Perjalanan yang belum selesai (272)
(Bagian ke dua ratus tujuh puluh dua , Depok, Jawa Barat,
Indonesia, 03 Mei 2015, 02.13 WIB)
Ingin Memiliki Istana megah di Surga ?
Ketika Tokoh cendekiawan Muslim Indonesia sedang sekarat
(beberapa hari sebelum Meninggal) melalui Jurubicaranya, kalau tidak salah
Bapak Erri Riyana Hardjapamekas, mantan Direktur Uama PT Tambang Timah dan
mantan salah satu Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada pers, seperti
dilansir beberapa Media, menyebutkan bahwa sebelum meninggal almarhum
Dr.Nurchlish Madjid selain kerap berzikir dan beristigfar, juga kerap membaca
surah Al-Ikhlas.
Ustad di Radio Rodja dalam tauziahnya mengutip sebuah
hadist Nabi Muhammad menyebutkan beberapa keutamaan membaca surah Al-Ikhlas
ini, antara lain kalau membacanya dengan ikhlas dan fasih , termasuk memahami
kandungan isinya (artinya), maka pahalanya sama dengan kita membaca 2/3 Al
Quran.
Betapa Allah maha pemberi kasih sayangnya pada umat
manusia, bayangkan saja dengan membaca surah yang pendek ini kita mendapatkan
pahala yang melimpah, karena Nabi Muhammad bersabda, pahala membaca Al Quran
dengan terbata-bata, maka satu hurufnya kita memperoleh dua pahala, kalau kita
membacanya dengan lancar dan memahami kandungan isinya, para Malaikat akan
menyertai orang yang membacanya, dan mendoakan agar kita mendapatkan rahmat
Allah agar bisa masuk surga.
Keutamaan lainnya, kalau kita pernah membacanya minimal
10 kali seumur hidup, kalau kita konsisten menjalankan rukun iman dan rukun
Islam, maka Allah akan membangunkan sebuah Istana megah di surga.
Dulu ada seorang sahabat Nabi Muhammad yang ketika
menjadi Imam, selain membaca surah Iftitah (AlFatihah), selalu membaca surah Al
Ikhlas, Sahabat ini sangat cinta membaca surah ini.
Sehingga Malaikat Jibril menurunkan wahyu kepada Nabi
Muhammad adanya muzizat Allah berupa keutamaan orang membaca surah Al Ikhlas.
Allah memberi keutamaan membaca surah Al Ikhlas, selain
surah Iftitah (Alfatiha) adalah karena surah Al-ikhlas ini berisi ketauhid an
Allah bahwa Allah itu Maha Tunggal yang Maha Kuasa, tidak ada satu pun selain
Allah yang menyerupainya. Surah Al –Ikhlas ini juga nerupakan peringatan Allah
pada Manusia, (seperti juga dikisahkan dalam surah Maryam), bahwa Nabi Isa itu
bukan Tuhan atau Anak Tuhan, tapi manusia biasa seperti para nabi, nabi dan Rasul
Allah yang lain, Nabi Isa juga sebagai anak adam yang lain (manusia biasa),
hanya saja Allah memberikan Muzizat yang luar biasa pada Nabi Isa, suatu ilmu
yang hanya dimiliki Allah, anta lain bisa menghidupkan orang mati, menyembuhkan
orang sakit.
Nabi Isa juga dilahirkan bukan melalui proses masuknya
sperma seorang lelaki pada Maryam. Melainkan rohnya ditiupkan langsung oleh
Allah ke rahim Maryam, karena kehebatan muzizat inilah yang disalah artikan
sebagian pengikutnya, sehingga Nabi Isa dianggap anak Tuhan.
Padahal, mengangap Nabi Isa sebagai anak Tuhan sama saja
kita telah bebuat kesyirikan (Menyekutuhan Tuhan). Allah di dalam Al Qur an dan
banyak Hadist memperingatkan manusia, seluruh dosa yang dimilikinya, walaupun
sebesar langit dan bumi, kalau kita minta ampun pada Allah, dengan Taubat
Nasuha (bersungguh Taubat), maka akan diampuni Allah seluruhnya, kecuali dosa
syirik.
Malah Nabi Muhammad dala sabdabya, orang yang selama
hidupnya belum pernah berbuat syirik, maka dia tidak akan diazab Allah.
Namun, kata Allah, walaupun dia pernah berbuat syirik,
kalau dia beraubat, mengakui keesaan Allah sebelum nyawa sampai di
kerongkongan, kalau Allah bekehendak memberikan rahmatnya pada dia, maka dia
akan selamat di akherat.
•
Surat Al Ikhlash termasuk diantara surat-surat pendek
dalam Al Qur’an. Surat ini sering kali dibaca dan diulang-ulang, hampir-hampir
sudah menjadi bacaan harian bagi setiap muslim baik ketika sholat ataupun
dzikir. Bukan karena surat ini pendek dan mudah di hafal. Namun memang
demikianlah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam keseharian beliau
tidak lepas dari membaca surat yang mulia ini. Lebih dari itu surat yang mulia
ini mengandung makna-makna yang penting dan mendalam. Oleh karena itu meski
surat ini pendek tapi memiliki kedudukan yang tinggi dibanding surat-surat
lainnya. Bahkan kedudukannya sama dengan sepertiga Al Qur’an.
Para pembaca yang mulia, pada edisi kali ini kami sajikan
tentang kandungan-kandungan penting dan mendalam dalam surat Al Ikhlash, agar
menambah kekhusu’an kita dalam membaca surat ini dan bisa mengamalkan
kandungan-kandungan penting tersebut dalam kehidupan kita.
Kedudukan Surat Al Ikhlas
Diriwiyatkan dalam shahih Al Bukhari dari shahabat Abu
Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Ada seorang shahabat Rasul
shalallahu ‘alaihi wasallam mendengar tetangganya membaca berulang-ulang:
قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ
Kemudian di pagi harinya dia menemui Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam dan menceritakan tentang perbuatan tetangganya tersebut.
Seakan akan shahabat ini menganggap ringan kedudukan surat ini. Maka Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسي بِيَدِهِ إِنَّهُ لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
“Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya. Sesungguhnya surat Al
Ikhlas benar-benar menyamai sepertiga Al-Qur’an.” (HR Al-Bukhari Bab Fadhail
Qur’an no. 5014)
Para ulama’ telah menjelaskan sebab kenapa surat Al
Ikhlash ini menyamai sepertiga Al Qur’an. Karena di dalam Al Qur’an mengandung
tiga pokok yang paling mendasar yaitu;
pertama: Tauhid,
Kedua: Kisah-kisah rasul dan umatnya,
Ketiga: Hukum-hukum syari’at.
Sedangkan surat Al Ikhlas ini, mengandung pokok-pokok dan
kaidah-kaidah ilmu tauhid. Atas dasar inilah surat Al Ikhlash menyamai
sepertiga Al-Qur’an.
Kandungan Surat Al-Ikhlas
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ
وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
“Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah
Rabb yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada
pula diperanakkan, Dan tiada seorangpun yang setara dengan-Nya.”(QS. Al-Ikhlas:
1-4)
Dalam ayat pertama:
قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ
“Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa (tunggal).”
Para pembaca yang mulia, dalam ayat pertama Allah
subhanahu wata’ala menegaskan bahwa dirinya memiliki nama Al Ahad yang
mengandung sifat ahadiyyah yang bermakna esa atau tunggal. Dia-lah esa dalam
segala nama-nama-Nya yang mulia dan esa pula dalam seluruh sifat-sifat-Nya yang
sempurna. Dia-lah esa, tiada siapa pun yang semisal dan serupa dengan keagungan
dan kemulian Allah subhanahu wata’ala.
Kalau kita memperhatikan penciptaan alam semesta ini dari
bumi, langit, matahari, bulan, lautan, gunung-gunung, bukit-bukit, iklim/suhu
dan seluruh makhluk yang di alam ini, semuanya tertata rapi dan serasi
menunjukkan bahwa pencipta, pengatur, dan penguasa alam semesta ini adalah esa
yaitu Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dia-lah Yang Telah menciptakan tujuh langit
berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak akan melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat
ada sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya
penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak akan menemukan sesuatu yang
cacat,…” (Al Mulk: 2-3)
Dan juga firman-Nya (artinya):
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (Al Baqarah: 164)
Fitrah manusia yang suci pasti dalam hatinya akan
menyakini keesaan Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana perkataan penyair:
وَفِيْ كُلِّ شَيْءٍ لَهُ آيَةٌ
تَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ اْلوَاحِدُ
Dan pada segala sesuatu terdapat tanda-tanda bagi-Nya
Yang semua itu menunjukkan bahwa Allah adalah Esa.
Kalau sekiranya yang menguasai dan mengatur bumi dan
langit serta seluruh alam ini lebih dari satu niscaya bumi dan langit serta
alam ini akan hancur berantakan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Sekiranya ada di langit dan di bumi pengatur dan
pencipta selain Allah tentulah keduanya telah rusak dan binasa.” (Al-Anbiya:
22)
Demikian pula Allah subhanahu wata’ala adalah esa dalam
peribadahan. Bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya
Allah subhanahu wata’ala dan sesembahan-sesembahan selain Allah subhanahu
wata’ala itu adalah batil.
Sehingga termasuk kandungan dari ayat pertama, yaitu
bahwa Allah subhanahu wata’ala adalah esa (tunggal) dalam penciptaan,
pengaturan dan pengusaan alam semesta ini, maka seharusnya Dia-lah Allah
subhanahu wata’ala pula adalah esa (tunggal) dalam peribadahan. Sebagaimana
Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Hai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah
menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa,
(karena) Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit
sebagai atap, dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untuk kalian;
Karena itu janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian
mengetahuinya.” (Al Baqarah: 21-22)
Bahkan sesungguhnya kitab suci Al-Qur’an dan semua
risalah yang dibawa oleh para Nabi tidaklah datang melainkan dalam rangka
menjelaskan tentang keesaan Allah subhanahu wata’ala yaitu bahwa tidak ada yang
berhak didibadahi kecuali Allah subhanahu wata’ala semata. Sebagaimana
firman-Nya:
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu
melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak
disembah melainkan Aku, maka sembahlah kamu sekalian kepada-Ku”. (Al-Anbiya':
25)
Dalam ayat yang kedua Allah subhanahu wata’ala berfirman:
اللَّهُ الصَّمَدُ
“Allah adalah (Rabb) yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu.”
Dalam ayat ini Allah subhanahu wata’ala mengkhabarkan
kepada kita salah satu nama-Nya pula adalah Ash Shomad. Yang mengandung makna
bahwa Dia-lah Rabb satu-satunya tempat bergantung dari seluruh makhluk. Dia-lah
yang memenuhi seluruh kebutuhan makhluk-Nya. Karena Dia-lah Yang Maha Kaya
dengan kekayaan yang tiada batas dan Dia pula Yang Maha Kuasa dengan kekuasaan
yang tiada tara. Tidak ada yang bisa mendatangkan manfaat dan menolak mudharat
kecuali hanya Allah subhanahu wata’ala semata. Allah subhanahu wata’ala
berfirman (artinya):
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu,
maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. dan jika Allah
menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya …”
(Yunus: 107)
Rasulllah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
“Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah.” (HR. Al
Bukhari)
Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menegaskan bahwa
makhluk itu lemah dan tidak punya daya dan kekuatan. Oleh karena itulah Allah
subhanahu wata’ala sebagai tempat satu-satunya untuk bergantung dari seluruh
makhluknya.
Lalu pantaskah seorang hamba bergantung kepada selain
Allah subhanahu wata’ala? Atau berdo’a, meminta pertolongan, meminta barokah,
mempersembahkan sesembelihan kepada selain Allah subhanahu wata’ala. Pantaskan
seorang hamba menyembelih sesembelihan diperuntukan sang penunggu pohon,
gunung, laut, kuburan atau selainnya. Tentu hal itu sangat tidak pantas, karena
Allah subhanahu wata’ala adalah Al Ahad yang maha esa dalam penciptaan dan
pengaturan, Dia-lah pula yang maha esa dalam peribadahan. Dan Dia subhanahu
wata’ala juga adalah Ash Shomad, tempat satu-satuya bergantung dari seluruh
makhluk-Nya, sehingga Dia-lah pula yang berhak untuk diibadahi semata.
Dalam ayat ketiga Allah subhanahu wata’ala berfirman:
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
“Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan.”
Ayat ini menunjukkan akan kesempurnaan Allah subhanahu
wata’ala, Dia tidak memiliki anak dan tidak pula diperanakkan serta Dia pun
tidak meliki istri. Sehingga Dia-lah esa dalam segala sifat-sifat-Nya yang
tiada setara dengan-Nya. Allah subhanahu wata’ala menegaskan dalam firman-Nya:
“Dia pencipta langit dan bumi, Maka bagaimana mungkin Dia
mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala
sesuatu dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (Al-An’am: 101)
Sehingga tidak benar perkataan Yahudi bahwa Uzair adalah
anak Allah subhanahu wata’ala, tidak bernar pula perkataan Nasrani bahwa Isa
adalah Allah subhanahu wata’ala ataupun keyakinan trinitas, tidak benar pula
perkataan orang-orang musyrikin Quraisy bahwa malaikat adalah anak perempuan
Allah. Subhanallah (Maha Suci Allah) dari apa yang mereka katakan.
Dalam ayat terakhir, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Dan tiada seorangpun yang setara dengan-Nya.”
Allah subhanahu wata’ala menutup surat Al Ikhlash ini
dengan penegasan bahwa tidak ada yang siapa pun yang setara dan serupa dengan
sifat-sifat Allah yang maha mulia dan sempurna. Sebagaimana juga ditegaskan
dalam ayat-ayat lainnya, diantaranya;
“Dan Katakanlah: “Segala puji bagi Allah yang tidak
mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula
hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang
sebesar-besarnya.” (Al Isra': 111)
Keutamaan surat Al Ikhlas
Di antara keutamaan surat Al-Ikhlash adalah sebagai
berikut:
1. Mendapatkan kecintaan Allah subhanahu wata’ala
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus seorang shahabat dalam sebuah
pertempuran. Lalu dia mengimami sholat dan selalu membaca surat Al Ikhlas.
Tatkala mereka kembali dari pertempuran mereka adukan hal tersebut kepada Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda: “Tanyakan kepadanya apa yang
melatarbelakangi dia berbuat seperti itu, merekapun menanyakannya. Lalu Dia pun
menjawab: “Karena sesungguhnya surat Al Ikhlas itu mengandung sifat yang
dimiliki oleh Ar Rahman (Allah) dan aku suka untuk membacanya. Maka Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kabarkan kepadanya bahwa Allah subhanahu
wata’ala mencintainya” (HR. Al-Bukhari no. 7375)
2. Mendapatkan Jannah
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Aku
pernah bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan disaat itu beliau mendengar
seseorang membaca:
قُلْ هُوَاللهُ أَحَدٌ
Lalu beliau bersabda: “Dia telah mendapatkan”, Abu
Hurairah bertanya: “Mendapatkan apa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Al
Jannah (surga).”(HR. At Tirmidzi)
Dalam hadits yang lain beliau bersabda: “Kecintaanmu
terhadap surat Al Ikhlas memasukkanmu ke dalam al jannah.” (HR. Al-Bukhari)
3. Do’a yang tidak tertolak
Dari Buraidah bin Khusaib radhiallahu ‘anhu, beiau
berkata: “Aku pernah masuk masjid bersama Nabi, tiba-tiba ada seorang shahabat
shalat dan membaca dalam do’anya:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَ لُكَ بِأَنِّي أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ
إِلاَّ أَنْتَ اْللأَ حَدُ ألصَّمَدُ اَّّلذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ
يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Lalu beliau bersabda: “Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya.
Sungguh dia telah meminta dengan nama-Nya yang mulia, yang jika ia meminta
dengan nama tersebut, Allah akan memberinya dan jika dia berdo’a dengannya,
diterima.”(HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
No comments:
Post a Comment