Perjalanan yang belum selesai (293)
(Bagian ke dua ratus sembilan puluh tiga, Depok, Jawa
Barat, Indonesia, 31 Mei 2015, 18.45 WIB)
Sholat Mencegah perbuatan keji dan Munkar.
Sholat selain diwajibkan Allah bagi setiap manusia, juga
mencegah dari perbuatan keji dan munkar, selain Allah akan memberikan rahmat
dan hidayahnya.
Coba anda renungkan kalau anda tidak sholat, atau
kalaupun anda sholat tetapi tidak khusu, bacaan sholat cepat tidak tartil, maka
dampaknya bagi kehidupan anda sehari-hari, anda akan lemah iman dan gampang
digelincirkan iblis agar berbuat maksiat.
Seperti kita ketahui bacaan sholat dan zikir dan
istighfar usai sholat, seluruhnya memohon perlindungan Allah agar diberi jalan
lurus, tidak menyimpang, dimudahkan rezeki, serta dikabulkan semua doa-doa.
Kalau kita lalai dalam sholat, biasanya ketika kita diuji
dengan kenikmatan, seperti kenikmatan banyaknya harta, kita seakan ingin hidup
1000 tahun untuk menikmati harta itu, dengan menikmati kesenangan dunia yang
menyesatkan dan bersifat menipu, seperti syahwat wanita, jalan-jalan menikmati
dunia (wisata/tour), menuman keras, merorok, dan ribuan maksiat lainnya, ini
akibat lalai dalam sholat yang menyebabkan keimanan kita pada titik nol.
Kalaupun kita memiliki cita-cita beribadah, atau
meluangkan waktu untuk ibadah haji/Umroh/ atau silaturakhim kepada kedua orang
tua, karena kita lalai dalam sholat, sehingga kurang banyak doa, maka kadang
realisasi ibadah itu kita batalkan, atau tidak tercapai, karena rayuan iblis
jauh lebih kuat dibandingkan ketebalan iman kita.
Memang surga itu kata Nabi Muhammad selama di dunia
banyak dikelilingi dengan kesengsaraan dan penderitaan sedangkan neraka itu
selama di dunia banyak dibaluti syahwat dunia yang menyenangkan dan kegembiraan
yang menipu dan menyesatkan.
Kalau iman kita pada titik terendah, kita mudah berbuat
maksiat,dan mudah disesatkan iblis untuk berbuat menyimpang lainnya.
Namun kini anda sudah dalam usiaa tua, masa pensiun (atau
di atas usia 30 tahun), atau anda masih muda (karena kita tidak mengetahui
kapan kita akan mati) mulailah renungi perjalanan hidup anda, apakah selama ini
melalaikan sholat sehingga banyak berbuat maksiat, segeralah beristighfar
(minta ampun pada Allah/Astags hfirullahalazim/atas segala maksiat yang telah
diperbuat), pasti Allah akan mengampuni.
Nabi Muhammad bersabda, Allah akan mengampuni seluruh
dosa manusia yang memohon ampun pada yang maha pencipta, dan Allah akan
mengampuni dan tidak peduli sebesar berapa pun dosa yang dipikul, sepanjang
manusia itu tidak berbuat syirik (menyekutukan Tuhan), maka Allah akan
mengampuni seluruh dosa seorang anak adam, selagi mereka mengucapkan istighfar
itu nyawa kita belum sampai kerongkongan (tenggorokan).
Nabi Muhammad sendiri walaupun sudah dijamin Allah masuk
surga, karena maksum (dijaga langsung oleh Allah dari perbuatan dosa), namun
paling sedikit Nabi usai sholat selalu berzikir dan istighfar 100 kali sehari.
Banyak cita-cita kita dan doa kita tidak tercapai karena
banyaknya penghalang, antara lain kita lalai dalam sholat
Oleh sebab itu manfaatkanlah sisa waktu umur kita yang
tinggal sedikit ini akan berkah dan banyak istighfar dan berzikir usai sholat
agar Rahmat Allah kita peroleh agar terhindar dari azab kubur (alam barzah),
dan azab di neraka, ingat ketika kita mati pertama kali kita dihisab di akherat adalah tentang sholat
kita, kalau sholat kita lancar, maka lancar juga hisab amalan kita yang lain.
Kedudukan Shalat Dalam Islam
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Shalat wajib ada lima: Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, ‘Isya',
dan Shubuh.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Pada
malam Isra' (ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dinaikkan ke langit)
diwajibkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat lima puluh waktu.
Lalu dikurangi hingga menjadi lima waktu. Kemudian beliau diseru, 'Hai
Muhammad, sesungguhnya keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah. Dan
sesungguhnya bagimu (pahala) lima ini seperti (pahala) lima puluh'.”[1]
Dari Thalhah bin 'Ubaidillah Radhiyallahu anhu, ia
menceritakan bahwa pernah seorang Arab Badui berambut acak-acakan mendatangi
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Wahai Rasulullah,
beritahukanlah kepadaku shalat apa yang diwajibkan Allah atasku." Beliau
menjawab:
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا.
"Shalat lima waktu, kecuali jika engkau ingin
menambah sesuatu (dari shalat sunnah)." [2]
Kedudukan Shalat Dalam Islam
Dari 'Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu anhu, dia
mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْـلاَمُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ
إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ
الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
"Islam dibangun atas lima (perkara): kesaksian bahwa
tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah
Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji ke baitullah, dan puasa
Ramadhan." [3]
A. Hukum Orang Yang Meninggalkan Shalat
Seluruh ummat Islam sepakat bahwa orang yang mengingkari
wajibnya shalat, maka dia kafir dan keluar dari Islam. Tetapi mereka berselisih
tentang orang yang meninggalkan shalat dengan tetap meyakini kewajiban
hukumnya. Sebab perselisihan mereka adalah adanya sejumlah hadits Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menamakan orang yang meninggalkan shalat
sebagai orang kafir, tanpa membedakan antara orang yang mengingkari dan yang
bermalas-malasan mengerjakannya.
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ
الصَّلاَةِ.
“Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan
dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” [4]
Dari Buraidah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَتُ، فَمَنْ
تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ.
‘Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat.
Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir.’” [5]
Namun yang rajih dari pendapat-pendapat para ulama',
bahwa yang dimaksud dengan kufur di sini adalah kufur kecil yang tidak
mengeluarkan dari agama. Ini adalah hasil kompromi antara hadits-hadits
tersebut dengan beberapa hadits lain, di antaranya:
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, ia
berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى الْعِبَـادِ، مَنْ
أَتَى بِهِنَّ لَمْ يُضِيْعَ مِنْهُنَّ شَيْئًا اِسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ كَـانَ
لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ
فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ.
‘Lima shalat diwajibkan Allah atas para hamba.
Barangsiapa mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakannya sedikit pun karena
menganggap enteng, maka dia memiliki perjanjian de-ngan Allah untuk
memasukkannya ke Surga. Dan barangsiapa tidak mengerjakannya, maka dia tidak
memiliki perjanjian dengan Allah. Jika Dia berkehendak, maka Dia mengadzabnya.
Atau jika Dia berkehendak, maka Dia mengampuninya.’”[6]
Kita menyimpulkan bahwa hukum meninggalkan shalat masih
di bawah derajat kekufuran dan kesyirikan. Karena Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menyerahkan perkara orang yang tidak mengerjakannya kepada
kehendak Allah.
Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا
دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا
عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik,
dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa’: 48]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya yang
pertama kali dihisab dari seorang hamba yang muslim pada hari Kiamat adalah
shalat wajib. Jika dia mengerjakannya dengan sempurna (maka ia selamat). Jika
tidak, maka dikatakan: Lihatlah, apakah dia memiliki shalat sunnah? Jika dia
memiliki shalat sunnah maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah
tadi. Kemudian seluruh amalan wajibnya dihisab seperti halnya shalat tadi.’”
[7]
Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Islam akan lenyap
sebagaimana lenyapnya warna pada baju yang luntur. Hingga tidak lagi diketahui
apa itu puasa, shalat, qurban, dan shadaqah. Kitabullah akan diangkat dalam
satu malam, hingga tidak tersisalah satu ayat pun di bumi. Tinggallah
segolongan manusia yang terdiri dari orang tua dan renta. Mereka berkata, 'Kami
dapati bapak-bapak kami mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallaah dan kami pun
mengucapkannya.’” Shilah berkata kepadanya, “Bukankah kalimat laa ilaaha
illallaah tidak bermanfaat untuk mereka, jika mereka tidak tahu apa itu shalat,
puasa, qurban, dan shadaqah?”
Lalu Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi
pertanyaannya tiga kali. Setiap kali itu pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada
kali yang ketiga, Hudzaifah menoleh dan berkata, “Wahai Shilah, kalimat itulah
yang akan menyelamatkan mereka dari Neraka. Dia mengulanginya tiga kali.” [8]
B. Kepada Siapa Diwajibkan?
Shalat itu diwajibkan kepada setiap muslim yang telah
baligh dan berakal
Dari ‘Ali Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ،
وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ.
“Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga orang: dari
orang yang tidur hingga terbangun, dari anak-anak hingga baligh, dan dari orang
gila hingga kembali sadar.” [9]
Wajib atas orang tua untuk menyuruh anaknya mengerjakan
shalat meskipun shalat tadi belum diwajibkan atasnya, agar ia terbiasa untuk
mengerjakan shalat.
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia
mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَـاءُ سَبْعَ
سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرَ سِنِيْنَ، وَفَرِّقُوْا
بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.
“Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat pada usia
tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena meninggalkannya pada usia sepuluh
tahun. Serta pisahkanlah ranjang mereka.” [10]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal
Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi
Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
No comments:
Post a Comment