Presiden Joko widodo 'akan bertemu' pimpinan OPM di Papua
Dalam kunjungan ke Papua, 1 Mei mendatang, Presiden
Jokowi akan ke Kabupaten Puncak Jaya.
Presiden Joko Widodo dalam kunjungan ke Papua 1 Mei 2015
mendatang, direncanakan bertemu dengan Goliat Tabuni, salah seorang pemimpin
kelompok pemberontak Organisasi Papua Merdeka, OPM.
Hal tersebut disampaikan oleh Pangdam XVII Cendrawasih,
Mayjen Fransen G. Siahaan kepada para wartawan di Jayapura, Rabu 25 Maret.
Dalam lawatannya ke Papua, Presiden akan berkunjung ke
Tingginambut di Kabupaten Puncak Jaya dan akan bertemu dengan Goliat Tabuni,
seperti dilaporkan Angel Bertha Sinaga di Jayapura untuk BBC Indonesia.
"Untuk ini, TNI akan membangun helipad di daerah
ketinggian atau bukit bukit kecil," ujar Mayjen Siahaan.
Ditambahkan bahwa Goliat Tabuni -yang berumur sekitar 60
tahun- diperkirakan sudah ditinggalkan oleh para pengikutnya.
"Saat ini 23 orang pengikutnya telah turun (cat.
menyerahkan diri). Ini merupakan tanda bahwa Goliat sudah tidak
dipercaya," tegas Pangdam.
Keinginan Goliat untuk bertemu dengan Presiden Jokowi,
menurut Pangdam XVII Cendrawasih, disampaikan oleh Bupati Kabupaten Puncak
Jaya, Henock Ibo.
"Goliat turun membawa senjata ataupun tidak, kami
tetap menerimanya. Sebab dia juga warga Indonesia," jelas Pangdam.
Saat ini di markas Goliat di kawasan pegunungan,
diperkirakan masih ada 40 pucuk senjata api. BBC
Organisasi Papua Merdeka
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Morning Star flag.svg
Tanggal operasi 1965–sekarang
Ideologi Nasionalisme
Papua
Organisasi Papua Merdeka (disingkat OPM) adalah
organisasi yang didirikan pada tahun 1965 untuk mengakhiri pemerintahan
provinsi Papua dan Papua Barat yang saat ini di Indonesia, yang sebelumnya
dikenal sebagai Irian Jaya,[1] dan untuk memisahkan diri dari Indonesia.
Gerakan ini dilarang di Indonesia, dan memicu untuk
terjadinya kemerdekaan bagi provinsi tersebut yang berakibat tuduhan
pengkhianatan.[2] Sejak awal OPM telah menempuh jalur dialog diplomatik,
melakukan upacara pengibaran bendera Bintang Kejora, dan dilakukan aksi militan
sebagai bagian dari konflik Papua. Pendukung secara rutin menampilkan bendera
Bintang Kejora dan simbol lain dari kesatuan Papua, seperti lagu kebangsaan
"Hai Tanahku Papua" dan lambang negara, yang telah diadopsi pada
periode 1961 sampai pemerintahan Indonesia dimulai pada Mei 1963 di bawah
Perjanjian New York.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Sejarah
1.1 Deklarasi Republik Papua Barat
2 Hirarki organisasi dan otoritas pemerintahan
2.1 Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat
3 Hari umum
4 Lihat pula
5 Referensi
6 Rujukan
7 Pranala luar
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Graffiti OPM di Sentani, Papua
Selama Perang Dunia II, Hindia Belanda (kelak menjadi
Indonesia) dipandu oleh Soekarno untuk menyuplai minyak demi upaya perang
Jepang dan langsung menyatakan merdeka dengan nama Republik Indonesia pada 17
Agustus 1945. Nugini Belanda (Nugini Barat) dan Australia yang menjalankan
pemerintahan di teritori Papua dan Nugini Britania menolak penjajahan Jepang dan
menjadi sekutu pasukan Amerika Serikat dan Australia sepanjang Perang Pasifik.
Hubungan Belanda dan Nugini Belanda sebelum perang
berakhir dengan diangkatnya warga sipil Papua ke pemerintahan[3] sampai
pemerintahan Indonesia diaktifkan tahun 1963. Meski sudah ada perjanjian antara
Australia dan Belanda tahun 1957 bahwa teritori milik mereka lebih baik bersatu
dan merdeka, ketiadaan pembangunan di teritori Australia dan kepentingan
Amerika Serikat membuat dua wilayah ini berpisah. OPM didirikan bulan Desember
1963 dengan pengumuman, "Kami tidak mau kehidupan modern! Kami menolak
pembangunan apapun: rombongan pemuka agama, lembaga kemanusiaan, dan organisasi
pemerintahan. Tinggalkan kami sendiri! [sic]"[4]
Nugini Belanda mengadakan pemilu pada Januari 1961 dan
Dewan Nugini dilantik pada April 1961. Akan tetapi, di Washington, D.C.,
Penasihat Keamanan Nasional McGeorge Bundy melobi Presiden A.S. John F. Kennedy
untuk menegosiasikan transfer pemerintahan Nugini Barat ke Indonesia.[5]
Perjanjian New York dirancang oleh Robert Kennedy dan ditandatangani oleh
Belanda, Indonesia, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan Agustus 1962.
Walaupun Belanda menuntut agar rakyat Nugini Barat boleh
menentukan nasib sendiri sesuai piagam PBB dan Resolusi 1514 (XV) Majelis Umum
PBB dengan nama "Act of Free Choice", Perjanjian New York memberikan
jeda tujuh tahun dan menghapuskan wewenang PBB untuk mengawasi pelaksanaan Akta
tersebut.[6] Kelompok separatis mengibarkan bendera Bintang Kejora Papua Barat
pada tanggal 1 Desember setiap tahunnya. Tanggal tersebut mereka anggap sebagai
hari kemerdekaan Papua. Kepolisian Indonesia berspekulasi bahwa orang-orang
yang melakukan tindakan seperti ini bisa dijerat dengan tuduhan pengkhianatan
yang hukumannya berupa kurungan penjara selama 7 sampai 20 tahun di
Indonesia.[7]
Pada bulan Oktober 1968, Nicolaas Jouwe, anggota Dewan
dan Komite Nasional Nugini yang dipilih Dewan pada tahun 1962, melobi PBB dan
mengklaim 30.000 tentara Indonesia dan ribuan PNS Indonesia menindas penduduk
Papua.[8] Menurut Duta Besar Amerika Serikat Francis Joseph Galbraith, Menteri
Luar Negeri Indonesia Adam Malik juga meyakini bahwa militer Indonesia adalah
penyebab munculnya masalah di teritori ini dan jumlah personilnya harus
dikurangi sampai separuhnya. Galbraith menjelaskan bahwa OPM "mewakili
orang-orang sentimen yang anti-Indonesia" dan "kemungkinan 85-90
persen [penduduk Papua] mendukung OPM atau setidaknya sangat tidak menyukai
orang Indonesia".[9]
Brigadir Jenderal Sarwo Edhie mengawasi perancangan dan
pelaksanaan Act of Free Choice pada 14 Juli sampai 2 Agustus 1969. Perwakilan
PBB Oritiz Sanz tiba pada 22 Agustus 1968 dan berulang-ulang meminta agar
Brigjen Sarwo Edhie mengizinkan sistem satu orang, satu suara (proses yang
dikenal dengan nama referendum atau plebisit), namun permintaannya ditolak atas
alasan bahwa aktivitas semacam itu tidak tercantum dalam Perjanjian New York
1962.[10] 1.025 tetua adat Papua dipilih dan diberitahu mengenai prosedur yang
tercantum dalam Perjanjian New York. Hasilnya adalah kesepakatan integrasi
dengan Indonesia.
Deklarasi Republik Papua Barat[sunting | sunting sumber]
Protes "Bebaskan Papua Barat" di Melbourne,
Australia, Agustus 2012
Menanggapi hal tersebut, Nicolaas Jouwe dan dua komandan
OPM, Seth Jafeth Roemkorem dan Jacob Hendrik Prai, berencana mendeklarasikan
kemerdekaan Papua pada tahun 1971. Tanggal 1 Juli 1971, Roemkorem dan Prai
mendeklarasikan Republik Papua Barat dan segera merancang konstitusinya.
Konflik strategi antara Roemkorem dan Prai berujung pada
perpecahan OPM menjadi dua faksi: PEMKA yang dipimpin Prai dan TPN yang
dipimpin Roemkorem. Perpecahan ini sangat memengaruhi kemampuan OPM sebagai
suatu pasukan tempur yang terpusat.
Sejak 1976, para pejabat perusahaan pertambangan Freeport
Indonesia sering menerima surat dari OPM yang mengancam perusahaan dan meminta
bantuan dalam rencana pemberontakan musim semi. Perusahaan menolak bekerja sama
dengan OPM. Mulai 23 Juli sampai 7 September 1977, milisi OPM melaksanakan
ancaman mereka terhadap Freeport dan memotong jalur pipa slurry dan bahan
bakar, memutus kabel telepon dan listrik, membakar sebuah gudang, dan
meledakkan bom di sejumlah fasilitas perusahaan. Freeport memperkirakan
kerugiannya mencapai $123.871,23.[1]
Tahun 1982, Dewan Revolusi OPM (OPMRC) didirikan dan di
bawah kepemimpinan Moses Werror, OPMRC berusaha meraih kemerdekaan melalui
kampanye diplomasi internasional. OPMRC bertujuan mendapatkan pengakuan
internasional untuk kemerdekaan Papua Barat melalui forum-forum internasional
seperti PBB, Gerakan Non-Blok, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN.
Tahun 1984, OPM melancarkan serangan di Jayapura, ibu
kota provinsi dan kota yang didominasi orang Indonesia non-Melanesia. Serangan
ini langsung diredam militer Indonesia dengan aksi kontra-pemberontakan yang
lebih besar. Kegagalan ini menciptakan eksodus pengungsi Papua yang diduga
dibantu OPM ke kamp-kamp di Papua Nugini.
Tanggal 14 Februari 1986, Freeport Indonesia mendapatkan
informasi bahwa OPM kembali aktif di daerah mereka dan sejumlah karyawan
Freeport adalah anggota atau simpatisan OPM. Tanggal 18 Februari, sebuah surat
yang ditandatangani "Jenderal Pemberontak" memperingatkan bahwa
"Pada hari Rabu, 19 Februari, akan turun hujan di Tembagapura".
Sekitar pukul 22:00 WIT, sejumlah orang tak dikenal memotong jalur pipa slurry
dan bahan bakar dengan gergaji, sehingga "banyak slurry, bijih tembaga,
perak, emas, dan bahan bakar diesel yang terbuang." Selain itu, mereka
membakar pagar jalur pipa dan menembak polisi yang mencoba mendekati lokasi
kejadian. Tanggal 14 April 1986, milisi OPM kembali memotong jalur pipa,
memutus kabel listrik, merusak sistem sanitasi, dan membakar ban. Kru teknisi
diserang OPM saat mendekati lokasi kejadian, sehingga Freeport terpaksa meminta
bantuan polisi dan militer.[1]
Dalam insiden terpisah pada bulan Januari dan Agustus
1996, OPM menawan sejumlah orang Eropa dan Indonesia; pertama dari grup
peneliti, kemudian dari kamp hutan. Dua sandera dari grup pertama dibunuh dan
sisanya dibebaskan.
Bulan Juli 1998, OPM mengibarkan bendera mereka di menara
air kota Biak di pulau Biak. Mereka menetap di sana selama beberapa hari
sebelum militer Indonesia membubarkan mereka. Filep Karma termasuk di antara
orang-orang yang ditangkap.[11]
Tanggal 24 Oktober 2011, Dominggus Oktavianus Awes,
kepala polisi Mulia, ditembak oleh orang tak dikenal di Bandara Mulia, Puncak
Jaya. Kepolisian Indonesia menduga sang penembak adalah anggota OPM. Rangkaian
serangan terhadap polisi Indonesia memaksa mereka menerjunkan lebih banyak
personil di Papua.[12]
Pada tanggal 21 Januari 2012, orang-orang bersenjata yang
diduga anggota OPM menembak mati seorang warga sipil yang sedang menjaga
warung. Ia adalah transmigran asal Sumatera Barat.[13]
Tanggal 8 Januari 2012, OPM melancarkan serangan ke bus
umum yang mengakibatkan kematian 3 warga sipil dan 1 anggota TNI. 4 lainnya
juga cedera.[14]
Tanggal 31 Januari 2012, seorang anggota OPM tertangkap
membawa 1 kilogram obat-obatan terlarang di perbatasan Indonesia-Papua Nugini.
Obat-obatan tersebut diduga akan dijual di Jayapura.[15]
Tanggal 8 April 2012, OPM menyerang sebuah pesawat sipil
Trigana Air setelah mendarat yang akan parkir di Bandara Mulia, Puncak Jaya,
Papua. Lima militan bersenjata OPM tiba-tiba melepaskan tembakan ke pesawat,
sehingga pesawat kehilangan kendali dan menabrak sebuah bangunan. Satu orang
tewas, yaitu Leiron Kogoya, seorang jurnalis Papua Pos yang mengalami luka
tembak di leher. Pilot Beby Astek dan Kopilot Willy Resubun terluka akibat
pecahan peluru. Yanti Korwa, seorang ibu rumah tangga, terluka di lengan
kanannya dan anaknya yang berusia 4 tahun, Pako Korwa, terluka di tangan
kirinya. Pasca-serangan, para militan mundur ke hutan sekitar bandara. Semua
korban adalah warga sipil.[16]
Tanggal 1 Juli 2012, patroli keamanan rutin yang diserang
OPM mengakibatkan seorang warga sipil tewas. Korban adalah presiden desa
setempat yang ditembak di bagian kepala dan perut. Seorang anggota TNI terluka
oleh pecahan kaca.[17]
Tanggal 9 Juli 2012, tiga orang diserang dan tewas di
Paniai, Papua. Salah satu korban adalah anggota TNI. Dua lainnya adalah warga
sipil, termasuk bocah berusia 8 tahun. Bocah tersebut ditemukan dengan luka
tusuk di bagian dada.[18]
Hirarki organisasi dan otoritas pemerintahan[sunting |
sunting sumber]
Organisasi internal OPM sulit untuk ditentukan. Pada
tahun 1996 'Panglima Tertinggi' OPM adalah Mathias Wenda.[19] Juru bicara OPM
di Sydney, John Otto Ondawame, mengatakan telah lebih atau kurang dari sembilan
titah kemerdekaan.[19] Jurnalis lepas Australia, Ben Bohane, mengatakan telah
ada tujuh titah kemerdekaan.[19] Tentara Nasional Indonesia mengatakan OPM
memiliki dua sayap utama, 'Markas Besar Victoria' dan 'Pembela Kebenaran'.
Mantan yang lebih kecil, dan dipimpin oleh ML Prawar sampai ia ditembak mati
pada tahun 1991. Terakhir ini jauh lebih besar dan beroperasi di seluruh Papua
Barat.[19]
Organisasi yang lebih besar, atau Pembela Kebenaran
(selanjutnya PEMKA), yang diketuai oleh Jacob Prai, dan Seth Roemkorem adalah
pemimpin Fraksi Victoria. Selama pembunuhan Prawar, Roemkorem adalah
komandannya.
Sebelum pemisahan ini, TPN/OPM adalah satu, di bawah
kepemimpinan Seth Roemkorem sebagai Komandan OPM, kemudian menjadi Presiden
Pemerintahan Sementara Papua Barat, sementara Jacob Prai menjabat sebagai Ketua
Senat. OPM mencapai puncaknya dalam organisasi dan manajemen (dalam istilah
modern) karena sebagai struktural terorganisasi. Selama ini, Pemerintah Senegal
mengakui keberadaan OPM dan memungkinkan OPM untuk membuka Kedutaan di Dakhar,
dengan Tanggahma sebagai Duta Besar.
Karena persaingan, Roemkorem meninggalkan markasnya dan
pergi ke Belanda. Selama ini, Prai mengambil alih kepemimpinan. John Otto
Ondawame (waktu itu ia meninggalkan sekolah hukum di Jayapura karena diikuti
dan diancam untuk dibunuh oleh ABRI Indonesia siang dan malam) menjadi tangan
kanan dari Jacob Prai. Itu inisiatif Prai untuk mendirikan Komandan Regional
OPM. Dia menunjuk dan memerintahkan sembilan Komandan Regional. Sebagian besar
dari mereka adalah anggota pasukannya sendiri di kantor pusat PEMKA, perbatasan
Skotiau, Vanimo-Papua Barat.
Komandan regional dari mereka , Mathias Wenda adalah
komandan untuk wilayah II (Jayapura - Wamena), Kelly Kwalik untuk Nemangkawi
(Kabupaten Fakfak), Tadeus Yogi (Kabupaten Paniai), Bernardus Mawen untuk
wilayah Maroke dan lain-lain. Komandan ini telah aktif sejak itu. Kelly Kwalik
ditembak dan dibunuh pada 16 Desember 2009.[20]
Pada tahun 2009, sebuah kelompok perintah OPM yang
dipimpin oleh Jenderal Goliat Tabuni (Kabupaten Puncak Jaya) sebagai fitur pada
laporan menyamar tentang gerakan kemerdekaan Papua Barat.[21]
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat[sunting | sunting
sumber]
Logo TPNPB
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), adalah
sayap militer dari Organisasi Papua Merdeka (OPM). TPNPB dibentuk pada 26 Maret
1973, setelah Proklamasi Kemerdekaan Papua Barat 1 Juli 1971 di Markas
Victoria. Pembentukan TPNPB adalah Tentara Papua Barat berdasarkan Konstitusi
Sementara Republik Papua Barat yang ditetapkan 1971 pada Bab V bagian
Pertahanan dan Keamanan.
"Hi!..
ReplyDeleteGreetings everyone, my name Angel of Jakarta. during my
visiting this website, I found a lot of useful articles, which indeed I was looking earlier. Thanks admin, and everything."
Aktual