Perjalanan yang belum selesai (376)
(Bagian ke tiga ratus tujuh puluh enam), Depok, Jawa
Barat, Indonnesia, 24 September 2015,
21.55 WIB).
Tragedi mina dan tiga Takdir.
Tragedi yang menimpa jamaah haji kembali terjadi di Mina,
Arab Saudi, saat para Jamaah hendak melempar Jumroh. Ini tragedi kedua pada
musim Haji bulan ini, setelah peristiwa runtuhnya derek (katrol/crane) yang
menewaskan 107 jamaah, 11 jamaah diantaranya asal Indonesia.
Kini tragedi mina telah menewaskan 717 orang tewas, 805
orang terluka, diantaranya 3 orang asal Indonesia, Hamid asal Surabaya, Saiyah
asal Batam dan satu pria asal Probolinggo. Jamaah asal Iran yang tewas sebanyak
43 orang, 60 luka. Selebihnya dari berbagai negara.
Kalau kita lihat dari sisi Agama, terlepas dari sisi adanya
kelalaian unsur manusia, musibah yang terjadi di Mina, tidak bisa lepas dari
Takdir yang telah ditetapkan Allah.
Seperti kita ketahui di dalam Al Quran dan Sunnah, Allah
menetapkan tiga jenis takdir.
Pertama Takdir umum yang tekah ditetapkan Allah dalam
kitab Lauh Mahfush, dalam Takdir umum Allah telah menetapkan takdirnya terhadap
seluruh Mahluk 50,000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dab bumi, termasuk
daun yang jatuh dari dahannya sudah Allah tentukan dalam kitab:
"Lauh Mahfuzh" .
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima
puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no.
2653).
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
Takdir kedua ditentukan saat ruh ditiupkan ke perut Ibu
yang mengandung saat usia kandungan 4 bulan sepuluh hari, saat ini takdir
manusia untuk seumur hidup telah ditentukan.
Takdir ketiga , takdir ditetapkannya malam Lailatul Qadr,
yang menurut Al Quran dan Sunnah ditetapkan Allah setiap malam pada 10 hari
terakhir bulan ramadhan (bulan puasa).
Malam Lailatul Qadr ini sangat istimewa, karena bila
Hamba Allah beribadah pada malam ini dapat pahala (ganjaran) setara kita
beribadah selama 83 tahun.
Takdir ini hak preogatif Allah, hanya Allah lah yang bisa
merubahnya, oleh sebab itu manusia diperintah Allah untuk banyak berdoa dan
bezikir, karena salah satu manfaat doa adalah dia bisa menolak bala (kita bisa
atas kehendak Allah bisa terhindar dari musibah).
(BBC) - Jumlah korban meninggal di Mina lebih dari 717
orang, korban luka 805 orang.
Para korban yang cedera dibawa ke rumah sakit terdekat.
Sedikitnya 700 jemaah haji meninggal dunia karena
berjejalan saat hendak melempar jumroh di Mina sementara 800 lebih cedera pada
Kamis (24/09).
Pihak berwenang Arab Saudi mengatakan 4.000 aparat
dikerahkan di tempat kejadian bersama dengan 200 petugas bantuan darurat.
Korban yang cedera mendapat bantuan langsung di tempat
kejadian maupun dibawa ke rumah sakit terdekat.
Sekitar dua juta umat Islam melakukan ibadah haji di Arab
Saudi, yang tahun ini juga diwarnai dengan insiden jatuhnya derek di Mekkah
yang menyebabkan 100 lebih jemaah tewas, termasuk 11 jemaah haji asal
Indonesia.
Koresponden BBC melaporkan banyak jemaah haji asal Niger
meninggal dunia.
Dalam insiden di Mina, yang terjadi pada hari raya Idul
Adha ini, belum disebutkan asal negara dari korban jiwa yang jatuh.
Namun koresponden BBC Seksi Hausa, Tchima Illa Issoufou,
yang berada di tempat kejadian mengatakan banyak jemaah haji dari Niger
meninggal dunia.
Sementara itu perwakilan pemerintah Indonesia di Arab
Saudi sudah mengirim tim untuk memastikan apakah ada jemaah haji Indonesia yang
menjadi korban dalam peristiwa di Mina ini.
Direktorat Pertahanan Sipil Arab Saudi mengatakan masih
belum mengetahui penyebab tragedi berjejalan ini.
Tahun 2006 lalu, juga terjadi tragedi serupa dengan korban
jiwa mencapai 364 jemaah haji.
Pihak berwenang memberikan pertolongan kepada para jemaah
yang mengalami luka-luka.
Para pejabat keamanan, sebagaimana dikutip stasiun TV
pemerintah Arab Saudi, mengatakan sekitar 390 jemaah mengalami luka-luka sejauh
ini dalam insiden pada Kamis (24/09).
Peristiwa terjadi ketika jemaah melakukan lempar jumrah,
salah satu rangkaian ibadah haji dengan melempar kerikil sebagai simbol sedang
melempari setan.
Ibadah haji tahun ini diikuti sekitar dua juta jemaah
haji dari seluruh dunia.
Tahun 2006, inside berjejalan juga terjadi di Mina dengan
korban mencapai 346 jiwa.
Sebelum peristiwa hari ini, pelaksanaan haji juga
diwarnai jatuhnya derek yang digunakan untuk proyek perluasan Masjidil Haram.
Tercatat 111 jemaah meninggal dunia, termasuk 11 jemaah
warga negara Indonesia dalam peristiwa di Masjidil Haram itu. Raja Arab Saudi
sudah menjanjikan santunan kepada keluarga korban meninggal maupun korban
luka-luka.
Korban derek Masjidil Haram 'dapat santunan'
Keluarga jemaah haji yang meninggal dunia dan cacat
permanen akibat jatuhnya derek di Masjidil Haram pada Jumat (11/09)
direncanakan akan menerima santunan dari Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz
Al Saud.
Jemaah yang meninggal dunia, termasuk 11 WNI, dilaporkan
akan mendapat santunan 1 juta riyal atau sekitar Rp3,8 miliar. Santunan sebesar
itu juga dilaporkan akan diberikan kepada jemaah yang mengalami cacat permanen.
Namun sejauh ini, kata Pelaksana Fungsi Pensosbud KJRI
Jeddah Syarif Shahab kepada wartawan BBC Indonesia Rohmatin Bonasir, pemerintah
Indonesia belum menerima pemberitahuan resmi dari pemerintah Arab Saudi.
7 Tragedi Mina paling memilukan sepanjang sejarah ibadah
haji
Mina punya sejarah panjang sebagai tempat terjadinya
tragedi yang banyak menewaskan jamaah haji.
Tragedi ini bukan yang pertama terjadi di Mina. Sebab,
Mina punya sejarah panjang sebagai tempat terjadinya tragedi yang banyak
menewaskan jamaah haji pada tahun-tahun sebelumnya. Berikut tragedi-tragedi
yang menewaskan banyak jemaah haji yang pernah terjadi di Mina, Arab Saudi.
1. 2 Juli 1990
Inilah tragedi paling memilukan yang pernah terjadi di
Mina. Pada saat itu, 1.426 jemaah haji tewas akibat terinjak-injak saat berada
di terowongan Mina.
2. 23 Mei 1994
Sebanyak 270 jemaah haji kembali menjadi korban dalam
tragedi di Mina. Tragedi itu terjadi ketika para jemaah haji melakukan prosesi
lempar jumroh di Mina
3. 15 April 1997
Sebanyak 343 jemaah tewas dan 1.500 lainnya terluka
akibat kebakaran tenda jemaah haji di Mina. Belajar dari tragedi ini, sekarang
tenda jemaah haji diklaim antiapi.
4. 9 April 1998
Sebanyak 118 jemaah haji meninggal dunia dan 180 lainnya
luka dalam tragedi di jembatan Jamarat saat akan melakukan prosesi melempar
jumroh di Mina.
5. 5 Maret 2001
Sejumlah 35 jamaah haji meninggal dunia akibat berdesakan
saat akan melakukan lempar jumroh di Mina
6. 12 Januari 2006
Sebanyak 346 jemaah haji tewas dan 289 lainnya terluka
saat melakukan prosesi lempar jumroh. Musibah terjadi akibat ratusan orang
jemaah haji yang baru tiba untuk melakukan prosesi itu saling bertabrakan
dengan jemaah lain di jembatan Jamarat. Belajar dari kejadian ini, pemerintah
Arab Saudi merekontruksi ulang Jembatan Jamarat agar jamaah tak perlu
berdesakan saat melempar jumroh.
HUBUNGAN ANTARA DO'A DAN DZIKIR
Oleh
Dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda’i
Antara keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat,
dimana berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala beriringan dengan dzikir
kepada-Nya, ia merupakan permintaan seorang hamba kepada Rabb-Nya tentang
kebutuhan-kebutuhannya, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi, dalam bentuk
ungkapan situasi dan kondisi serta perkataan.
Maka di dalam do’a terkandung dzikir sekaligus, karenanya
do’a biasa disebut juga dengan dzikir oleh kebanyakan orang. Hal yang perlu
dijelaskan di sini, bahwa semakin banyak dzikir kepada Allah Ta‘ala dan
memuji-Nya dalam berdo’a, maka itu lebih baik dan utama serta lebih pantas
untuk dikabulkan.
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Yang disunnahkan (mustahab)
dalam berdo’a adalah seorang yang berdo’a memulai do’anya dengan pujian-pujian
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu bershalawat atas Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam di antara permohonan yang akan disampaikannya, kemudian baru
mengungkapkan keinginan-keinginannya,[1] selanjutnya beliau menyebutkan
beberapa dalilnya yang menjelaskan hal ini.
Karena itu at-tawassul (memilih salah satu bentuk ibadah
dalam rangka mendekatkan diri-pent.) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
menggunakan salah satu nama dari Nama-Nama Allah yang baik (al-Asmaa-ul Husnaa)
atau dengan salah satu sifat dari Sifat-Sifat-Nya yang tinggi (ash-Shifaatul
‘Ulyaa) di dalam berdo’a merupakan salah satu bentuk tawassul yang dibolehkan
oleh syariat (at-tawas-sul al-masyruu’). Contohnya, seorang Muslim berucap
dalam do’a-nya, “Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu, Engkau
Mahapengasih lagi Mahapenyayang, Mahalembut lagi Mahamengetahui, berikanlah
kesehatan kepadaku.” Atau ia berkata, “Aku memohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu
yang meliputi segala sesuatu, rahmati dan ampunilah dosaku.”[2]
Adapun dalil yang mensyari’atkan jenis tawassul seperti
ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah-lah Asma-ul Husna, maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna itu...” [Al-A’raaf: 180]
Dan di antara dalil-dalil dan landasan-landasan lainnya
adalah sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kisahkan tentang do’a Nabi
Sulaiman Alaihissallam dalam firman-Nya:
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ
عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ
فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
“...Ya Rabb-ku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri
nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakku dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai, dan masukkanlah
aku dengan rah-mat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih.” [An-Naml:
19]
Adapun argumentasi dari as-Sunnah sebagaimana yang
tercantum dalam ash-Shahiihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim), dari Ibnu
Abbas Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
"اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِعِزَّتِكَ، لاَ إِلَهَ
إِلاَّ أَنْتَ، أَنْ تُضِلَّنِي."
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan
kemuliaan-Mu, tidak ada yang berhak untuk diibadahi melainkan hanya Engkau,
agar Engkau melindungiku.” [3]
Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallahu
anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"مَا أَصَابَ أَحَدًا قَطُّ هَمٌّ وَلاَ حَزَنٌ فَقَالَ:
اَللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ،
مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ،
سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ
فِي كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ
الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجِلاَءَ حُزْنِيْ وَذَهَابَ هَمِّيْ،
إِلاَّ أَذْهَبَ اللهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ، وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجًا."
“Tidaklah seseorang ditimpa kegundahan dan kesedihan lalu
ia berucap, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak (keturunan) dari
hamba-Mu (Adam), anak (keturunan) dari hamba perempuanmu (Hawa), ubun-ubunku
berada di tangan-Mu, keputusan-keputusan-Mu berlaku kepadaku, takdir-takdir-Mu
untukku adalah adil, aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama yang menjadi
milik-Mu, dan Engkau na-makan Diri-Mu dengannya, atau Engkau telah ajarkan
kepada seorang hamba-Mu dari makluk-Mu, atau yang Engkau turun-kan dalam
kitab-Mu, atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu ghaib di sisi-Mu,
agar Engkau menjadikan al-Qur-an sebagai penyejuk hatiku dan cahaya kalbuku,
pelipur laraku dan pengobat kesedihanku.’ Maka, Allah akan meng-hilangkan duka
dan kesedihannya dan menggantikannya dengan kemudahan-kemudahan.” [4]
Setelah saya uraikan beberapa macam dzikir secara sederhana,
maka sebaiknya sekarang saya menutup pembahasan ini dengan menerangkan
bentuk-bentuk at-tabarruk (mengharap berkah) melalui dzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala (bi dzikrillaah) sehingga tata cara tabarruk dengan
berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semakin jelas.
[Disalin dari buku At Tabaruk Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu,
Judul dalam Bahasa Indonesia Amalan Dan Waktu Yang Diberkahi, Penulis Dr.
Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda’i, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
No comments:
Post a Comment