Perjalanan yang belum selesai (271)
(Bagian ke dua ratus tujuh puluh satu , Depok, Jawa
Barat, Indonesia, 02 Mei 2015, 02.52 WIB)
Larangan menggunakan cadar: Teroris
Kongo menjadi negara pertama di Afrika yang melarang
Muslimah di sana menggunakan cadar, setelah perancis di Eropa.
Memang menggunakan cadar masih menjadi polemik juga di
kalangan ulama Islam, apakah sudah sesuai syariate atau berlebihan, sehingga
kini juga dimanfaatkan kelompok teroris untuk menyembunyikan identitas.
Apalagi citra Islam kini di mata dunia barat sangat buruk
akibat sekelompok orang yang menamakan jihad Islam melakukan tindakan yang di
luar batas hukum Islam itu sendiri, seperti memenggal para tawanan, menyandera
orang, melakukan bom bunuh diri, dan tindakan di luar batas ajaran Islam itu
sendiri, dan bertentangan dengan sifat Allah yang memberikan Rahmat kepada
semua mahluk ciptaannya, termasuk semua mahluk hidup bernyawa seperti binatang.
Bahkan Nabi Muhammad dalam sabdanya mengungkapkan ada
seorang wanita masuk neraka karena mengurung kucing hingga mati karena sulit
mencari makan, ada juga seorang wanita Yahudi masuk surga karena jasanya
memberi minum pada anjing yang lagi kehausan.
Jadi terorisme itu sendiri sangat jauh dari sifat Allah
yang memberikan Rahmatnya kepada semua mahluknya.
Republik Kongo, atau Kongo Brazzaville, melarang
penggunaan cadar yang menutup seluruh wajah untuk dipakai di tempat-tempat umum
di negara itu.
Pihak yang berwenang juga melarang umat Muslim pendatang
untuk menginap di dalam masjid-masjid.
Mereka menyatakan bahwa langkah-langkah tersebut diambil
dengan tujuan mencegah berkembangnya terorisme di sana.
Ribuan orang, terutama umat Muslim, telah mengungsi ke
Republik Kongo dari negara-negara tetangganya yang sedang mengalami pertikaian,
terutama dari Republik Afrika Tengah.
Para pengungsi umumnya beristirahat di masjid-masjid di
Kongo sebelum mendapat tempat penampungan yang lebih permanen.
Secara umum, penduduk Muslim di Republik Kongo adalah
minoritas, dengan jumlah kurang dari 5%.
Kongo merupakan negara pertama di kawasan Afrika yang
memberlakukan kebijakan seperti ini.
Di Eropa, Prancis merupakan negara yang juga
memberlakukan penggunaan cadar di depan umum berdasarkan undang-undang yang
diterapkan tahun 2010, dengan ancaman hukuman denda sekitar Rp2,5 juta.
Pertengahan tahun lalu, pengadilan Hak Asasi Manusia
Eropa mendukung larangan pemakaian niqab atau cadar setelah seorang perempuan
Prancis mengajukan gugatan karena menganggap larangan melanggar kebebasan
beragama.
Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa untuk pertama kalinya
mendukung larangan pemakaian niqab (cadar yang hanya menyisakan mata) yang
diberlakukan di Prancis.
Kasus ini diajukan oleh seorang perempuan Prancis berusia
24 tahun yang berpendapat bahwa larangan penggunaan niqab di muka umum
merupakan langgaran atas hak kebebasan beragama dan berekspresinya.
Namun, pengadilan HAM di Strasbourg memutuskan bahwa
pemerintah Prancis memiliki tujuan yang sah dalam upayanya menjaga keharmonisan
dan persatuan sosial di negara yang penduduknya beraneka ragam itu.
Dalam pernyataannya, Pengadilan HAM Eropa itu mengatakan
bahwa keputusan itu juga "mempertimbangkan pernyataan negara Prancis bahwa
wajah memainkan peran besar dalam interaksi sosial."
Undang-undang tentang larangan ini diberlakukan di
Prancis di bawah pemerintah konservatif Presiden Sarkozy empat tahun lalu.
Menurut undang-undang tahun 2010 tersebut, tidak ada
serorang pun yang diizinkan mengenakan pakaian yang menyembunyikan wajah di
muka umum.
Mereka yang melanggar larangan ini dapat dijatuhi hukuman
denda 150 euro atau sekitar Rp 2,5 juta.
RADIKALISME SEBAB DAN TERAPINYA
Oleh
Ustadz Dr Ali Musri Semjan Putra, MA
LATAR BELAKANG
Banyak hal yang melatar belakangi penulisan topik ini,
diantaranya adalah:
1. Semakin maraknya tindakan radikal di tengah-tengah
masyarakat, yang perlu mendapatkan perhatian serius dari semua kalangan, baik
dari kalangan tokoh masyarakat, pemerintah dan secara khusus para tokoh agama.
2. Terdapat kesalahpahaman di tengah sebagian masyarakat
dalam menyikapi tindakan radikalisme, dimana mereka berasumsi bahwa tindakan
radikal hanya dilakukan oleh orang yang fanatik dalam beragama.
3. Terdapat sebagian pihak yang memanfaat isu radikalisme
untuk menghambat laju perjalanan dakwah sunnah di bumi nusantra ini. Dan
menyebarkan informasi yang menyesatkan di media masa bahwa radikalisme
disebabkan oleh kepanatikan terhadap ajaran Islam.
TUJUAN BAHASAN
1. Sebagai betuk peran aktif kita dalam mencarikan solusi
terbaik terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa dan umat dewasa
ini.
2. Sebagai kewajiban bagi seorang Muslim untuk menepis
berbagai tuduhan negatif terhadap ajaran Islam yang mulia secara umum dan
terhadap dakwah Ahlusunnah secara khusus.
3. Sebagai untaian nasehat kepada umat, agar memeliki
sikap waspada terhadap berbagai isu dan pemikiran yang memojokkan Islam.
Sekaligus sebagai untaian nasehat kepada sebagian aktifis dakwah yang
menyelisihi manhaj salaf dalam menyampaikan dakwah.
DEFINISI RADIKALISME
Sepanjang yang kita baca dari referensi-referensi yang
ada, belum kita temukan bahwa radikalisme tertuju pada suatu ajaran agama,
apalagi ditujukan secara khusus kepada Islam. Akan tetapi kebanyakan definisi
mengkaitkannya dengan politik. Berikut ini kita nukilkan tentang pengertian
Radikalisme:
“Radikalisme (dari bahasa Latin radix yang berarti
"akar") adalah istilah yang digunakan pada akhir abad ke-18 untuk
pendukung Gerakan Radikal. Dalam sejarah, gerakan yang dimulai di Britania Raya
ini meminta reformasi sistem pemilihan secara radikal. Gerakan ini awalnya
menyatakan dirinya sebagai partai kiri jauh yang menentang partai kanan jauh.
Begitu "radikalisme" historis mulai terserap dalam perkembangan
liberalisme politik, pada abad ke-19 makna istilah radikal di Britania Raya dan
Eropa daratan berubah menjadi ideologi liberal yang progresif”[1] .
Melalui penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa
asal muasal tindakan radikal muncul dari salah satu aliran politik bukan dari
ajaran agama tertentu. Dengan kata lain dapat pula kita nyatakan bahwa gerakan
radikal tidak bersumber dari ajaran agama. Namun bisa saja terjadi kesalah
pahaman dalam agama menimbulkan gerakan radikal.
Kebiasan dalam stigma Radikalisme, suatu kelompok akan
menuduh kelompok lain sebagai kelompok radikal, belum ada standar yang jelas
dalam penilaian kapan suatu kelompok atau pribadi tertentu disebut sebagai
orang atau kelompok yang berpaham radikal. Selama ini wewenang penilaian selalu
diserahkan pada presepsi media masa atau pengaruh kekuatan politik. Hal
tersebut bisa dibuktikan dengan membaca sejarah radikalisme dari masa ke masa.
“Namun perlu kita ketahui bahwa tuduhan radikalisme untuk
umat Islam baru dikenal beberapa tahun belakangan ini. Diawali sejak perang
dingin antara dua negara adikuasa berakhir, setelah kalahnya adikuasa Uni
sovyet dalam melawan Afganistan. Lalu negara-negara Islam yang barada dalam
cengkraman negara tersebut berusaha melepaskan diri. Kemudian lebih mengemuka
lagi setelah kejadian 11 september di Amerika Serikat th 2001.
Akan tetapi suatu hal yang sangat mengherankan sekaligus
memalukan adanya pernyataan dari salah seorang yang dianggap sebagai tokoh
Islam bahwa ciri kelompok Radikalisme adalah jenggotan, celana cingkrang dan
selalu membawa mushaf kecil. Hal ini menunjukkan keterbelakangan tokoh tersebut
dalam segi informasi dan pemikiran apa lagi tentang pemahaman ajaran agama.
Pernyataan tersebut disamping tidak sesuai dengan fakta juga terselip bentuk
kebencian terhadap umat Islam yang berusaha menjalan agamanya sesuai dengan
yang diperintahkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[2]
SEJARAH RADIKALISME
Dalam wikipedia disebutkan: “Menurut Encyclopædia
Britannica, kata "radikal" dalam konteks politik pertama kali
digunakan oleh Charles James Fox. Pada tahun 1797, ia mendeklarasikan
"reformasi radikal" sistem pemilihan, sehingga istilah ini digunakan
untuk mengidentifikasi pergerakan yang mendukung reformasi parlemen.”[3]
Radikalisme dapat mengacu kepada beberapa hal berikut:
Ekstremisme, dalam politik berarti tergolong kepada
kelompok-kelompok radikal kiri, Ekstrem kiri atau Ekstrem kanan.
Radikalisasi, transformasi dari sikap pasif atau
aktivisme kepada sikap yang lebih radikal, revolusioner, ekstrem, atau militan.
Sementara istilah "Radikal" biasanya dihubungkan dengan
gerakan-gerakan ekstrem kiri, "Radikalisasi" tidak membuat perbedaan
seperti itu.
Dalam pengertian khusus:
Radikalisme (historis), sebuah kelompok atau gerakan
politik yang kendur dengan tujuan mencapai kemerdekaan atau pembaruan electoral
yang mencakup mereka yang berusaha mencapai republikanisme, penghapusan gelar,
redistribusi hak milik dan kebebasan pers, dan dihubungkan dengan perkembangan
liberalisme.
Partai Radikal - sejumlah organisasi politik yang
menyebut dirinya Partai Radikal, atau menggunakan kata Radikal sebagai bagian
dari namanya[4] .
Dalam kenyataan sejarah pihak yang berkuasa atau pihak
yang tidak mau kekuatannya dilemahkan selalu menuduh pihak yang lemah sebagai
kaum radikal. Sedangkan sikap radikal mereka terhadap orang lain tidak dinilai
sebagai tindakan radikal.
Radikalisme sudah mulai ada sejak diutusnya Rasul pertama
Nuh Alaihissallam , dimana kaum beliau tidak segan-segan mengejek dan menghina
Nabi Nuh Alaihissallam untuk mempertahankan keyakinan yg mereka anut. Kemudian
berlanjut sesuai dengan perjalanan waktu sampai pada masa Nabi Ibrâhîm
Alaiihssallam, dimana beliau mengalami penyiksaan dari kekuatan politik Namrud
yang Radikal. Selanjutnya nabi Musa Alaihissallam, bagaimana pula beliau
bersama bani Israil mengalami berbagai penyiksaan dan pembunuhan dari kekuatan
politik yang radikal dibawah pinpinan Fir’aun. Bahkan Fir’aun dan kaumnya
menuduh Nabi Musa Alaihissallam sebagai orang yang berbuat kerusakan di muka
bumi. Sebagaimana Allâh Azza wa Jalla sebutkan dalam al-Qur’ân:
وَقَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِ فِرْعَوْنَ أَتَذَرُ مُوسَىٰ
وَقَوْمَهُ لِيُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَيَذَرَكَ وَآلِهَتَكَ ۚ قَالَ سَنُقَتِّلُ
أَبْنَاءَهُمْ وَنَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ وَإِنَّا فَوْقَهُمْ قَاهِرُونَ
Masyarakat dari kaum Fir’aun berkata, "Apakah engkau
ingin membiarkan Musa berbuat kerusakan di muka bumi ini? Dan ia meninggalkan
kamu dan sesembahanmu." Fir’aun menjawab, "Kita akan bunuh anak-anaak
mereka yang laki-laki dan membiarkan anak-anak perempuan mereka. Dan
sesungguhnya kita orang-orang yang berkuasa di atas mereka. [Al-A’râf/7:128]
Demikian pula radikalisme yang dilakukan oleh umat Yahudi
terhadap Nabi Isa Alaihissallam. Hal yang sama, bahkan lebih dari itu yang
dialami oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para
Shahabat Beliau Radhiyallahu anhum di kota Mekah. Mereka ditindas, disiksa,
bahkan dibunuh.
Di zaman era globalisasi betapa banyak tindakkan politik
radikal yang telah membunuh ratusan juta jiwa dan membinaskan harta-benda,
seperti Afganistan, Iraq, Iran, Libia, Suria dan Yaman serta pembunuhan yang
terjadi di bumi Palestina yang tidak pernah dipandang oleh dunia sebagai
tindakkan radikal.
Maka inti dari permasalahan Radikalisme adalah ketika
menilai pelaku tindak radikal yang teroganisir sebagai gerakan anti
radikalisme, pada hal sejatinya mereka yang lebih pantas untuk disebut sebagai
kaum radikal.
SEBAB-SEBAB RADIKALISME[5]
Mengenal sebab tentang sesuatu hal yang ingin kita terapi
adalah amat penting. Karena melalui sebab-sebab tersebut akan dilakukan
diagnosa untuk memberikan terapi yang tepat terhadap suatu penyakit. Oleh sebab
itu sebelum memberikan resep dan terapi, kita penting mengenal sebab akibat
dari suatu penyakit. Supaya terapi yang diberikan tepat mengena sasaran,
sehingga diharapkan kesehatan akan sangat cepat dapat dipulihkan. Bahkan
terapinya tidak mesti makan obat, akan tetapi mungkin cukup dengan menghindari
sebab-sebanya saja.
Jika kita cermati banyak sekali persoalan yang mendukung
dan menyebabkan muncul dan berkembangnya Radikalisme. Pada berikut ini kita
akan sebutkan yang paling dominan saja, diantaranya:
1. Penjajahan dan pencaplokan terhadap negara-negara
Muslim, seperti Palestina, Iraq, dan Afganistan. Dunia bungkam seribu bahasa
terhadap penjajahan yang dilakukan Israil dan Amerika. Kenapa presiden George
Bush tidak dibawa ke mahkamah international sebagai penjahat perang. Karena ia
telah menentang keputusan PBB dan dunia international dalam penyerbuannya ke
Iraq. Bahkan alasan penyerbuan tersebut tidak terbukti seperti yang dituduhkan
bahwa adanya pembuatan senjata pembunuh massal dan nuklir di Iraq. Demikian
pula kekejaman Israil terhadap rakyat Palestina. Kenapa dunia international
tidak menindak dan menghukum Israil terhadap kejahatan dan kekejamannya di
Palestina? Kenapa Israil boleh membangun pabrik pengayaan uranium dan senjara
nuklir tetapi negara lain tidak? Apakah ini semua yang dinamakan sebagai
keadilan dan demokrasi yang diterapkan dan dipaksakan oleh barat dan Amerika
kepada negara-negara lain?
Sesungguhnya semua hal ini tidak luput dari perhatian
pemimpin-pemimpin negara Muslim. Mudah-mudahan Allâh Azza wa Jalla memberikan
kekuatan kepada mereka untuk berani berbicara di dunia international demi
keadilan.
Kenapa yang dihancurkan dan dimusnahkan adalah negara dan
manusia yang tidak bersalah hanya demi untuk menangkap Saddam dan Bin Laden?
Sesungguhnya orang-orang kafir memang tidak akan pernah berbuat adil.
وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zhalim.
[Al-Baqarah/2:254]
Dalam ayat lain Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ
ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa
Allâh lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya
Allâh memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata
(mereka) terbelalak [Ibrâhîm/14:42]
Allâh Azza wa Jalla tegaskan lagi pada ayat lain:
إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung
[Yûsuf/12:23]
2. Penindasan
terhadap umat Islam di berbagai belahan dunia terutama di negara-negara yang
mayoritas penduduknya orang-orang kafir, mereka dikekang dan dibelenggu, tidak
bebas menjalankan ajaran agama mereka secara sempurna. Walaupun menurut
undang-undang international setiap individu dijamin kebebasan untuk menjalankan
agamanya. Akan tetapi undang-undang ini hanya dinikmat oleh orang-orang kafir
yang berada di negara-negara Muslim. Adapun untuk orang Muslim yang berada di
negara-negara orang-orang kafir undang-undang tersebut tidak diberlakukan.
Tentu yang berkewajiban menyampaikan hal ini adalah para penguasa Muslim di
hapan para pemimpin dunia.
3. Kezhaliman
dari sebagian penguasa terhadap aktivis-aktivis dakwah, yang menimbulkan dendam
yang berkepanjangan dalam diri sebagian mereka. Kemudian diiringi dengan
konflik perebutan kebijakan dalam kekuasaan antara aktifis dakwah dengan
sebagian penguasa. Sehingga tidak jarang bermuara kepada penculikkan dan
pembunuhan dari pihak penguasa terhadap aktifis dakwah. Ditambah lagi adanya
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang sengaja membenturkan antara umat
Islam dengan pihak penguasa. Sehingga ada kekuwatiran dari pihak penguasa akan
terjadinya Islamisasi terhadap sebuah bangsa. Lalu dianggap dapat mengganggu
keamanan dan persatuan bangsa.
Kesalahan ini tidak bisa dibebankan pada pihak tertentu,
tetapi dari kedua belah pihak terdapat kesalahan. Karena diantara aktivis
dakwah ada yang menjadikan isu Islam sebagai batu loncatan untuk memuaskan
nafsu politiknya. Tetapi perlu diyakini oleh semua penegak bangsa ini bahwa
Islam adalah perekat persatuan bangsa. Islam menyuruh pemeluknya untuk taat
kepada penguasa dalam segala kebenaran. Islam mengharamkan tindaka-tindakan
yang dapat melemahkan penguasa walau terdapat penyimpangan di tengah-tengah
penguasa. Hal ini ditekankan oleh setiap Ulama dalam kitab-kitab aqidah
Ahlussunnah wal jama'ah.
4. Kebodohan umat
terhadap agama terutama masalah aqidah dan hukum-hukum jihad.
Tatkala kebodohan dan kemunduran terhadap pemahaman agama
tersebar di tengah-tengah masyarakat Islam, terutama generasi muda, maka ini
menjadi ladang subur bagi alira-aliran sesat untuk menyebarkan doktrin-doktrin
mereka termasuk gerakan Radikalisme terutama dikalangan generasi muda.
Pembodohan tersebut ada terprogram dalam sistem pendidikan dan ada pula yang
tidak disengaja.
5. Ghuluw (eksrim) dalam pemahaman dan pengamalan agama
dari sebagian generasi muda Islam. Semangat beragama yang tidak diiringi dan
didukung oleh pengetahuan agama yang cukup dan pemahaman yang benar sering
membawa kepada sikap eksrim dalam bersikap dan bertindak.
Sesungguhnya setan dalam menjerumuskan manusia kedalam
kesesatan itu dengan memanfaatkan dua pintu; pintu syahwat (maksiat) dan pintu
syubhat (bid'ah/ ghuluw). Jika seseorang gila syahwat maka setan akan
menyesatkanya melalui pintu maksiat. Dan bila seseorang senang berbuat taat,
maka setan akan menyesatkan melalui pintu bid'ah atau ghuluw. Hal ini terjadi
jika keta'atan tersebut tidak berdasarkan kepada ilmu dan sunnah.
Yang dimaksud dengan ghuluw adalah melampaui batas
perintah agama, sampai akhirnya terjerumus kepada perbuatan bid'ah. Berikut
kita sebutkan dalil dari al Qur'an dan sunnah tentang larangan tindakan ghuluw
dalam agama:
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا
عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ
Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam
agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allâh kecuali yang benar
[An-Nisâ/4:171]
Dan Firman Allâh Azza wa Jalla :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ
الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا
كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
Katakanlah, "Hai Ahli Kitab! Janganlah kamu
berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya
(sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan
(manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus" [Al-Mâidah/5:77]
Diriwayat oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu bahwa
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Wahai manusia!
Jauhilah sikap ghuluw (eksrim) dalam beragama. Karena sungguh sikap ghuluw
beragama telah membinasakan orang-orang sebelum kalian"[6] .
6. Jauh dari bimbingan Ulama dalam mempelajari dan
memahami ajaran agama.
Mempelajari agama dengan acara otodidak atau belajar
agama bukan kepada ahlinya adalah diantara penyebab utama lahirnya berbagai
kesesatan dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama. Yang salah bukan
agama, akan tetapi cara dan jalan yang ditempuh dalam memahaminya. Oleh sebab
itu Allâh Azza wa Jalla perintahkan agar kita bertanya kepada ahlinya.
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu jika
kamu tidak mengetahui. [An-Nahl/16:43]
Jangankan ilmu agama, ilmu dunia sekalipun jika tidak
dipelajari melalui ahlinya akan membawa kepada kebinasaan. Coba kita bayangkan
jika seseorang ingin menjadi seorang dokter. Ia pergi ke toko buku lalu ia beli
segala buku kedokteran. Kemudian ia coba memahami sendiri di rumah tanpa
belajar kepada ahli kesehatan. Atau buku tersebut ia pahami menurut konsep
dukun atau ia pelajari melalui dukun. Lalu setelah lima tahun ia membuka pratek
pelayanan kesehatan, kira-kira bagaimana jadinya jika orang seperti itu mengobati
masyarakat. Orang seperti ini pasti ditangkap dan diproses kepengadilan karena
dianggap sebagai dokter gadungan. Tetapi sekarang banyak Ulama dan da’i
gadungan kenapa tidak ditangkap? Padahal mereka jauh lebih berbahaya dari
dokter gadungan.
Kemarin ia sebagai bintang film, pelawak, model, penyanyi
dan bekas tahananan kejahatan. Tiba-tiba hari ini menjadi da’i kondang dan
berfatwa dengan seenaknya. Tokoh politik pun ikut berbicara masalah agama dan
mengacak-acak ajaran agama.
Dan lebih sadis lagi, ada yang belajar Islam kepada orang
kafir. Mereka yang sudah nyata-nyata sesat dalam memahami Taurat dan Injil,
lalu mengapa sekarang al-Qur’an dipelajari melalui mereka? Sekalipun ini terasa
aneh tapi nyata.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin 'Ash Radhiyallahu
anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya Allâh tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari
(dada) manusia. Akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama,
sehingga tatkala Dia tidak menyisakan seorang pun yang berilmu maka manusia pun
menjadikan para tokoh yang tidak berilmu (sebagai ulama). Lalu mereka ini
ditanya (tentang permasalahan agama) maka mereka pun berfatwa tanpa didasari
ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan.[7]
7. Kemungkaran
merajalelal di tengah masyarakat, baik dari segi akhlak maupun pemikiran.
Alasan kebesan dalam berfikir dan bersikap telah membuka pintu lebar-lebar bagi
para penyembah hawa nafsu dan kaum zindiq untuk merusak ajaran agama.
Ini lebih tepat kalau kita sebut kebablasan bukan
kebebasan. Kebebasan seperti ini sangat sulit untuk dibedakan dengan kebebasan
hutan belantara dengan kebebasan manusia yang memiliki akal. Sebaliknya bila
ada orang yang menjalankan ajaran agama secara benar dianggap melanggar
kebebasan. Kebebasan sepihak ini membuat sebagian pihak tidak senang dan memicu
tindak Radikal di tengah-tengah masyarakat.
8. Pengawasan yang lemah dari badan penegak hukum dalam
menindak berbagai bentuk pelanggaran hukum yang terjadi. Terutama sekali bagi
orang yang menghina dan mencela simbol dan hukum-hukum agama. Hukum Allâh Azza
wa Jalla disalahkan dan dikritik habis-habisan, adapun undang-undang dan hukum
buatan manusia tidak boleh dikritik dan disalahkan. Bagaimana jika seandainya ada
seseorang yang menafsirkan Undang-undang 45, dan KUHP dengan seenaknya dan
semaunya. Pasti orang tersebut akan dihukum sesuai dengan undang-undang yang
berlaku. Namun bila ada orang yang menafsirkan al-Qur'ân dengan seenaknya lalu
mengolok-olok hukum Allâh Azza wa Jalla dan isi al-Qur'ân, bila dituntut untuk
dihukum dan diproses, dianggap bertentangan dengan undang-undang hak asasi
manusia. Bahkan penistaan agama terdapat di kampus-kampus Islam, seperti
baru-baru ini kaum Muslimin dihebohkan oleh tindakan mahasiswa salah satu
kampus Islam yang membuat spanduk bertuliskan “Tuhan telah membusuk”.
9. Para da'i
kurang matang dari segi ilmu, kesabaran dan pengalaman dalam menghadapi
tantangan dakwah. Sebahagian orang ada yang menginginkan jika berdakwah mulai di
pagi hari, maka di sore hari harus melihat perubahan total 180 darjat. Hal ini
bertentangan sunnah kauniyah dan sunnah syar'iyah. Secara kauniyah segala
sesuatu mengalami perubahan dengan cara beransur-ansur. Demikian pula dalam
sunnah syar'iyah, Allâh Azza wa Jalla menurunkan syari'atnya secara
beransur-ansur. Diantara para Nabi ada yang berdakwah ratusan tahun, seperti
nabi Nûh Alaihissallam, akan tetapi beliau Alaihissallam sabar dalam menunggu
hasil. Diantara mereka juga yang diutus kepada penguasa yang kejam, seperti
nabi Ibrâhîm Alaihissallam dan nabi Musa Alaihissallam, namun mereka sabar
dalam mendakwahi kaumnya. Tidak pernah mengajak pengikutnya untuk menculik dan
merusak fasilitas negara. Demikian pula halnya nabi kita Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam saat Beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam di Mekah, Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pengikutnya disiksa dan dihina, bahkan ada
keluaga Ammâr bin Yasir Radhiyallahu anhu disiksa dihadapan Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam . Ketika itu, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
melakukan perbuatan radikal kepada orang kafir, bahkan menyuruh sebahagian
Shahabat untuk hijrah ke negeri Najasyi yang beragama Nasrani. Tidakkah para
da'i kita mengambil 'ibroh dan pelajaran dari perjalanan dakwah nabi kita
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?
TERAPI RADIKALISME
1. Menghentikan penjajahan terhadap negara-negara Muslim,
serta mengembalikan hak-hak umat Islam terutama di Palestina, Afganistan, Irak
dan Miyanmar.
Pada awal makalah ini telah kita paparkan tentang
beberapa sebab yang memicu munculnya aksi radikalisme di berbagai negara di
dunia. Menurut hemat kami, penjajahan dan pencaplokan terhadap negara-negara
Muslim, seperti Palestina, Iraq, dan Afganistan adalah diantara sebab utama dalam
persoalan ini. Maka untuk solusinya adalah menghentikan segala bentuk
penjajahan tersebut. Termasuk juga pemaksaan barat untuk mengikuti sistem
politik mereka. Karena masing-masing belahan dunia memiliki karakteristik yang
berbada. Jangan mau disamakan semua bentuk sistem politik di seluruh dunia. Ini
telah melanggar hak kebebasan sebuah negara dalam menentukan cara hidup
bernegara mereka. Ini adalah penjajahan yang dibungkus dengan sempalan
demokrasi.
2. Menghentikan
penindasan dan pengekangan terhadap umat Islam dari kebebasan menjalankan
ajaran agama mereka, terutama di negara-negara yang mayoritas penduduknya
orang-orang kafir.
Menurut hemat kami gerakkan radikalisme akan bisa
ditanggulangi bahkan dihentikan, bila penindasan dan pengekangan terhadap umat
Islam dari menjalankan ajaran agama mereka dihentikan terutama di negara-negara
yang mayoritas penduduknya orang-orang kafir.
3. Menegakkan
nilai-nilai keadilan di tengah-tengah masyarakat, serta menumpas segala bentuk
maksiat dan kemungkaran terutama penodaan terhadap agama.
Disamping kita mengecam aksi radikalisme, sebaliknya
perlu pula mencegah segala macam bentuk kemungkaran, terutama sekali pencemaran
dan penodaan agama di tangan orang-orang liberal. Karena hal ini juga akan
berakibat kepada radikal. Walau diawalnya tidak terkesan menimbulkan aksi
radikalisme, namun muaranya tetap berakibat ke sana. Karena mereka menciptakan pembodohan
dalam agama, bila masyarakat bodoh dengan agama doktrin-doktrin sesat sangat
mudah berjangkit di tengah-tengah masyarakat. Ibaratnya jika masyarakat tidak
diberi gizi aqidah yang sehat maka masyarakat akan mudah terjangkit berbagai
macam penyakit aqidah yang sesat.
4. Menanamkan
aqidah yang benar kepada umat, terutama generasi muda.
Karena jika kita cermati, hanya dengan mengajarkan aqidah
yang benar segala bahaya bisa kita hadapi. Islam memiliki solusi yang sempurna
untuk memecahkan segala permasalahan, baik sosial politik maupun sosial
keagamaan termasuk hubungan antar umar beragama. Islam mengharamkan perbuatan
zhalim terhadap sesama manusia bahkan terhadap binatang sekalipun. Radikalis
tidak mungkin bisa ditumpas dengan kekuatan pasukan dan senjata semata.
Sekalipun personnya mati, akan tetapi pemikiran dan doktrinnya tetap berkembang
melaui tulisan dan media-media lainnya. Di negeri ini banyak sekali referensi
yang menyebar dan menebar doktrin radikalis dengan alasan kebebasan berpendapat
dan berfikir.
5. Mempelajari
ilmu agama dari Ulama yang terpercaya dan dalam ilmunya, bukan orang yang
berpura-pura seperti Ulama.
Perlu kami tegaskan sekali lagi, bahwa yang kami maksud
pakar agama di sini adalah orang yang menimba ilmu agama dibawah asuhan Ulama,
bukan dibawah asuhan orang yang tidak mengerti agama. Seperti orang mempelajari
agama kepada tokoh-tokoh kafir, dimana mereka telah membuat kerancuan-kerancuan
dalam pemahaman agama. Lalu kerancuan itu dibungkus dengan istilah pembaharuan,
yang pada hakikatnya adalah membuat penyelewengan dalam agama.
Firman Allâh Azza wa Jalla :
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Bertanyalah kepada para Ulama jika kamu tidak mengetahui
(sebuah perkara agama)
Disamping itu perlu ada dukungan nyata dari penguasa
untuk menfasilitasi para tokoh agama dalam menyampaikan pesan-pesan agama
kepada masyarakat. Ironisnya, yang kita dapati dewasa ini banyak yang berbicara
agama bukan dari kalangan Ulama. Apalagi bila kita bicara masalah materi dan kualitas
keilmuannya yang sangat jauh di bawah standar layak. Oleh sebab itu, tidak
mengherankan bila kita temui di tengah-tengah masyarakat paham-paham aneh dan
penyimpang. Betapa pula banyak kita saksikan para penjual ayat-ayat Allâh Azza
wa Jalla demi mendapatkan popularitas, kedudukan dan jabatan. Mereka memutar
balikan pengertian ayat-ayat Allâh, secara khusus ayat-ayat yang berbicara
plural.
Hasil dari pendidikan agama yang jauh dari bimbingan
Ulama akan bermuara kepada dua hal: Pertama, ghuluw atau ifraath (eksrim) yaitu
kelompok yang berlebih-lebihan dan suka melampui batasan-batasan agama. Kedua:
Jafâ’ atau tafrîth (pelecehan) yaitu kelompok yang suka mempemainkan dan
melecehkan perintah-perintah agama. Kedua-duanya akan bermuara kepada radikalisme.
Solusinya adalah kembalikan kedudukan Ulama di tengah-tengah masyarakat sebagai
pengayom, pemandu dan pengarah. Demikian pula, para Ulama harus benar-benar
menyadari tagung jawab mereka atas umat. Dimana di akhirat kelak mereka akan
diminta pertanggungjawaban dan akan ditanya tentang ilmu dan fatwa-fatwa
mereka. Maka seyogyanya, setiap penyuluh agama benar-benar berbicara sesuai
dengan ilmu yang berdasarkan al-Qur’ân dan Sunnah yang shahih.
6. Mengembalikan persoalan-persoalan penting kepada
Umara’ dan Ulama.
Banyak hal penting yang seharusnya menjadi hak penguasa
yang direbut oleh sebahagian ormas Islam sehingga menimbulkan dualisme
kebijakan, yang pada akhirnya berpeluang untuk terjadinya konflik atar sesama
golongan dan kelompok. Sebaliknya, banyak pula hal yang seharus dibawah
otoritas Ulama akan tetapi direbut oleh penguasa. Keretakan dalam kebijakkan
ini berpeluang besar untuk saling rebut kepentingan yang akan bermuara kepada
konflik harizontal.
Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, "Dan
apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. Dan jika seandainya mereka itu menyerahkannya kepada
Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengambil
keputusan (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau
tidaklah karena karunia dan rahmat Allâh kepada kalian, tentulah kalian
mengikuti syaitan, kecuali sebahagian kecil" [An-Nisâ/4:83]
Sebagian Ulama ahli tafsir mengartikan ulil amri dalam
ayat tersebut dengan Umara’ dan Ulama.
7. Kerjasama antara Ulama dam Umara' dalam pencerahan
pemahaman agama kepada generasi muda.
Melalui tulisan ini kami mengusulkan kepada berbagai
pihak terkait untuk membenahi tatanan pembinaan generasi muda bangsa ini.
Mereka tidak dibina dari segi keterampilan dan keilmuan semata tapi yang lebih
penting lagi pembinaan akhlak dan keimanan. Kemudian memperbaiki mutu kurikulum
pendidikan agama dalam berbagai jenjang pendidikan, terlebih khusus kurikulum
Aqidah. Agaknya pemerintah perlu menyediakan anggaran untuk kelancaran
pencerahan pemahaman Islam di tengah-tengah generasi muda. Serta menghilangkan
berbagai kecurigaan tentang perkembangan Islam. Sesungguhnya Islam adalah
rahmat untuk seluruh umat.
8. Perhatian orang tua terhadap pendidikan agama
anak-anak mereka serta mengawasi kegiatan anak-anak mereka di luar rumah.
Diantara hal yang sangat memperihatinkan di masa moderen
ini adalah hubungan antar anggota keluarga. Semua kita sibuk dengan urusan masing-masing,
sehingga rumah tangga seperti hotel, penghuninya tidak saling komunikasi antara
satu dengan yang lainnya. Hubungan anak dengan orang tua hanya sebatas memberi
makan dan kebutuhan lahiriyah semata.
Amat jarang orang tua memberikan perhatian pendidikan
agama bagi amak-anak mereka. Mereka berani membayar ratusan ribu bahkan jutaan
untuk kursus bahasa inggris, matematika, sains dan ilmu lainya, namun untuk
pendidikan agama tidak mau membayar walau sepuluh ribu perbulanya. Mereka
berlangganan majalah setiap bulan dan koran setiap hari, akan tetapi buku-buku
agama tidak pernah mereka belikan untuk anak-anak mereka. Perlu diketahui bahwa
manusia memiliki dua sisi kebutuhan yang tidak bisa diabaikan salah satu di
antara keduanya; kebutuhan rohani dan jasmani. Bahkan kebuthan rohani jauh
lebih penting untuk dipenuhi daripada kebutuhan jasmani. Seharusnya setiap
kepala keluarga melindungi anggota keluarga mereka masing-masing dari berbagai
pengaruh aliran sesat. Dengan cara memberikan pengetahuan agama yang benar
kepada anggota keluarga mereka.
9. Kepedulian masyarakat terhadap sesama, meninggalkan
sikap acuh dan individualisme.
Diantara sebab berkembangnya paham radikalisme adalah
sikap ketidakpedulian masyarakat terhadap sesama. Sehingga radikalisme dapat
berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat yang lain dalam menyebarkan doktrin
mereka di tengah-tengah masyarakat. Maka diantara solusi yang dapat
mengantipasi perkembangan paham radikalisme dan paham-paham sesat lainnya
adalah dengan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sesama dan
meninggalkan sikap acuh serta individualisme. Sistem komunikasi modern mampu
membuka jaringan komunikasi jarak jauh, namun terkadang merusak jaringan
komunikasi jarak pendek. Sering sebuah keluarga tidak kenal dengan tetangganya.
Ia tidak menyadari bahwa buruk dan baiknya tetangga akan mempengaruhi
ketentraman kelurganya.
Salah satu ciri aliran sesat dalam mengembangkan
ajarannya adalah dengan bersembunyi-sembunyi dalam menyampaikan ajaran agama.
Untuk ikut kedalam kelompoknya memiliki syarat-syarat tertentu yang harus
diikuti.
Umar bin Abdul 'Aziz rahimahullah berkata, "Apabila
engkau melihat sekelompok kaum bersembunyi-sembunyi dengan sesuatu dalam urusan
agama mereka tanpa melibatkan orang umum, maka ketahuilah sesungguhnya mereka
sedang menciptakan sebuah kesesatan."[8]
Ini bukan berarti bahwa masyarakat senantiasa harus
mencurigai majlis-majlis pengajian, akan tetapi perlu klarafikasi terhadap
kelompok kajian yang tertutup, dan melaporkan kepada pihak terkait untuk
melakukan penelitiaan, apakah ada penyimpangan dalam kelompok kajian tersebut.
10. Meningkatkan pengawasan Ulama dan pihak terkait
terhadap perkembangan pemahaman agama yang berkembang di masyarakat.
Hendaknya para Ulama juga pihak-pihak terkait meningkat
pengawasan mereka terhadap perkembangan pemahaman keagamaan di tengah-tengah
masyarakat. Agar segala bentuk penyimpangan yang terjadi dalam pemahaman agama
dapat diantisipasi sejak dini. Ibarat api jika masih dalam bentuk nyala lilin
sangat mudah untuk dipadamkan. Namun apabila sudah menjadi besar dan
bergejolak, api tersebut akan sangat sulit untuk dipadamkan.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Kesimpulan
Diantara bagian terpenting dalam mencegah dan
menanggulang radikalisme adalah pelunya memperhatikan sebab-sebab yang
memancing untuk bangkit dan berkembangnya paham radikal.
Bahwa pencegahan dan penanggulangan radikalisme perlu
dilakukan dengan cara lebih fokus, terarah dan terkoordinir dengan melibat
unsur-unsur penting dari kalang Ulama dan umara'.
Ulama dan keluarga memiliki peran penting dalam
pencegahan dan penanggulangan perkembangan paham radikal.
Pencegahan radikalisme akan lebih efektif dengan
melakukan pendekatan persuasif dan pendekatan emosional keagamaan dari pada
pencegahan dengan menggunakan senjata.
Penutup
Sebagai penutup kami mohon maaf atas segala kekurangan
dan kekeliruan dalam penyampaian materi ini. Semua itu adalah karena
keterbatasan ilmu yang kami miliki. Semoga apa yang kami sampaikan ini
bermanfaat bagi kami sendiri dan bagi kaum Muslimin semua.
Semoga Allâh Azza wa Jalla memperlihatkan kepada kita
yang benar itu adalah benar, kemudian menuntun kita untuk mengikutinya. Dan
memperlihatkan kepada kita yang salah itu adalah salah, dan kita dijauhkan dari
mengikuti hal yang salah tersebut.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun
XVIII/1436H/2014. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196]
No comments:
Post a Comment