Perjalanan yang belum selesai (268)
(Bagian ke dua ratus enam puluh delapan , Depok, Jawa
Barat, Indonesia, 26 April 2015, 14.52 WIB)
Berzikirlah dengan suara yang lembut , tidak mengeraskan
suara.
Menurut Ustad Abu Yahya Badrussalam dalam tauziahnya di
radio Rodja, Allah dan Nabi Muhammad secara khusus tidak memberitahu tatacara
berzikir, baik seusai sholat, maupun waktu lain, hanya Allah dalam firmannya
dalam:
Surah Al Araf (205) Allah berfirman: “Dan sebutlah (nama)
Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut , dan dengan tidak
mengeraskan suara , di waktu pagi dan petang , dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang lalai.
Ayat ini memberi tahu kita hendaklah kita berzikir dengan
tidak mengeraskan suara, apalagi sambil menggelengkan kepala, dan Nabi Muhammad
seusai sholat melakukan zikir sendirian, tidak berjamaah (ramai-ramai) dengan
jemaah lainnya.
Karena kalau kita mengeraskan suara bisa mengganggu
kekhusuan orang lain yang mungkin tengah melakukan sholat.
Salah satu pembuka jalan dikabulkan doa kita adalah
mengawalinya dengan pujian terhadap Allah dan salawat terhadap Nabi Muhammad,
juga dalam akhir doa.
Zikir tertinggi adalah mengucapkan Laillahaillaulah
(Tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah), selain zikir mengucapkan
Subhanaulah (Maha suci Allah), Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah) , Allahu
Akbar (Allah Maha Besar), Walakhauwalakauwataillabillah (Tiada kekuatan lain
selain Allah yang bisa mengabulkan doa kita).
Selain berzikir jangan lupa juga kita membaca Istighfar
(Astagfirullah allazim, atau Astagfirullah wautubu ilaih , Ya Allah ampunilah
segala dosa-dosa yang telah diperbuat Hambamu).
Nabi dan Rasul saja yang maksum (tanpa dosa), karena
dijaga Allah, selalu beristighfar pada Allah apalagi kita manusia biasa yang
banyak bebuat maksiat.
Kata Nabi: Setiap anak Adam (manusia) pasti pernah
berbuat dosa, baik dia sadari atau tidak sadar, karena sejak Nabi Adam jadi
khalifah di Bumi, iblis pun menyertainya untuk menjerumuskan manusia agar
menemani iblis masuk neraka.
Oleh sebab itu Allah mengingatkan kita bahwa musuh nomer
satu manusia adalah iblis, dan jihad yang tertinggi adalah bagaimana kita
melawan hawa nafsu kita, antara lain nafsu sahwat, nafsu serakah dan kekuasaan.
Oleh sebab itu Allah berfirman, orang paling mulia disisi
Allah adalah orang yang paling bertakwa, bukan orang paling kaya, paling
cantik, paling kuat atau orang paling berkuasa.
Oleh sebab itu agar kita termasuk orang yang dikehendaki
Allah masuk surga, maka kita terus berusaha tetap bertawakal dan mengamalkan Al
Quran dan Sabda Rasul sesuai yang dipraktekkan dan dicontohkan Nabi Muhammad.
Karena Allah berfirman, Allah tidak akan merubah suatu kaum (bangsa/kita) kalau
kita tidak berusaha mengubah diri kita sendiri sesuai petunjuk Allah dan Nabi.
Kita tidak boleh putus asa dalam berikhtiar (berusaha),
seperti kalau kita lapar, tentu kita harus cari makan yang halal.
Dalam mencari nafkah kita juga jangan lupa diri, serakah,
sehingga kita berlaku bakhil alias pelit atas sebagian rezeki yang kita
peroleh, karena sebagian rezeki ada juga hak fakir miskin, anak yatim miskin,
terutama saudara-saudaramu dan kedua orang tuamu yang susah.
Karena tidak ada guna juga kita terlalu kemaruk
(berlebihan) mencari harta, kalau harta tidak digunakan untuk jalan Allah,
karena kalau kita mati kita hanya membawa sepotong kain kafan putih.
Karena kalau kita meninggal amal yang masih terus
berjalan, adalah doa anak yang saleh, amal jariah, dam ilmu yang bermanfaat.
Sedangkan di alam barzah (akherat) kita akan dihisab),
pertama kali tentang sholat kita.
ISTIGHFAR, PENUTUP SEMUA AMAL
Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Seorang hamba selalu berada (dalam dua hal yaitu-red) berada dalam
(lautan-red) nikmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang perlu ia syukuri; dan
(atau-red) berada dalam (gelimangan-red) dosa yang perlu ia istighfari
(mohonkan ampun). Dua perkara ini (syukur dan istighfar-pent) termasuk perkara
yang (harus) selalu melekat pada diri seorang hamba, karena dia selalu
bergelimang berbagai nikmat dari Allâh Azza wa Jalla , dan dia juga selalu
perlu bertaubat dan istighfar” [Majmû’ Fatâwâ, 10/88]
ISTIGHFAR NABI
Oleh karena itu pemimpin seluruh manusia, imam seluruh
orang-orang yang bertakwa, selalu beristighfâr di dalam seluruh keadaannya.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَاللَّهِ إِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ
فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً
Demi Allâh, sesungguhnya aku beristighfârdan bertaubat
kepada Allâh lebih dari 70 kali dalam sehari.” [HR. Bukhâri, no. 6307]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِى وَإِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ
فِى الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
Sesungguhnya hatiku terkadang tertutup, dan aku
benar-benar beristighfâr kepada Allâh 100 kali dalam sehari”. [HR. Muslim]
Bahkan sebagian sahabat pernah menghitung istighfâr Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam satu majlis mencapai 100 kali.
عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ يُعَدُّ لِرَسُولِ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةُ مَرَّةٍ مِنْ قَبْلِ
أَنْ يَقُومَ : رَبِّ اغْفِرْ لِى وَتُبْ عَلَىَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُور
Dari Nâfi' Radhiyallahu anhu dari Ibnu Umar Radhiyallahu
anhuma, ia berkata : “Dalam satu majlis Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , sebelum beliau berdiri (meninggalkan majlis), pernah terhitung seratus
kali beliau mengucapkan:
رَبِّ اغْفِرْ لِى وَتُبْ عَلَىَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ
الْغَفُور
(Wahai Rabbku, ampunilah dosaku, dan terimalah taubatku,
sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi taubat dan Maha Pengampun). [HR.
Tirmidzi, Abu Dâwud, dan Ibnu Mâjah]
Kalau Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja
beristighfâr seperti itu, maka kita lebih sangat membutuhkan istighfar. Karena
semua dosa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diampuni oleh Allâh
Subhanahu wa Ta’ala , sementara dosa kita tidak ada jaminan ampunan. Oleh
karena itu, marilah kita memperbanyak istighfâr dalam memohon ampunan Allâh
Azza wa Jalla dan meneladani imam orang-orang yang bertakwa yaitu Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Allâh berfirman :
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا ﴿١﴾ لِيَغْفِرَ لَكَ
اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ
وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan
yang nyata [yaitu perdamaian Hudaibiyah], Supaya Allâh memberi ampunan kepadamu
terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan
nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus. [Al-Fath/48: 1-2]
Karena istighfâr merupakan kebutuhan mendesak bagi
manusia, maka tidak aneh kalau Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya mensyari’atkan
menutup berbagai amalan dengan istighfâr.
ISTIGHFAR SETELAH SELESAI MENUNAIKAN SHALAT MALAM
Allâh Azza wa Jalla berfirman memberitakan sifat-sifat
orang-orang yang bertakwa :
الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا
ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴿١٦﴾الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ
وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
(Yaitu) orang-orang yang berdoa : “Ya Rabb Kami,
sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan
peliharalah kami dari siksa neraka," (Yaitu) orang-orang yang sabar, yang
benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allâh), dan yang
memohon ampun di waktu sahur [sahur: waktu sebelum fajar menyingsing mendekati
shubuh]. [Ali ‘Imrân/3: 16-17]
Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ﴿١٦﴾كَانُوا قَلِيلًا
مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ﴿١٧﴾وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ﴿١٨﴾وَفِي
أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Sesungguhnya mereka (orang-orang yang bertakwa) sebelum
itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Dahulu di dunia mereka
sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohon ampunan di waktu sahur
(akhir malam sebelum fajar). Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang
miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian [maksudnya
ialah orang miskin yang tidak meminta-minta]. [adz-Dzâriyât/51: 16-19]
Sebagian Ulama berkata, “Mereka menghidupkan malam dengan
shalat, ketika waktu sahur (akhir malam sebelum subuh) mereka diperintahkan
istighfâr”. [Majmû’ Fatâwâ, 10/88]
ISTIGHFAR SETELAH MENUNAIKAN SHALAT
Shalat merupakan amalan yang paling besar setelah
syahâdatain (dua syahadat). Dalam pelaksanaan ibadah shalat harus memenuhi
syarat-syarat, rukun-rukun, dan kewajiban-kewajibannya. Lebih sempurna lagi
jika dipenuhi hal-hal yang disunahkan di dalam shalat. Namun siapakah yang
yakin bahwa dirinya telah menunaikan semua itu dalam shalatnya ? Oleh karena
itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tuntunan dengan membaca
istighfâr tiga kali setelah salam dari shalat wajibnya, sebagaimana
diriwayatkan dalam hadits sebagai berikut :
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ
أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ
Dari Tsaubân Radhiyallahu anhu dia berkata: "Jika
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai melaksanakan shalat, beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam beristighfâr (meminta ampunan) tiga kali dan
memanjatkan doa :
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ
ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
(Ya Allâh, Engkau adalah Dzat yang memberi keselamatan,
dan dari-Mulah segala keselamatan, Maha Besar Engkau wahai Dzat Pemilik
kebesaran dan kemuliaan."
Walid berkata, “Aku bertanya kepada al-Auzâ'i, ‘Bagaimana
(cara) beristighfâr (meminta ampunan)?’, Dia menjawab: ‘Engkau mengucapkan : أَسْتَغْفِرُ
اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ"
[HR. Muslim, no. 591; Abu Dâwud, no. 1513; Nasâ’i, no.
1337; Ibnu Mâjah, no. 928; Tirmidzi, no. 300]
Inilah yang dituntunkan oleh Nabi kita, Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu beristighfâr setelah selesai shalat.
Namun kita lihat sebagian kaum Muslimin di zaman ini,
begitu selesai menunaikan shalat, mereka langsung mengajak berjabat tangan
orang-orang di sebelah kanan dan kirinya, tentu ini menyelisihi sunah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini.
Sementara sebagian lainnya, begitu selesai salam dari
shalat, langsung melakukan sujud syukur, tentu ini juga menyilisihi sunah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini.
Hendaklah kita selalu ingat, bahwa sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
ISTIGHFAR SETELAH SELESAI MENUNAIKAN IBADAH HAJI
Bukan hanya di akhir shalat, ternyata istighfâr juga
disyari’atkan di akhir menunaikan ibadah haji. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ
الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ
لَمِنَ الضَّالِّينَ﴿١٩٨﴾ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا
اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat,
berdzikirlah kepada Allâh di Masy'aril haram [di Muzdalifah], dan berdzikirlah
(dengan menyebut) Allâh sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan
sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.
Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (yaitu
dari 'Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allâh; sesungguhnya Allâh Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Baqarah/2: 198-199]
ISTIGHFAR SETELAH MENUNAIKAN AMANAH DAKWAH
Setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyampaikan risalah kepada manusia, berjihad membela agama Allâh Subhanahu wa
Ta’ala dengan sebenar-benar jihad, dan melaksanakan perintah Allâh dengan
sempurna, yang tidak ada seorangpun menyamai beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk beristighfâr, sebagaimana firman-Nya :
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ﴿١﴾وَرَأَيْتَ النَّاسَ
يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا﴿٢﴾فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ
ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Apabila telah datang pertolongan Allâh dan kemenangan,
dan kamu melihat manusia masuk agama Allâh dengan berbondong-bondong, maka
bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Penerima taubat. [an-Nashr/110: 1-3]
Dan perintah Allâh ini benar-benar dijalankan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjadikannya sebagai dzikir dalam shalat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
. Hal ini dikisahkan oleh istri beliau, ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ
الْكَلِمَاتُ الَّتِي أَرَاكَ أَحْدَثْتَهَا تَقُولُهَا قَالَ جُعِلَتْ لِي عَلَامَةٌ
فِي أُمَّتِي إِذَا رَأَيْتُهَا قُلْتُهَا إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
إِلَى آخِرِ السُّورَةِ
Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata,
"Dahulu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum meninggal
memperbanyak membaca doa :
سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
(Mahasuci Engkau, dan dengan memuji-Mu, aku meminta ampun
dan bertaubat kepada-Mu)." Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata, "Aku
berkata, 'Wahai Rasûlullâh, kalimat apakah ini yang aku baru saja melihatmu
membacanya?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, 'Telah dijadikan suatu
tanda untukku dalam umatku, apabila aku melihatnya niscaya aku mengucapkannya,
'Idza Ja'a Nashrullah wa al-Fath…hingga akhir surat'." [HR. Muslim,
no.747]
ISTIGHFAR SETELAH SELESAI MENUNAIKAN MAJLIS DAN SEMUA
AMALAN
Semua keterangan di atas menunjukkan keagungan istighfâr.
Bahkan selain itu, istighfâr ini dijadikan sebagai doa penutup majlis, juga
sebagai doa di akhir semua amalan. Hal ini ditunjukkan oleh hadits-hadits
berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا جَلَسَ مَجْلِسًا أَوْ صَلَّى تَكَلَّمَ بِكَلِمَاتٍ فَسَأَلَتْهُ
عَائِشَةُ عَنْ الْكَلِمَاتِ فَقَالَ إِنْ تَكَلَّمَ بِخَيْرٍ كَانَ طَابِعًا عَلَيْهِنَّ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَإِنْ تَكَلَّمَ بِغَيْرِ ذَلِكَ كَانَ كَفَّارَةً لَهُ
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwa Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah duduk di suatu majelis atau ketika
telah selesai shalat maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan
beberapa kalimat. Lalu ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bertanya kepada beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kalimat-kalimat tersebut, maka beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab; "Jika seseorang bicara baik maka
itu sebagai stempel/tutup sampai hari kiamat dan jika dia bicara yang tidak
baik maka itu sebagai kaffarat/penghapusnya. (Yaitu perkataan) :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ
إِلَيْكَ
(Ya Allâh, Maha Suci Engkau dan segala pujian bagi-Mu.
Aku mohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu)." [HR. Nasâ’i, no. 1327;
dishahihkan oleh al-Albâni]
Inilah sedikit keterangan tentang istighfar, semoga
bermanfaat bagi kita semua
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun
XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
No comments:
Post a Comment