Populasi harimau Sumatera masuki tahap kritis, tinggal 400
ekor
Populasi harimau sumatera diprediksi di bawah 400 ekor.
Penurunan populasi satwa langka di Asia sudah memasuki
tahap kritis. Di Indonesia, jumlah harimau Sumatera hanya tersisa kurang dari
400 ekor, meski langkah pemerintah untuk menaikkan populasi harimau sudah
dimulai sejak 2010 lalu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara berkala,
lembaga konservasi lingkungan hidup World Wildlife Fund, WWF, memprediksi
jumlah harimau Sumatera terus menurun. Tanda-tanda penurunan populasi harimau
tampak di beberapa daerah di Sumatera, terutama di wilayah Riau.
Koordinator Konservasi Gajah dan Harimau WWF Indonesia,
Sunarto, mengatakan populasi harimau di wilayah Riau utara dulu cukup padat.
Namun, saat ini boleh dibilang tidak ada, kecuali di satu blok hutan yang
relatif kecil di Senepis.
Kemudian di bagian selatan yang mengalami deforestasi
sangat hebat, termasuk di daerah Tesso Nilo, populasi harimau yang ditemukan
akhir-akhir ini sangat sedikit.
“Ini indikasi kuat bahwa harimau mengalami penurunan atau
justru menghilang di tempat-tempat yang habitatnya rusak atau terfragmentasi,”
kata Sunarto.
Perambahan hutan
Penyebab penurunan populasi harimau di Sumatera, menurut
Sunarto, cukup beragam. Namun, yang utama ialah perambahan hutan dan konversi
lahan ke perkebunan sawit.
Hal ini diamini Rusmadya Maharuddin, juru kampanye hutan
Greenpeace Indonesia. Khusus di Riau, menurutnya, perambahan hutan dan konversi
lahan terjadi di Senepis, Rimbang Baling, dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
Laju deforestasi tersebut praktis menghancurkan habitat alami harimau dan satwa
lainnya.
Soal deforestasi hutan pernah ditelaah mantan peneliti di
Kementerian Kehutanan dan kini bekerja di Universitas Maryland, Amerika
Serikat, Belinda Margono. Dia menyebutkan Indonesia mengalahkan angka
deforestasi Brasil seluas 460.000 hektare, setahun setelah moratorium
penebangan hutan diberlakukan. Namun, Kementerian Kehutanan mengatakan laju
deforestasi jauh lebih kecil dibandingkan hasil penelitian tersebut.
“Kalau kita lihat di Sumatera, hutannya hanya tersisa 25%
hingga maksimum 27%. Kemudian populasi harimau di bawah 400 ekor. Ini dua angka
yang saling terhubung,” kata Nyoman Iswarayoga, direktur WWF Indonesia.
Aksi perambahan hutan dan ulah pemburu menjadi faktor
penyebab penurunan populasi harimau.
Ulah pemburu
Selain perambahan hutan, perburuan juga memiliki dampak
negatif bagi populasi harimau. Koordinator Konservasi Gajah dan Harimau WWF
Indonesia, Sunarto, mengaku kerap menemukan jerat yang khusus digunakan
memerangkap harimau. Lalu ada pula jerat untuk satwa mangsa harimau.
“Harimau itu unik dalam artian bobot hewan buruannya di
atas 20 kilogram, seperti rusa, kijang, dan babi hutan. Kalau satwa-satwa itu
semakin langka, harimau sulit untuk mendapat mangsa dan populasinya pun
terancam,” kata Sunarto.
Penurunan populasi harimau di Sumatera, terutama di Riau,
terjadi meski pemerintah telah mencanangkan upaya menaikkan jumlah hewan
tersebut sejak 2010. Sebagai gambaran peliknya upaya tersebut, luas hutan di
Riau mencapai ratusan ribu hektare yang harus dijaga segelintir petugas.
“Kita punya 426.000 hektare. Hutan di Rimbang Baling saja
90-an ribu hektare. Sedangkan jumlah polisi hutan tidak sebanding dengan luas
kawasan,” kata Kamal Amas, kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
Riau. (BBC)
No comments:
Post a Comment