasi dari
awal," kata Utomo KArim.
Menurutnya, terlepas dari pemalsuan paspor, "kalau
identitasnya salah, maka kasusnya bisa batal demi hukum."
Yang kedua
Kesimpangsiuran identitas ini juga terjadi dalam
gelombang pertama eksekusi Januari lalu.
Keluarga Namaona Denis -yang tercatat sebagai salah satu
terpidana yang dieksekusi- mengatakan Denis sudah meninggal tahun 2013 di
Afrika Selatan namun paspornya dicuri. Artinya, terpidana mati yang sudah
dieksekusi bukanlah Namaona Denis sebagaimana diyakini.
Eksekusi gelombang kedua ini memang berbagai masalah.
Sejumlah terpidana melancarkan upaya hukum terakhir, antara lain gugatan di
PTUN dan Peninjauan Kembali. Muncul juga masalah karena salah seorang
terpidana, Rodrigo Gularte, ternyata penderita gangguan jiwa.
Pemerintah menyatakan eksekusi masih akan ditunda sampai
seluruh proses hukum tuntas, namun bersikeras tetap akan menjalankannya. BBC
No comments:
Post a Comment