Gubernur Jakarta Ahok laporkan ada dana siluman anggaran Jakarta ke komisi pemberantasan korupsi
JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla
menegaskan, jika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama benar bahwa ada
penyusupan "dana siluman" dalam APBD DKI Jakarta, Basuki tak bisa
dijatuhkan oleh DPRD DKI yang saat ini menggulirkan hak angket, penyelidikan.
Atas dasar itu, Jusuf Kalla juga mendukung langkah
Gubernur DKI yang membawa laporan dan dokumen dugaan dana siluman dalam APBD
DKI Jakarta sejak tahun 2012 hingga 2015 ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Biar saja begitu (berlangsung proses hukumnya)
sehingga orang akan jelas, mana yang salah dan yang benar. Kasus DPRD ibu kota
Jakarta bagus dan bisa menjadi contoh untuk semua DPRD di mana pun. Kalau
berlebihan (menganggarkan), ya, masuk ke pengadilan saja. Jadi, saya dukung
(langkah ke KPK) itu," ujar Kalla saat ditanya mengenai kemelut seputar
APBD DKI Jakarta, di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (28/2).
Saat ditanya kemungkinan Gubernur Basuki akan dimakzulkan
terkait hak angket yang diajukan DPRD DKI, Kalla menjawab, jika Basuki benar,
dia tidak bisa dijatuhkan oleh DPRD.
"Terkecuali Ahok-nya salah. Karena menjatuhkan itu
harus lewat pengadilan. Nah, pengadilan itu, kan, juga harus jelas, kalau
memang benar harga UPS (alat catu daya listrik cadangan) itu ketinggian, atau
apa pun namanya, berarti Ahok, ya, benar. Tetapi, kalau memang tidak ada (dana
siluman), ya, Ahok bisa salah," ujar Kalla menyebut panggilan akrab
Basuki.
Komunikasi politik
Presiden Joko Widodo dalam kesempatan terpisah
mengatakan, kisruh politik di DKI Jakarta saat ini muncul karena ada persoalan
komunikasi politik antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta.
"Sebetulnya, asal dua-duanya mau bertemu,
berkomunikasi, mencarikan solusi, mencarikan jalan keluar, pasti ada,"
kata Presiden, yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta, di Jakarta.
Menurut Jokowi, masalah anggaran yang menjadi salah satu
akar persoalan itu tak perlu terjadi jika ada kesepahaman dalam hal prioritas
penganggaran.
"Mana yang prioritas, apakah sekolah-sekolah yang
rusak atau UPS? Penting mana? Kan, masih banyak sekolah yang rusak dan perlu
diperbaiki," ujarnya.
"Yang kedua, apakah itu usulan sekolah atau bukan,
ditanyakan. Nanti akan kelihatan, tanyakan kepada dinas juga, mereka
mengusulkan atau tidak," lanjutnya.
Basuki libatkan BPKP
Gubernur Basuki juga meminta Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) turut menginvestigasi dugaan anggaran siluman dalam APBD
DKI Jakarta tahun 2014. Ia menengarai, kemunculan dana tidak jelas itu tak
hanya berasal dari oknum di DPRD DKI Jakarta, tetapi juga jajaran di bawahnya.
Menurut Basuki, anggaran tidak jelas untuk UPS pada APBD
DKI Jakarta 2014 kembali muncul dalam Rancangan APBD 2015 dengan nilai mencapai
Rp 12,1 triliun. Di antara berbagai anggaran tak jelas itu, pengadaan UPS
paling mencolok karena memakan biaya cukup besar.
Indikasi korupsi pada pengadaan UPS tahun 2014 telah
tercium oleh KPK. Berdasarkan data yang Basuki miliki, ada modus yang sama
dalam pengadaan UPS, yakni tender senilai Rp 6 miliar, tetapi pagunya Rp 5,8
miliar. "Saya memperkirakan pihak yang memasok alat ini satu orang, hanya
dia menggunakan nama perusahaan yang berbeda- beda," ujarnya.
Selain membidik oknum di DPRD, Basuki juga membidik
jajaran di bawahnya, salah satunya dinas pendidikan. Menurut dia, masih ada
orang-orang di kalangan suku dinas pendidikan yang nakal.
Dari penjelasan Lasro Marbun, mantan Kepala Dinas
Pendidikan DKI Jakarta (tahun 2014), pada APBD 2014, anggaran pendidikan
dipangkas hingga Rp 4,3 triliun. Namun, hingga anggaran disahkan, masih
ditemukan 55 paket yang seharusnya tidak masuk dalam anggaran dan tetap lolos.
Bukan untuk memakzulkan
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai
Gerindra, Muhamad Sanusi, mengatakan, yang dipersoalkan Dewan saat ini adalah
dokumen APBD 2015 yang tidak sah karena bukan hasil pembahasan dengan DPRD.
Laporan Gubernur kepada KPK atas dugaan anggaran siluman
pada APBD 2014, lanjutnya, tidak berhubungan dengan keabsahan dokumen APBD 2015
yang diserahkan eksekutif kepada Kementerian Dalam Negeri.
"Kalau memang ada anggota Dewan yang terlibat (dalam
dugaan dana siluman APBD 2014), silakan periksa saja. Kami semua patuh pada hukum.
Tetapi, itu tidak ada urusannya dengan APBD 2015 yang belum sah karena belum
ada penetapan dari Kementerian Dalam Negeri," tutur Sanusi.
Dia bahkan balik menuding adanya "anggaran
siluman" senilai Rp 20 triliun dalam APBD 2015. Dana itu, menurut Sanusi,
adalah belanja tidak langsung untuk gaji pegawai, tunjangan, serta belanja
telepon, air, listrik, dan internet, yang tidak dibahas bersama dengan Dewan.
"Di komisi saya, misalnya, ada program pemeliharaan
Jalan Suprapto Rp 50 miliar tanpa rincian panjang jalan atau aspal yang
dibutuhkan. Ada juga program pembangunan pipa air bersih Jatiluhur-Jakarta Rp
50 miliar," ujar Sanusi.
"Ketika kami tanya kenapa ada program itu, padahal
itu masuk ranah kementerian, dijawab usulan itu bukan dari mereka (SKPD). Ada
juga program hibah kampung deret senilai Rp 300 miliar. Program ini termasuk
temuan BPKP tahun 2013. Kami tanya lagi, dijawab hal yang sama, bukan usulan
mereka," katanya.
Itulah sebabnya, lanjut Sanusi, hak angket yang sudah
disetujui DPRD pada 26 Februari lalu tetap akan dilanjutkan.
Senada dengan itu, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi
PDI-P, Steven Setiabudi Musa, menegaskan, hak angket tetap bergulir karena
bertujuan mengoreksi kebijakan Gubernur.
"Tujuan kami melakukan hak angket tidak pernah untuk
memakzulkan. Kami hanya ingin Gubernur tahu bagaimana berkomunikasi dengan
baik," ujarnya.
Dukungan warga terus mengalir terhadap Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk mencegah penyimpangan
penggunaan APBD. Seperti terlihat dalam aksi "Gue Ahok, Lawan Aksi Begal
APBD" saat car free day di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu
(1/3/2015).
Warga berharap, kisruh persoalan APBD DKI antara Ahok dan
DPRD dapat diselesaikan dengan baik. Warga meminta, bila benar ada anggaran
siluman dalam APBD DKI, perlu ada tindakan tegas.
"Begal motor aja dibakar ya, masa begal APBD enggak
diapa-apain," ujar Erwan Kus (50), peserta car free day kepada Kompas.com,
di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu pagi.
Erwan mengatakan, bila benar adanya anggaran siluman,
pihak yang bermain anggaran tersebut sudah keterlaluan. Sebab, dana APBD
seharusnya diperuntukan bagi rakyat. Ia menyinggung salah satu kejanggalan,
yakni pengadaan uninterruptible power supply (UPS) yang mencapai miliaran
rupiah. (baca: Satu Perusahaan Pemenang Tender UPS Ternyata Toko Fotokopi)
"Dana pembelian UPS, aneh, fantastis gitu. Di kantor
saya ada UPS, di rumah saya juga ada. Tapi harganya enggak segitu," ujar
Erwan.
Erwan mengaku mendukung Ahok menyelesaikan persoalan APBD
DKI. "Hasil akhir saya berharap bisa diselesaikan kalau memang ada yang
salah. Saya dukung Ahok. Masalah omongan dia kasar, kan cuma begitu, tapi dia
jujur. Dari pada yang alim tapi begal," ujar Erwan.
Yanto (24), warga lainnya mengaku kecewa kepada DPRD DKI.
Seharusnya, kata dia, DPRD yang berperan mengawasi pemerintah. (baca: Ahok:
Gila, Ngapain Bikin Buku Trilogi? Ini Namanya Fitnah)
"Tetapi di sini terbalik. Justru Ahok yang
mengungkapkan adanya dana siluman di anggaran APBD," ujar Yanto.
Ia menduga ada pihak yang ingin menjegal langkah Ahok
untuk mengungkap dugaan adanya permainan di anggaran APBD.
"Kita sebagai generasi muda lihat Pak Ahok bener.
Justru yang jahat ini mau ngejegal. Makanya salah satu ngedukung Pak Ahok,
dengan cara ini," ujarnya.
Ratusan orang berkumpul memberikan dukungan terhadap
Ahok. Para peserta kebanyakan dari kalangan muda. Mereka membawa 2000 topeng
wajah Ahok, puluhan rim cetakan petisi, papan tulis, spanduk, dan lainnya.
Dugaan penyimpangan APBD DKI sudah dilaporkan Ahok kepada
KPK. Kini, KPK tengah melakukan telaah dan akan dilanjutkan ke penyelidikan
jika ditemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi. (baca: KPK Telaah Laporan
Ahok)
Ahok mempermasalahkan APBD DKI 2015 yang, menurut dia,
ada penyimpangan. Ahok menyebutkan, ada anggota DPRD yang memotong 10-15 persen
anggaran pada program unggulan dalam Rancangan APBD 2015, lalu dialokasikan
untuk program-program bernilai total Rp 12,1 triliun yang, menurut dia, tak
penting.
Usulan pengadaan uniterruptible power system (UPS) ternyata
tidak hanya untuk sekolah. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(RAPBD) 2015 hasil pembahasan komisi DPRD, delapan kecamatan dan 56 kelurahan
di Kota Adminstrasi Jakarta Barat juga diusulkan untuk mendapatkan UPS.
Berdasarkan dokumen RAPBD 2015 versi DPRD yang diterima
Kompas.com, besaran anggaran pengadaan UPS untuk setiap kelurahan dan kecamatan
itu Rp 4.220.000.000.
Kecamatan di Jakbar tersebut adalah Kecamatan Cengkareng,
Grogol Petamburan, Kalideres, Kebon Jeruk, Kembangan, Palmerah, Taman Sari, dan
Kecamatan Tambora.
Pengadaan UPS juga diusulkan untuk Kelurahan Angke,
Cengkareng Barat, Cengkareng Timur, Duri Kepa, Duri Kosambi, Duri Selatan, Duri
Utara, Glodok, Grogol, Jati Pulo, Jelambar, Jelambar Baru, Jembatan Besi dan
Jembatan Lima.
Begitu juga dengan Kelurahan Joglo, Kalianyar, Kalideres,
Kamal, Kapuk, Keagungan, Kebon Jeruk, Kedaung Kali Angke, Kedoya Selatan,
Kedoya Utara, Kelapa Dua, Kemanggisan, Kembangan Selatan, Kembangan Utara, Kota
Bambu Selatan, Kota Bambu Utara, dan Krendang.
UPS juga dianggarkan untuk Kelurahan Krukut, Mangga
Besar, Maphar, Meruya Selatan, Meruya Utara, Palmerah, Pegadungan, Pekojan,
Pinangsia, Rawa Buaya, Roa Malaka, Semanan, Slipi, Srengseng, Sukabumi Selatan,
Sukabumi Utara, Taman Sari, Tambora, TAnah Sereal, Tangki, Tanjung Duren
Selatan, Tanjung Duren Utara, Tegal Alur, Tomang, dan Kelurahan Wijaya Kusuma.
Dengan harga Rp 4.220,000.000 per UPS, berarti total
anggaran untuk pengadaannya mencapai Rp 270.080.000.000
Usulan proyek pengadaan UPS untuk kecamatan dan kelurahan
itu yang dicantumkan dari lembar 190 hingga 192 RAPBD hasil pembahasan di
Komisi A DPRD. Setiap lembar ada paraf Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris
Komisi A.
Hasil pembahasan itu ditandatangani di Jakarta pada 27
Januari 2015. Yang membubuhkan tanda tangan adalah Pimpinan Badan Anggaran Ir H
Triwisaksana Msc, Ketua Komisi A H Riano P Ahmad, H Petra Lumbun SH MH, Syarif
M SI.
Sebelumnya diberitakan, Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama membeberkan usulan anggaran siluman yang diajukan oleh DPRD DKI
kepada Dinas Pendidikan DKI dalam APBD 2015. Dua di antaranya adalah pengadaan
UPS di dua sekolah, yakni SMPN 37 dan SMPN 41. Setiap UPS dianggarkan sebesar
Rp 6 miliar. [Baca: Ini Usulan Anggaran Siluman DPRD DKI ke Dinas Pendidikan
yang Diungkap Ahok]
Saat dikonfirmasi, Kepala SMPN 41 membantah mengajukan
pengadaan UPS untuk sekolah yang dipimpinnya. "Saya tidak tahu soal itu.
Kami juga tidak pernah mengajukan," kata Afrisyaf kepada Kompas.com, di
kantornya, Jumat (27/2/2015). [Baca: Kepsek SMPN 41 Tak Pernah Ajukan UPS,
apalagi Harganya Rp 6 Miliar]
Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja
Purnama mengatakan bahwa kedatangannya ke Gedung KPK pada Jumat (27/2/2015),
tidak hanya bertujuan melaporkan dugaan
penggelembungan anggaran pengadaan perangkat penyedia daya listrik
(uninterruptible power supply) pada RAPBD 2015.
Ahok mengaku memiliki bukti-bukti seputar dugaan korupsi
yang terjadi di DKI Jakarta dari 2012-2014. Bukti-bukti itulah yang ia masukan
ke dalam dua koper, dan ia bawa ke kantor lembaga antirasuah itu. [Baca: Ke
KPK, Ahok Bawa Dua Koper dan Setumpuk Dokumen]
"Jadi tadi kami datang membawa bukti-bukti perbedaan
APBD yang saya ajukan dengan e-budgeting yang kami sepakati di paripurna dengan
yang dibuat oleh kawan-kawan di DPRD. Di situ angka saja sudah selisih cukup
banyak sampai Rp 12 triliun," kata Ahok usai menyampaikan laporannya.
[Baca: Datangi KPK, Ahok Minta Anggaran Siluman di APBD DKI Diusut]
"Barang-barang sudah kami bawa, nanti teknis yang
akan melakukan penelitian dan kita minta lakukan audit BPKP. Audit yang 2015.
Yang 2014 sedang dilakukan audit. Kalau 2012, 2013 sudah ada auditnya," ia
menambahkan.
Namun ia enggan mengungkapkan pihak-pihak yang diduga
terlibat, maupun besaran kerugian negara yang ditimbulkan. Ahok menyebut kedua
hal tersebut merupakan kewenangan penuh dari penyidik KPK.
"Saya kira selanjutnya mungkin tanya kepada pihak
KPK. KPK akan lakukan penyidikan segala macam. Saya tidak tahu. Biar hukum
saja, biar nanti KPK yang akan meneliti semua," ujarnya.
Saat kedatangannya itu, Ahok tampak didampingi oleh
sejumlah pejabat Pemprov DKI, di antaranya Sekretaris Daerah Saefullah dan
Kepala Inspektorat Lasro Marbun.
No comments:
Post a Comment