Perjalanan yang belum selesai (327)
(Bagian ke tiga
ratus dua puluh tujuh), Depok, Jawa Barat, Indonesia, 30 juli 2015, 14.52 WIB)
Iblis telah menipu manusia dengan kesenangan dunia.
Salah satu cara iblis agar mereka banyak mengikuti
pengikut agar sama-sama iblis hidup di neraka, adalah menipu manusia dengan
kesenamgan dunia, sehingga melupakan manusia bahwa itu adalah perbuatan dosa
yang bisa memperberat timbangan dosa di akherat.
Salah satu contoh, adalah hidup serumah (antara laki-laki
dengan perempuan yang bukan muhrimnya/istrinya).
Ini banyak terjadi di tengah masyarakat, baik di kalangan
mahasiswa, mahasiswi, pelajar atau pekerja, bukan tidak mungkin mereka
melakukan hubungan (sex) suami istri selama hidup bersama itu (sex bebas).
Kita melihat minum arak (minuman yang memabukkan) di jual
secara bebas dimana-mana, sehingga dalam keadaan mabuk pelakunya bisa secara
tidak sadar melakukan zina dengan pasangannya (pacar).
Memang agak sulit bagi orang tua zaman sekarang untuk
melarang anak-anaknya agar jangan sampai mendekati zina, karena kalau kita
terlalu ketat melarangnya, malah kita bisa tertipu dengan calon istri atau
calon suaminya.
Saya punya sepupu, menikah dengan seorang lelaki, mereka
menikah secara Islam, namun ketika diajak suaminya ke kampung halaman si suami
ketika saya berkunjung ke kota tempat mereka tinggal ternyata bibi saya yang
telah memiliki anak lima itu sudah menganut ke agama asal si suami (agama
kesyirikan/menyekutukan Tuhan), bahkan di dinding banyak patung Tuhan mereka di
pajang, selain secara rutin dilakukan acara keagamaan kesyirikan di rumah
mereka,
Ada tetangga, sangat ketat dalam menjaga anaknya , sehingga
agar tidak terlalu diawasi orang tuanya secara ketat, anaknya kuliah (sekolah)
di kota lain yang jauh, tiba-tiba anaknya datang ke orang tuanya dengan membawa
calon suami (ternayata juga beragama kesyirikan), lalu karena orang tua nya
keras (fanatik) calon suami harus masuk Islam dahulu sebelum menikahi (kawin)
dengan anaknya.
Memang kemudian pasangan itu menikah secara Islam, namun
karena si istri tinggal di tempat kedua orang tuanya, dan si suami tinggal di
luar kota yang jauh, sangat sulit kita memantau mantunya ini bagaimana perilaku
keagamaannya, apalagi dia baru masuk Islam, dan seluruh keluarga si lelaki penganut
agama kesyirikan.
Yang penting kita awasi secara ketat, tidak terlalu keras
melarang selain selalu berdoa pada Allah agar memberikan perlindungan ,
keimanan dan ketakwaan dan kita semua hendaknya segera bertaubat (minta Ampun)
pada Allah atas seluruh dosa yang kita telah perbuat.
Setiap manusia (anak adam) kata Nabi Muhammad pasti
pernah berbuat dosa, dan Allah akan mengampuni seluruh dosa kita, kalau kita
mau bertaubat. Dan menyesali perbuatan dosa itu dengan secara konsisten
melaksanakan rukun Islam dan memperbanyak amal saleh.
Ingat tugas manusia sebagai khalifah di bumi adalah untuk
beribadah pada Allah, agar selamat di kehidupan abadi di akherat.
Jangan terpedaya dengan kehidupan dunia yang sementara
ini (tidak lebih 100 tahun) Dunia disisi Allah nilainya tidak lebih dari sayap
seekor nyamuk , dan bahkan lebih hina dari bangkai anak kambing buta
(Hadist/sunnah/al-hikmah).
Awas zina dosa besar
Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Zina adalah dosa besar dan termasuk akbarul kabâir
(dosa-dosa besar yang terbesar) setelah syirik dan membunuh. Allâh Azza wa
Jalla berfirman:
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا
يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
Dan orang-orang yang tidak beribarah kepada tuhan yang
lain beserta Allâh dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allâh (membunuhnya)
kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa melakukan
yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).
[al-Furqân/25:68]
Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla menggabungkan zina
dengan syirik dan pembunuhan. Dan Allâh Azza wa Jalla menjadikan balasan semua
itu adalah siksa berlipat ganda lagi menghinakan, selama pelakunya tidak
bertaubat dan beramal shalih.
Semakna kandungan ayat ini, diriwayatkan dalam hadits
yang shahih :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَأَلْتُ أَوْ
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ عِنْدَ
اللَّهِ أَكْبَرُ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ ثُمَّ
أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ
أَيٌّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ قَالَ وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ
تَصْدِيقًا لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {وَالَّذِينَ
لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ
اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ}
Dari Abdullâh (bin Mas’ûd) Radhiyallahu anhu, dia
berkata: Aku bertanya, atau Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya,
'Dosa apakah yang paling besar di sisi Allâh?' Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, “Engkau menjadikan tandingan bagi Allâh, sedangkan Dia telah
menciptakanmu (tanpa sekutu).” Aku bertanya, “Lalu apa?” Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena engkau takut dia
makan bersamamu.” Aku bertanya, “Lalu apa?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Dan turunlah ayat ini
membenarkan perkataan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا
يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ
Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain
beserta Allâh dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allâh (membunuhnya)
kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. (al-Furqân/25: 68) [HR.
Bukhâri, no. 4483]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ
سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. [al-Isrâ’/17: 32]
Dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla memberitakan kejinya
perbuatan zina. Keji adalah keburukan yang sudah mencapai puncaknya, sehingga
kejinya itu sesuatu yang telah pasti menurut akal. Kemudian Allâh Azza wa Jalla
juga memberitakan akibat zina di kalangan masyarakat manusia, yaitu zina adalah
jalan yang buruk. Karena zina adalah jalan kebinasaan dan kemiskinan di dunia
serta jalan siksaan dan kehinaan di akhirat.
Oleh karena bahaya yag sangat besar dari perzinaan, semua
agama Nabi-Nabi sepakat mengharamkannya, dan hukumannya di dunia dan akhirat
sangat dahsyat.
ARTI ZINA
Istilah zina mencakup semua perbuatan zina, baik yang
terkena hukuman had maupun yang tidak terkena hukuman had, seperti zina mata
adalah melihat wanita yang tidak halal dilihat dan seterusnya. Namun zina dalam
istilah syari’at adalah perbuatan zina yang dikenai hukuman had.
Ulama Hanafiyyah memberikan pengertian zina dengan,
“Perbuatan laki-laki yang menggauli perempuan pada qubulnya (kemaluannya), yang
bukan miliknya (istrinya) atau yang menyerupainya (budak wanitanya).
Ulama Mâlikiyah memberikan pengertian zina dengan,
“Perbuatan laki-laki mukallaf (baligh) Muslim yang menggauli kemaluan manusia,
yang bukan miliknya (istrinya), tanpa syubhat (kesamaran), dengan sengaja.”
Ulama Syâfi’iyah memberikan pengertian zina dengan,
“Memasukkan ujung kemaluan laki-laki atau seukurannya di kemaluan yang
diharamkan karena dzatnya, yang disukai secara tabiat, tanpa syubhat
(kesamaran).”
Sedangkan Ulama Hanâbilah memberikan pengertian zina
dengan, “Melakukan perbuatan keji pada kemaluan atau dubur”. [Lihat:
al-Mausû’at al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 24/18]
TINGKATAN DOSA ZINA
Semua perbuatan zina adalah dosa besar, namun dosanya
berbeda-beda tingkatan sesuai dengan keadaannya. Zina dengan mahram atau dengan
wanita yang sudah bersuami lebih besar dosanya daripada dengan wanita yang
bukan mahram atau yang belum bersuami. Zina dengan tetangga lebih besar dosanya
daripada selain tetangga.
HUKUMAN DI DUNIA
Kejinya perbuatan zina juga bisa diketahui dari had
(hukuman) yang Allâh Azza wa Jalla tetapkan untuk kejahatan ini. Allâh Azza wa
Jalla berfirman:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا
مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allâh, jika
kamu beriman kepada Allâh dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. [an-Nûr/24: 2]
Ini adalah had pezina yang belum menikah. Adapun had
pezina yang sudah menikah dan pernah menggauli istrinya, maka dengan dirajam
(dilempari) batu sampai mati.
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُذُوا عَنِّي خُذُوا عَنِّي قَدْ جَعَلَ اللَّهُ
لَهُنَّ سَبِيلًا الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ
بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ
Dari 'Ubâdah bin ash-Shâmit, dia berkata, Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,"Ambillah dariku, ambillah dariku,
sesungguhnya Allâh telah menjadikan bagi jalan (aturan) bagi mereka: Bikr
(orang yang belum menikah) -jika berzina- dengan orang yang belum menikah,
didera 100 kali dan diasingkan satu tahun. Tsayib (orang yang sudah menikah)
-jika berzina- dengan orang yang sudah menikah, didera 100 kali dan rajam. [HR.
Muslim, no. 1690; dan lainnya]
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ' sesungguhnya
Allâh telah menjadikan bagi jalan (aturan) bagi mereka', adalah isyarat
terhadap firman Allâh Azza wa Jalla surat an-Nisa' ayat ke-15.
Dan para ulama telah ijma' tentang kewajiban dera 100
kali bagi pezina yang belum menikah, dan rajam bagi pezina yang sudah menikah.
Namun para ulama berbeda pendapat tentang dera bagi
pezina yang sudah menikah. Sekelompok Ulama berpendapat, wajib digabung antara
dera dan rajam. Namun jumhur Ulama' berpendapat, yang wajib hanya rajam,
berdasarkan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melakukan rajam
terhadap Mâ'iz dan wanita suku Ghâmidi dengan tanpa melakukan dera.
Adapun tentang 'diasingkan satu tahun' :
1. Imam Syâfi'i dan jumhur berpendapat wajibnya
mengasingkan satu tahun bagi pezina laki-laki atau perempuan.
2. al-Hasan berpendapat, tidak wajib diasingkan.
3. Imam Mâlik dan al-Auzâ'i mengatakan, "Tidak ada
pengasingan bagi wanita". Karena wanita adalah aurat, dan hal itu
menyia-nyiakannya dan menghantarkannya kepada fitnah (musibah). Oleh karena
itulah wanita dilarang bersafar kecuali dengan mahram.
"Orang yang belum menikah (jika berzina) dengan
orang yang belum menikah, orang yang sudah menikah (jika berzina) dengan orang
yang sudah menikah", ini bukan merupakan syarat, namun hukuman bagi pezina
yang belum menikah adalah dera dan diasingkan, baik dia berzina dengan orang
yang belum menikah atau yang sudah menikah. Dan hukuman bagi pezina yang sudah
menikah adalah rajam, baik dia berzina dengan orang yang sudah menikah atau
yang belum menikah.
Dan yang dimaksudkan dengan bikr adalah laki-laki atau
perempuan yang belum pernah berjima' dengan pernikahan yang sah, dan dia orang
yang merdeka, baligh, dan berakal. Dan yang dimaksud dengan tsayib adalah orang
yang pernah melakukan jima' walaupun sekali dalam pernikahan yang sah. Dan dia
orang yang baligh, berakal, dan merdeka. Laki-laki dan perempuan sama dalam hal
ini. Demikian juga orang Islam, kafir, orang yang cerdas atau dungu. Wallahu
a'lam. [Diringkas dari Syarh Muslim, no. 1690, karya Imam Nawawi]
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
memperingatkan para sahabatnya bahwa zina akan menyebabkan berbagai bencana dan
penyakit. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا
بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ
فِي أَسْلَافِهِمِ الَّذِينَ مَضَوْا
Tidaklah perbuatan keji (zina) dilakukan pada suatu
masyarakat dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar wabah penyakit tho’un
(penyakit mematikan) dan penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada
orang-orang dahulu yang telah lewat. [HR. Ibnu Mâjah, no: 4019; al-Bazzar;
al-Baihaqi; dari Ibnu Umar. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam
ash-Shahîhah, no: 106; Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb, no: 764; penerbit:
Maktabah al-Ma’arif]
Kalau kita perhatikan hadits ini dan kenyataan manusia di
zaman ini, kita akan mengetahui bahwa hadits ini merupakan salah satu mu’jizat
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Alangkah banyaknya penyakit yang timbul
dengan sebab tersebarnya perzinaan di masyarakat. Seperti sipilis, gonorhe,
aids, dan sebagainya. Wahai Allâh ampunilah kami.
HUKUMAN DI AKHIRAT
Selain berbagai keburukan di dunia, maka pelaku zina juga
diancam dengan berbagai siksaan di akhirat. Antara lain yang diberitakan di
dalam hadits di bawah ini:
عَنْ أَبْي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ :« بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ
فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ : اصْعَدْ حَتَّى
إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بِصَوْتٍ شَدِيدٍ فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ
الأَصْوَاتُ قَالَ : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا
أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ
دَمًا فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ فَقِيْلَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ
تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا بِقَوْمٍ أَشَدُّ شَيْءٍ اِنْتِفَاخًا
وَأَنْتَنُهُ رِيْحًا وَأَسْوَئُهُ مَنْظَرًا فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلَاءِ ؟ قِيْلَ
: الزَّانُوْنَ وَالزَّوَانِي ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا بِنِسَاءٍ تَنْهَشُ ثَدْيَهُنَّ
الْحَيَاتُ قُلْتُ : مَا بَالُ هَؤُلَاءِ ؟ قِيْلَ هَؤُلَاءِ اللَّاتِي يَمْنَعْنَ
أَوْلَادَهُنَّ أَلْبَانَهُنَّ ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا أَنَا بِغِلْمَانٍ يَلْعَبُوْنَ
بَيْنَ نَهْرَيْنِ فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلَاءِ ؟ فَقِيْلَ هَؤُلَاءِ ذَرَارِي الْمُؤْمِنِيْنَ
ثُمَّ شُرِفَ بِيْ شَرَفًا فَإِذَا أَنَا بِثَلَاثَةٍ يَشْرَبُوْنَ مِنْ خَمْرٍ لَهُمْ
فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلَاءِ ؟ قَالُوْا : هَذَا إِبْرَاهِيْمُ وَمُوْسَى وَعِيْسَى وَهُمْ
يَنْتَظِرُوْنَكَ
Dari Abu Umâmah al-Bâhili, dia berkata: Aku mendengar
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ketika aku sedang tidur,
tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku, keduanya memegangi kedua
lenganku, kemudian keduanya membawaku ke sebuah gunung yang terjal, keduanya
berkata kepadaku, “Naiklah!” Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba
aku mendengar suara-suara yang keras, maka aku bertanya, “Suara apa itu?” Dia
menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku
melihat sekelompok orang tergantung (terbalik) dengan urat-urat kaki mereka (di
sebelah atas), ujung-ujung mulut mereka sobek mengalirkan darah. Aku bertanya,
“Mereka itu siapa?” Mereka menjawab, “Meraka adalah orang-orang yang berbuka
puasa sebelum waktunya”.
Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat sekelompok
orang yang tubuhnya menggelembung sangat besar, baunya sangat busuk, dan
pemandangannya sangat mengerikan. Aku bertanya, “Mereka ini siapa?” Dijawab,
“Meraka adalah para pezina laki-laki dan wanita”.
Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat wanita-wanita
yang buah dada mereka dipatuk ular-ular. Aku bertanya, “Mereka ini siapa?”
Dijawab, “Meraka adalah wanita-wanita yang tidak memberikan asi mereka kepada
anak-anak (bayi) mereka”.
Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat anak-anak
kecil bermain-main di antara dua sungai. Aku bertanya, “Mereka ini siapa?”
Dijawab, “Meraka adalah anak-anak kaum mukminin”.
Kemudian aku dibawa ke tempat yang tinggi, tiba-tiba aku
melihat tiga orang yang sedang minum khamr. Aku bertanya, “Mereka ini siapa?”
Dijawab, “Meraka adalah Ibrahim,Musa, dan ‘Isa. Mereka sedang menunggu”. [HR.
Ibnu Hibban; no. 7491; Dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth]
Sesungguhnya syaitan berusaha untuk menyesatkan dan
mencelakakan manusia dengan berbagai cara, termasuk menjerumuskan ke dalam
perzinaan. Maka kewajiban orang yang ingin selamat dia harus berhati-hati dan
menjauhi zina dan sebab-sebab yang menghantarkan kepada zina. Semoga Allâh
selalu menjaga kita semua dari seluruh keburukan dan membimbing kepada
kebaikan.
Wallâhul Musta’ân.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus 12/Tahun
XVIII/1435H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57773 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196]
No comments:
Post a Comment