!-- Javascript Ad Tag: 6454 -->

Wednesday, July 1, 2015

Kedermawanan Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wasallam

Perjalanan yang belum selesai (300)

(Bagian ke tiga ratus ), Depok, Jawa Barat, Indonesia, 2 juli 2015, 13.17 WIB)




Kedermawanan Nabi Muhammad
Shallalahu ‘Alaihi Wasallam

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله



‘Abdullah bin ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma berkata :

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَـكُوْنُ فِـيْ رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ ، وَكَانَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ يَلْقَاهُ فِـيْ كُـّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَـيُـدَارِسُهُ الْـقُـرْآنَ ، فَلَرَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْـخَيْـرِ مِنَ الِرّيْحِ الْـمُرْسَلَةِ

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan, dan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril Alaihissallam bertemu dengannya. Jibril menemuinya setiap malam Ramadhân untuk menyimak bacaan al-Qur’annya. Sungguh, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan daripada angin yang berhembus.”

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh:
1. Al-Bukhari (no. 1902, 3220, 3554, 4997)
2. Muslim (no. 2308)
3. An-Nasa’i (IV/125)

KOSAKATA HADITS
• وَكَانَ أَجْوَدُ النَّاسِ : Manusia yang paling dermawan.

• اَلْمُدَارَسَةُ : Seseorang membacakan al-Qur’ân kepada temannya, lalu temannya mengulang bacaannya.

• الرِّيْحُ الْمُرْسَلَة : Angin yang berhembus yang banyak memberikan manfaat.

SYARH HADITS
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan dermawan merupakan sifat yang terpuji. Di bulan Ramadhan, kedermawanan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertambah. Karena bulan tersebut merupakan musim kebaikan. Dan nikmat yang Allâh berikan kepada hamba-Nya di bulan tersebut lebih banyak dibandingkan bulan lainnya. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikuti sunnah Allâh pada hamba-Nya dengan berderma melebihi bulan-bulan lainnya. Bahkan dijelaskan dalam hadits di atas, kecepatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbuat dermawan lebih cepat dari angin yang berhembus. Diserupakannya kedermawanan Nabi dengan angin yang berhembus ialah karena kedermawanan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan manfaat yang menyeluruh seperti angin yang berhembus yang memberikan manfaat pada apa yang dilewatinya.[1] 

Kedermawanan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berlipat ganda di bulan Ramadhan secara khusus mengandung faidah yang banyak sebagaimana disebutkan oleh imam Ibnu Rajab rahimahullah, diantaranya[2] :

1. Kemuliaan waktu itu dan dilipat gandakan ganjaran amal di dalamnya.

2. Membantu orang-orang yang berpuasa, shalat, dan orang-orang yang berdzikir dalam melaksanakan ketaatan mereka. Sehingga dengan demikian, beliau akan mendapatkan ganjaran seperti ganjaran pelakunya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Zaid bin Khalid al-Juhani Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

Siapa yang memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka ia akan mendapat ganjaran yang serupa dengan orang yang berpuasa tanpa mengurangi sedikit pun ganjaran orang yang berpuasa itu.[3] 

3. Di bulan Ramadhan, Allâh Azza wa Jalla memberikan pemberian (karunia) yang banyak kepada para hamba-Nya, baik itu berupa rahmat, ampunan, maupun pembebasan dari api neraka. Terlebih lagi pada saat lailatul qadar. Dan Allâh Azza wa Jalla menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka, siapa yang berderma kepada para hamba-Nya, Allâh pun akan berderma kepadanya dengan pemberian dan karunia, dan balasan tergantung dari jenis pebuatan hamba.

4. Memadukan antara puasa dan sedekah merupakan amalan yang dapat memasukkan seseorang ke surga, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ فِيْ الْجَنَّةِ غُرَفًا يُرَى ظَاهِرُهَا مِنْ بَاطِنِهَا ، وَبَاطِنُهَا مِنْ ظَاهِرِهَا ، أَعَدَّهَا الله لِمَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ ، وَأَلاَنَ الْكَلاَمَ ، وَتَابَعَ الصِّيَامَ ، وَصَلَّى بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ

Sesungguhnya di surga ada kamar-kamar yang bagian luarnya terlihat dari dalam, dan bagian dalamnya terlihat dari luarnya. Allâh siapkan kamar-kamar tersebut bagi orang-orang yang memberi makan, melembutkan perkataan, selalu berpuasa, dan shalat di tengah malam saat manusia tidur[4]

5. Mengumpulkan antara puasa dan sedekah lebih ampuh dalam menghapus dosa, melindungi serta menjauhkan diri dari neraka jahannam, terlebih lagi jika kedua perkara itu digabung dengan shalat malam. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Mu’adz Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

... الصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ ، وَصَلاَةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ ...

“… Sedekah akan menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam …”[5] 

maksudnya, bahwa shalatnya seseorang ditengah malam pun dapat menghapus kesalahan (dosa).

6. Dalam puasa seseorang pasti ada kekurangannya, dan penambal kekurangan puasa tersebut dengan sedekah (zakat) fitrah dan macam-macam sedekah lainnya.

7. Menghibur orang-orang miskin merupakan salah satu wujud seseorang mensyukuri nikmat Allâh. Seorang yang berpuasa, apabila ia merasakan kelaparan, maka ia tidak akan melupakan saudaranya yang fakir dan miskin.

8. Imam asy-Syâfi’i rahimahullah berkata, “Aku menyukai apabila seseorang menambah kedermawanannya di bulan Ramadhan, sebagai bentuk peneladanan dia terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan juga karena kebutuhan manusia serta kesibukan sebagian mereka dengan puasa dan shalat sehingga mata pencaharian mereka terabaikan.

Sifat dermawan dan pemurah itu tidak terbatas pada pemberian harta, akan tetapi bisa bermacam-macam. Diantaranya: memberikan harta, memberikan ilmu, memanfaatkan kedudukannya untuk membantu orang dan memenuhi kebutuhan mereka dan lain sebagainya. Al-Hâfizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berderma dengan berbagai macam bentuk kedermawanan, seperti: memberikan ilmu, harta, mengorbankan jiwanya untuk Allâh Azza wa Jalla dalam mendakwahkan agama dan menunjuki hamba-hamba-Nya, serta memberikan manfaat kepada manusia dengan berbagai cara, seperti: memberikan makan orang yang kelaparan, menasihati orang yang bodoh, menunaikan hajat manusia, dan menanggung beban mereka.”[6] 

Sifat dermawan dan pemurah termasuk diantara kemuliaan akhlak yang dimiliki oleh orang-orang arab. Ketika Islam datang, maka kedua sifat tersebut lebih ditekankan lagi. ‘Urwah bin az-Zubair Radhiyallahu anhu berkata, “Ketika Islam datang, masyarakat arab memiliki enam puluh lebih akhlak yang mulia. Dan semuanya sangat ditekankan di dalam Islam. Diantaranya, menjamu tamu, menepati janji, dan bertetangga yang baik.”[7] 

FAWÂ-ID
1. Sedekah sebagai bukti iman dan penghapus dosa.
2. Dianjurkan banyak sedekah, terutama di bulan Ramadhan.
3. Anjuran untuk bersifat dermawan dan larangan dari sifat bakhil (pelit).
4. Anjuran untuk menambah sifat dermawan tersebut pada bulan Ramadhan dan ketika berkumpul dengan orang-orang shalih.
5. Anjuran menziarahi (berkunjung) orang-orang shalih dan baik.
6. Disunnahkan membaca al-Qur’an dengan tadabbur dan mengkhatamkannya pada bulan Ramadhan melebihi dzikir-dzikir yang lain.
7. Adanya isyarat bahwa permulaan turunnya al-Qur’an adalah di bulan Ramadhan.[8] 
8. Sepatutnya bagi penuntut ilmu dan ulama untuk mempelajari al-Qur’an sesama mereka, agar tidak lupa dan hilang dari ingatan mereka.


TIDAK KUAT PUASA DAN TEKNIS PEMBAYARAN FIDYAH

Oleh
Ustadz Dr Anas Burhanuddin MA


Pertanyaan.
1. Ustad, saya mau bertanya, istri saya selama satu bulan Ramadhan tidak bisa puasa karena tiap hari muntah-muntah (sedang hamil). Apakah fidyahnya dihitung tiap hari tujuh ons beras kali satu bulan? Dalam pentasarufan (pembagian)nya dapat diberikan kepada banyak orang miskin? Apakah cukup kepada satu orang saja? Mohon jawabannya, syukran 

2. Ustadz, saya mempunyai seorang keponakan perempuan yang sedang menyusui bayi dan seorang bapak yang sudah tua, sehingga mereka tidak bisa berpuasa. Kira-kira, bila berupa uang atau bahan makanan pokok, berapakah dan bagaimanakah tehnis pembayarannya?
Bolehkah bila kami satukan pembayarannya ke pengurus masjid kampung kepada amil zakat yang sedang mengurusi zakat fitri? jazakallah khairan

Jawaban.
Semoga Allâh Azza wa Jalla membimbing kita semua kepada ketaatan dan semangat untuk mendalami agama-Nya. Jawaban dari dua penanya di atas kami jadikan satu dalam jawaban berikut.

Orang yang tidak mampu untuk berpuasa karena sudah tua, atau hamil atau menyusui, diwajibkan untuk membayar fidyah, sebagaimana firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Dan mereka yang keberatan untuk berpuasa hendaknya membayar fidyah berupa memberi makan kepada orang miskin [1] 

Yang dimaksud adalah rasa berat yang luar biasa, karena setiap orang yang berpuasa tentu merasakan berat. 

Saat menafsirkan ayat ini, Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu mengatakan :

وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِينًا

Wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa jika khawatir dan mereka wajib memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. [HR al-Baihaqi dalam kitab Sunan as-Shagîr, no. 1351, dihukumi hasan oleh al-Bushiri dan Ibnu Hajar rahimahullah , dihukumi shahih oleh al-Albani [2]] 

Dan dalam riwayat yang lain beliau mengatakan,

لاَ بَأْسَ تُفْطِرُ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ فِي رَمَضَانَ الْيَوْمَ بَيْنَ الأَيَّامِ وَلا قَضَاءَ عَلَيْهِمَا

Tidak masalah bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa, dan tidak ada kewajiban qadha` atas keduanya. [HR ad-Daraquthni no. 4.269]

Penafsiran serupa juga diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma dan penafsiran kedua sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini layak dikedepankan di atas penafsiran Ulama yang lain, karena berhubungan dengan penafsiran ayat dan tidak ada yang menyelisihinya di kalangan Shahabat. 

Fidyah bisa dibayar dengan memberikan makanan siap saji secukupnya, sebagaimana dilakukan oleh Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu saat memasuki usia senja.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ ضَعُفَ عَنِ الصَّوْمِ عَامًا فَصَنَعَ جَفْنَةً مِنْ ثَرِيدٍ وَدَعَا ثَلاثِينَ مِسْكِينًا فَأَشْبَعَهُمْ

Dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu diriwayatkan bahwa beliau Radhiyallahu anhu tidak kuat berpuasa (Ramadhan) pada suatu tahun, maka beliau membuat senampan besar tsarid[3] dan mengundang tiga puluh orang hingga membuat mereka kenyang. [HR ad-Daraquthni no. 2390, dihukumi shahih oleh al-Haitsami dan al-Albani[4]] 

Bisa juga dengan memberikan makanan pokok yang masih mentah. Kadarnya menurut sebagian besar Ulama adalah satu mudd untuk setiap hari yang ditinggalkan. Satu mudd sama dengan 0,25 sha'. Jika satu sha' sama dengan 2,5 kg, maka satu mudd = 625 gram. Tidak boleh memberikannya kepada orang miskin dalam bentuk uang, karena ayat dan hadits memerintahkan untuk diberikan dalam bentuk makanan.

Untuk maslahat tertentu, misalnya pemerataan, fidyah bisa diberikan melalui panitia penerimaan zakat fitri; karena penerimanya sama yaitu orang miskin. Namun perlu dijelaskan bahwa ini adalah fidyah, agar diberikan hanya kepada orang miskin; karena sebagian orang berpendapat bahwa zakat fitri juga dibagikan kepada delapan golongan penerima zakat. 

Dalam ayat dijelaskan bahwa fidyah berupa makanan yang diberikan kepada orang miskin, tanpa penyebutan jumlah tertentu. Dengan demikian, fidyah bisa diberikan kepada orang yang berbeda sesuai jumlah hari yang ditinggalkan sebagaimana dilakukan Anas Radhiyallahu anhu , fidyah 30 hari diberikan kepada 30 orang. Bisa juga diberikan kepada beberapa orang saja, bahkan boleh diberikan kepada satu orang saja.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVIII/1435H/2014. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

No comments:

Post a Comment