Perjalanan yang belum selesai (282)
(Bagian ke dua ratus delapan puluh dua, Depok, Jawa
Barat, Indonesia, 17 Mei 2015, 14.28 WIB)
Pengungsi rohingya: berkah bagi Muslim Indonesia.
Dalam beberapa pekan terakhir terdapat rasusan pengungsi
Muslim Rohingya-Bangladesh di Aceh dan Sumatera Utara.
Pengungsi ini sebelumnya juga mengungsi ke Thailand dan
Malaysia, namun di kedua negara ini mereka di tolak kedatangannya.
Thailand yang menemui kapal pengungsi ini di tengah laut
setelah membantu bahan makanan dan bahan bakar kemudian di usir ke luar
perairan mereka. Nampaknya keengganan juga dilakukan pemerintah Malaysia.
Kita sebagai bangsa mayoritas Muslim di dunia harus
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab dan menghargai
hak asasi manusia.
Dari segi biaya memang akan menjadi beban pemerintah,
yang kini menghadapi kesulitan ekonomi dan tingkat penganguran yang tinggi.
Namun, harus diingat pengungsi Rohingya, sebutan rohingya
adalah istilah pengungsi muslim asal bangladesh yang mengungsi ke Myanmar.
Mereka mengungsi karena di bangladeh mereka menghadapi
kehidupan yang sulit, miskin, dan terancam kelaparan. Seperti diketahui
Bangladesh adalah salah satu negara termiskin di dunia, yang miskin sumber daya
alam, dan berpenduduk padat, sehingga sulit bagi pemerintah Bangladesh
mengentaskan kemiskinan, sedangkan negara lain , terutama Barat enggan membantu
Bangladesh, karena miskin sumber daya alam, sehingga tidak memiliki harapan
yang baik untuk mereka agar bisa menjual berbagai produk ke bangladesh.
Tidak seperti Indonesia kaya sumber daya alam, walaupun
banyak dikuras dan dimanfaatkan kembali negara maju.
Menengok kembali masalah pengungsi Bangladesh/rohingya
kita sebagai bangsa Muslim terbesar di dunia harus membantu mereka, ini perlu
kita lakukan sebagai rasa syukur kita pada Allah yang maha memiliki seluruh
kekayaan alam semesta, yang telah memberi karunia rezeki berupa kekayaan alam,
batu bara, minyak bumi, gas, kelapa sawit yang bisa juga diolah jadi biodiesel,
potensi panas bumi terbesar di dunia, tambang emas, timah dan kekayaan sumber
daya manusia perlu bersyukur pada Allah dan berterima kasih pada Allah atas
karunianya itu melalui uluran tangan kita pada saudara kita pengungsi Rohingya.
Kita yang diberikan kekayaan alam dari Allah, jangan
selalu mempertimbangkan dari sisi dunia, namun juga dari sisi akherat, bukankah
Allah akan memberi rezeki kepada suatu kaum yang bertakwa, yang datngnya tidak
disangka-sangka sebelumnya.
Lihat Jepang, Korea, China kurang memiliki kekayaan alam,
harus bekerja keras dan menjual produk mereka dulu baru rakyatnya sejahtera.
Perhatikan negeri yang mayoritas bertakwa, Allah memberi
rezeki kekayaan alam melimpah, tanpa rakyatnya lebih kerja keras, dan berpikir
keras agar produk mereka bisa di jual negara lain dan produksi pertanian mereka
lebih produktif.
Qatar negeri Muslim walaupun kecil wilayahnya misalnya
kini jadi negara pengekspor gas alam cair (LNG) terbesar di dunia, disusul
Australia, Malaysia, Brunei Darusalam baru Indonesia.
Lihat Arab Saudi, menjadi produsen minyak mentah terbesar
di dunia (11 juta barel minyak per hari), belum lagi Oman, Persatuan Emirat
Arab, Yaman dan Irak, serta Iran.
Kecuali Amerika Serikat yang selain memiliki sumber daya
manusia pintar dan wilayah luas, tapi juga memiliki sumber daya alam besar
seperti minyak bumi dan gas alam, tapi juga digaris bawahi bahwa pertumbuhan
Muslim di AS adalah tercepat di dunia, hampir di seluruh kota besar di AS
memiliki Masjid dan Musholla, warga Muslim diberikan kebebasa beragama dan hak
hidup setara warga lain, sehingga Allah juga tidak melupakan AS dengan Rahmat
dan karunianya berupa kekayaan alam yang besar.
Nampaknya sebagian masyarakat Indonesia tidak perlu
menunggu uluran tangan pemerintah, sebagian masyarakat Aceh kini
berbondong-bondong memberi bantuan spontan, belum lagi sekelompok lembaga
bantuan masyakat, termasuk Yayasan cahaya Sunnah Radio Rodja ingin mengetuk
hati Muslim Indonesia untuk membantu pengungsi.
Nabi Muhammad dalam sebuah hadist berdialog dengan para
sahabatnya:
‘’Siapa hari ini tengah berpuasa (puasa sunnah,’’. Aku”,
jawab Abu Bakar Siddik, “Lalu siapa hari ini yang menjenguk orang sakit,’’ ‘’
aku,’’ jawab Abu Bakar lagi. Kemudian, Nabi bertanya lagi siapa hari ini yang
telah menyolatkan jenazah. ‘’Aku,’’ jawab Abu Bakar. Dan pertanyaan yang
keempat Nabi Muhammad bertanya lagi:’’ siapa hari ini sudah berinfak (sadakoh)
pada fakir miskin,’’Dijawab Abu Bakar lagi ‘’aku,’’.
Oleh sebab itu Nabi Muhammad dalam sabdanya bahwa Abu
Bakar yang melakukan empat kebaikan
dalam satu itu dalam satu hari, dinilai Nabi Muhammad sebagai salah satu orang
generasi para sanabat yang paling bertakwa.
Jadi infak (sadakoh) kita pada pengungsi Rohingya adalah
sebagai bentuk ketakwaan kita pada Allah. Kedatangan pengungsi Rohingya juga
sebagai salah satu ujian keimanan bagi bangsa Indonesia apakah kita tega
menzolimi saudara kita sendiri dengan mengusir nya ke tengah laut. Kalau ini
kita lakukan, tunggu saja azab Allah akan menimpa, berupa kesempitan rejeki dan
kemiskinan karunia Allah. Hati-hatilah.
Karena siapa tahu diantara pengungsi rohingya ada yang
rajin beribadah pada Allah dan banyak berzikir pada Allh, Ingat orang yang
terzolimi itu doa (kemarahan hatinya) diijabah Allah. Jangan sampai berbagai
musibah melanda Indonesia karena kita menzolimi pengungsi Rohingya.
Saya ingat cerita Nabi Muhammad dalam sabdanya, nanti
(pada generasi Tabiin, generasi kedua Islam), setelah generasi Nabi Muhammad
ada orang yang bernama Uais bin Amir Koroni, asal Yaman,.
Dia adalah orang miskin, namun taat beribadah, selalu
berdarma bhakti pada ibunya, karena ibunya lumpuh, kemana-mana selalu dia
gendong.
Kata Nabi Muhammad, salah satu ciri Uais bin Amir koroni
adalah ada sopak di badanya bekas terkena sakit kusta.
‘’Jika Anda menemui Uais ini, mintakan doa darinya,
doanya diijabah Allah, karena ketakwaannya itu,’’ Kata Nabi Muhammad kepada
para Sahabatnya.
Seusai Nabi Muhammad Wafat, kekhalifahan Abu Bakar belum
menemui Uais bin Amir Koroni.
Namun pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab barulah
ditemui Uais bin Amir Koroni itu setelah anak buah Umar memeriksa para kabilah
yang datang dari Yaman.
Ternyata Uais yang bekerja sebagai tukang mencari rumput
Onta para kabilah asal Yaman itu setelah diperiksa ciri-cirinya sama dengan
seperti yang telah diutarakan Nabi Muhammad.
Lalu setelah dibawa menghadap Umar, sesuai wasiat Nabi
Muhammad kami minta di doakan dari Anda wahai Uais, semula Uais enggan,’’:
Apalah artinya seorang miskin seperti saya dibandingkan Umar yang mulia,kata
Uais, namun, karena diceritakan ada pesan dan wasiat dari Nabi Muhammad ini
Uais lalu memanjatkan doa pada Allah untuk kebaikan Umar dan kekhalifannya.
Ini menunjukkan, bahwa orang yang paling mulia disisi
Allah adalah bukan orang paling kaya harta, tetapi orang yang paling bertakwa
seperti Abu Bakar dan orang miskin Uais bin Amir Koroni.
Jadi pengungsi Rohingya juga adalah saudara kita sesama
Muslim, jangan sampai kita menzolimi dan menyia-nyiakan mereka.
Ingat doa (sakit hati) orang yang terzolimi pasti di
ijabah (dikabulkan) Allah.
Kata Nabi Muhammad tidak ada penghalang (batas) doa
(sakit hati) orang yang terzolimi dengan Allah.
Ingat orang terzolimi kadang tidak ada sekat agama, karena rahmat Allah untuk semua mahluk selama
mereka hidup di dunia, sedangkan rahmat Allah untuk kehidupan akherat hanya
diberikan Allah untuk mereka yang bertakwa pada Allah.
Salah satu contoh orang yang dizolimi adalah ketika,
Utusan anak Geng His Khan, Hulagu Khan mengirim utusan (duta) ke penguasa Islam
di Baghdad. Namun utusan Hulagu Khan yang tengah membawa surat pesan dari raja
Mongolia itu, kemudian dipancung (dipenggal atas perintah pengusa. Irak). Kemarahan Hulagu Khan (menjadi orang
terzolimi) dikabulkan Allah, akhirnya kekhalifahan Irak kalah dalam perang
melawan tentara Hulagu Khan, dan banyak kaum Muslimin, termasuk perempuan dan
anak-anak yang dibantai tentara Hulagu Khan, dan banyak buku-buku Islam yang
dibakar dan banyak ulama Irak dipenggal.
Jadi doa orang terzolimi itu juga ke luar batas keimanan
seseorang, karena Rahmat Allah di dunia berlaku untuk semua mahluk, termasuk
semua suku, ras, dan semua agama.
Kalau Rahmat Allah di dunia untuk semua mahluk(termasuk
berbeda agama, ras, suku, dan berbeda asal usul), maka untuk di Akherat, tentu
saja Rahmat Allah hanya diberikan pada orang yang beriman (rukun Iman dan rukun
Islam) dan juga orang kafir bila Allah berkehendak, seperti penduduk terpencil yang
belum mendengar datangnya Islam, orang bisu tuli, dari sejak kecil sakit
pelupa, dan penyskit lain yang menghalangi dia mempelajari Islam
Makanya dari sisi harta di dunia, bisa saja orang kafir
jauh lebih kaya dibandingkan orang Islam yang kebanyakan tidak memiliki harta
dunia, namun Kata Allah orang paling kaya disisi Allah adalah orang yang paling
bertakwa.
Apalagi bangsa Rohingya adalah suku yang tidak disukai
dan dikehedaki kedatangannya di Myanmar, tekanan dan intimadasi dan teror kerap
dilakukan masyarakat Myanmar lain yang mayoritas Budha itu, ini juga terbukti
ketika pemerintah Myanmar segera mengirim pesawat Myanmar Airways ke Ambon,
Maluku, menjemput para nelayan myanmar yang bekerja sebagai nelayan di Tual,
namun diperlakukan sebagai pekerja budak, tapi ini tidak dilakukan terhadap
pemgungsi Rohingya baik di Thailand, Malaysia maupun Indonesia. Kasihan bangsa
Rohingya di intimidasi di Myanmar, kehadirannya di negara lain juga tidak
diinginkan. Padahal mereka selain mahluk Allah sesama saudara seiman (muslim),
hak-haknya sebagai manusia juga harus dihormati.
Orang Rohingya
Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.
Rohingya
Flag of the Rohingya
Jumlah penduduk
3 juta, anggaran[1]
Kawasan ramai penduduk
Myanmar (Arakan)
Bangladesh, Pakistan, UAE, Arab Saudi,Thailand
Bahasa
Bahasa Rohingya, Bahasa Burma
Agama
Islam, Sunnah
Kelompok etnik berkaitan
Senarai kumpulan-kumpulan etnik di Burma
Orang Rohingya kebanyakannya adalah satu kumpulan etnik
beragamaIslam di utara Negeri Rakhine yang terletak di Barat Burma. Kebanyakan
populasi Rohingya tertumpu di dua buah bandar utara Negeri Rakhine (yang
dahulunya dikenali sebagai Arakan):
Isi kandungan
[sorokkan]
1 Sejarah
1.1 Pencabulan Hak-hak Asasi Kemanusiaan
1.2 Pelarian
2 Penafian hak warganegara
3 Bahasa
4 Catatan
5 Rujukan
6 Pautan luar
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Sejarah orang Rohingya dikatakan bertarikh dari awal
kurun ke-7 di Negeri Arakan yang menjadi penempatan pedagang-pedagang Arab yang
beragama Islam, namun bukti sejarah tersebut adalah sedikit.[2]
Orang Rohingya memiliki persamaan fizikal, bahasa dan
budaya dengan orang Asia Selatan, terutamanya orang Benggali. Malahan, sesetengah
orang Rohingya yang menetap di Arakan adalah keturunan orang Arab, orang Parsi
dan orang Pashtun yang berhijrah ke Arakan semasa era pemerintahan Empayar
Mughal.
Sultan Mahmood, seorang Rohingya yang kaya dan
berpengaruh, merupakan setiausaha politik dalam kerajaan U Nu dan kemudiannya
dilantik sebagai Menteri Kesihatan. Orang Islam Rohingya lain dalam kerajaan U
Nu yang menjadi setiausaha parlimen antaranya ialah Sultan Ahmed dan Abdul
Gaffar. Abdul Bashar, Zohora Begum, Abul Khair, Abdus Sobhan, Rashid Ahmed dan
Nasiruddin (U Pho Khine) ialah juga ahli-ahli parlimen dalam kabinet U
Nu.[perlu rujukan]
Pencabulan Hak-hak Asasi Kemanusiaan[sunting | sunting
sumber]
Lihat juga: Penindasan ke atas orang Islam di Burma
Menurut Amnesty International, orang Rohingya terus
menerus menderita akibat pencabulan hak kemanusiaan oleh juntatentera Myanmar
sejak tahun 1978, dan akibatnya ramai yang telah melarikan diri ke negara jiran
seperti Bangladesh.[3]
"Gerakan pembebasan orang Rohingya disekat dengan
keras dan pada hakikatnya sebahagian besar mereka telah dinafikan
kewarganegaraan Myanmar mereka. Mereka juga tertakluk pada pelbagai bentuk
pemerasan dan pencukaian sembarangan; penyitaan tanah; pengusiran paksa dan
pemusnahan rumah; dan sekatan kewangan ke atas perkahwinan. Orang Rohingya
terus menerus dipaksa menjadi buruh dalam pembinaan jalan raya dan di kem-kem
tentera walaupun jumlah buruh paksa di utara Negeri Rakhine telah menurun sejak
sedekad yang lalu."
"Pada tahun 1978, dianggarkan seramai 200,000 orang
Rohingya telah melarikan ke Bangladesh berikutan operasi Nagamin’ (‘Raja Naga’)
tentera Myanmar. Secara rasmi kempen ini mensasarkan "pemeriksaan setiap
individu yang tinggal dalam negeri tersebut, menandai warganegara dan orang
asing bertepatan dengan undang-undang dan mengambil tindakan terhadap orang
asing yang menyusup masuk ke dalam negara secara haram". Kempen
ketenteraan ini disasarkan secara terus kepada orang awam, dan mengakibatkan
pembunuhan, rogol dan pemusnahan masjid serta penindasan agama secara
besar-besaran."
"Semasa 1991-92, satu gelombang baru orang Rohingya
yang dianggarkan berjumlah suku juta orang telah melarikan diri ke Bangladesh.
Mereka melaporkan tentang buruh paksa di samping hukuman mati terus, penyeksaan
dan rogol. Orang Rohingya dipaksa bekerja tanpa bayaran oleh tentera Myanmar di
projek-projek infrastruktur dan ekonomi, lazimnya dalam keadaan yang teruk.
Banyak pencabulan hak-hak kemanusiaan lain berleluasa dalam konteks buruh
paksaan orang awam Rohingya oleh pasukan keselamatan."
Pada 6 Februari 2009, Menteri Luar Indonesia, Hassan
Wirajuda telah mengkritik Burma kerana menzalimi pelarian Rohingya, selepas
hampir 400 orang pelarian Rohingya diselamatkan di pantai Sumatra pada Januari
2009.[4]
Pelarian[sunting | sunting sumber]
Gelombang berikutnya yang mengandungi ratusan ribu orang
Rohingya yang melarikan diri daripada Burma dan ramai pelarian itu membanjiri
negara jiran iaitu Bangladesh seramai 250,000 orang pada tahun 1978 kesan
daripada Operasi King Dragon di Arakan. Pada tahun 1991, berikutan tindakan
keras terhadap orang Rohingya, seramai 250,000 orang pelarian mencari
perlindungan di daerah Cox's Bazar di Bangladesh. Sesetengah mereka kemudiannya
dihantar pulang ke negara tersebut yang menafikan kewarganegaraan mereka.
Sesetengahnya masil berada dalam buangan dan tinggal di Bangladesh,Pakistan,
Arab Saudi, UAE, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Bermula pada tahun 2005,
UNHCR telah membantu penghantaran pulang orang Rohingya dari Bangladesh, tetapi
tuduhan mengenai pencabulan hak asasi manusia di kem-kem pelarian tersebut
telah mengancam usaha ini.[5]
Di sebalik usaha-usaha terdahulu oleh PBB, majoriti besar
pelarian Rohingya masih kekal di Bangladesh yang tidak dapat pulang kerana
tidak diterima oleh rejim di Burma. Kini mereka menghadapi masalah-masalah di
Bangladesh yang di sana mereka tidak mendapat sokongan daripada kerajaaan.[6]
Pada Februari 2009, ramai pelarian Rohingya telah ditolong olehpelaut-pelaut
Aceh di Selat Melaka selepas berada selama 21 hari.[7]
Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu (PBB) menjangka
kira-kira terdapat seramai 800,000 orang etnik Rohingya berada di Myanmar.
Penafian hak warganegara[sunting | sunting sumber]
Myanmar tidak mengiktiraf etnik Rohingya yang
berketurunan Bengali sebagai rakyatnya kerana kumpulan itu hanya memasuki
negara ini pada kurun ke-19 ketika pemerintahan Britain.
Menurut Perlembagaan Myanmar, hanya keturunan Bengali
yang tinggal di negara ini sebelum kemerdekaan daripada Britain pada 1948 serta
anak mereka, dianggap sebagai warganegara.
Justeru, mereka yang menetap di Myanmar selepas
kemerdekaan secara rasminya dianggap sebagai pendatang asing dan mengancam
keselamatan negara ini.
Pada asasnya, sukar untuk kebanyakan keturunan Bengali
mendapatkan status warganegara dan mereka menghadapi diskriminasi selain
pergerakan yang dihadkan, isu perkahwinan dan anak.[8]
No comments:
Post a Comment