Perjalanan yang belum selesai (328)
(Bagian ke tiga
ratus dua puluh delapan), Depok, Jawa Barat, Indonesia, 30 juli 2015, 17.25
WIB)
Riba membawa kehancuran suatu keluarga (negara).
Riba atau dikenal sebutan bunga (interest) diharamkan
Allah dalam firman Allah dan Hadist (sunnah/al-hikmah) Nabi Muhammad.
Riba selain mendatang dosa besar suatu Hadist sahih Nabi
Muhammad besabda dosa riba setara dengan berzina dengan 36 perempuan (lelaki).
Selain itu secara ilmiah dan empiris riba bisa
menghancurkan sendi-sendi kehidupan satu keluarga atau satu bangsa (negara).
Lihat saja ketika satu keluarga memiliki satu kartu
kredit, ketika kedua pasangan (suami atau istri ) masih bekerja mereka masih
bisa mencicil kredit kartu kredit itu beserta bunganya, coba lihat ketika keduanya
lagi menganggur (diputus hubungan kerja), maka biasanya mereka bikin satu kartu
kredit baru untuk membayar (menutupi utang-utang kartu kredit pertama, begitu
seterusnya ketika kartu kredit banyak hingga lima kartu, mulailah keluarga ini
tidak mampu mencicil kelima kartu kredit ini dan tinggallah penagih utang (debt
collector bank) meneror (teror) pemilik kartu kredit, pertengkaran suami istri
terjadi ujungnya bisa ke perceraian.
Lihat saja Yunani, negara di Eropa Barat ini dinyatakan
bangkrut, karena tidak sanggup bayar utang dari Bank Dunia dan International
Monetary Fund (IMF), Yunani akan ditalangi Bank Dunia, IMF dan negara kreditor
lain dengan pinjaman berbunga, akibatnya negara ini sulit keluar dari krisis
ekonomi.
Banyak bangsa (negara lain) hidup dari bunga ini,
akibatnya mereka berbahagia tapi semu, banyak orang kaya yang hidupnya malah
stress, bunuh diri, dengan cara gantung diri atau obat-obatan terlarang.
Banyak anak-anak kita yang tumbuh dari memakan uang riba
orang tuanya, anaknya tumbuh dengan kelainan, tidak cerdas, dan berperilaku menyimpang
(minuman keras, sex bebas, merokok.)
Bertaubatlah (minta ampun) pada Allah jauhi riba dan
jangan dekati lagi riba agar kita selamat baik hidup di dunia maupun di
akherat.
Riba (bunga/interest), pengertian dan macam riba
Oleh
Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy
Pengertian Riba
Dalam kamus Lisaanul ‘Arab, kata riba diambil dari kata رَبَا.
Jika seseorang berkata رَبَا الشَّيْئُ يَرْبُوْ رَبْوًا وَرَبًا artinya sesuatu
itu bertambah dan tumbuh. Jika orang menyatakan أَرْبَيـْتُهُ artinya aku telah
menambahnya dan menumbuhkannya.
Dalam al-Qur-an disebutkan:
وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
"...Dan menyuburkan sedekah..." [Al-Ba-qarah/2:
276]
Dari kata itu diambillah istilah riba yang hukumnya
haram, Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ
فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah…”
[Ar-Ruum/30: 39]
Maka dikatakan, رَبَا الْمَالُ (Harta itu telah
bertambah).
Adapun definisi riba menurut istilah fuqaha' (ahli fiqih)
ialah memberi tambahan pada hal-hal yang khusus.
Dalam kitab Mughnil Muhtaaj disebutkan bahwa riba adalah
akad pertukaran barang tertentu dengan tidak diketahui (bahwa kedua barang yang
ditukar) itu sama dalam pandangan syari’at, baik dilakukan saat akad ataupun
dengan menangguhkan (mengakhirkan) dua barang yang ditukarkan atau salah
satunya.
Riba hukumnya haram baik dalam al-Qur-an, as-Sunnah
maupun ijma’.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا
بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman." [Al-Baqarah/2: 278]
Allah Ta’ala juga berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
"…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba…" [Al-Baqarah/2: 275]
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba…" [Ali ‘Imran/3: 130]
Dalam as-Sunnah banyak sekali didapatkan hadits-hadits
yang mengharamkan riba. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Jabir
Radhiyallahu anhu, ia berkata:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ
الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ. وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat
pemakan riba, yang memberi riba, penulisnya dan dua saksinya,” dan beliau
bersabda, “mereka semua sama.”
Dalam hadits yang sudah disepakati keshahihannya dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ! وَذَكَرَ مِنْهُنَّ:
آكِلَ الرِّبَا.
“Jauhilah tujuh perkara yang membawa kehancuran,” dan
beliau menyebutkan di antaranya, “Memakan riba.”
Dan telah datang ijma’ atas haramnya riba.
Imam ‘Ali bin Husain bin Muhammad atau yang lebih dikenal
dengan sebutan as-Saghadi, menyebutkan dalam kitab an-Nutf bahwa riba menjadi
tiga bentuk yaitu:
1. Riba dalam hal peminjaman.
2. Riba dalam hal hutang.
3. Riba dalam hal gadaian.
A. Riba Dalam Hal Pinjaman
Bentuk riba dalam hal pinjaman ada dua sifat (gambaran):
1. Seseorang meminjam uang 10 dirham tetapi harus
mengembalikan 11 atau 12 dirham dan lain sebagainya.
2. Ia mengambil manfaat (keuntungan) pribadi dengan
pinjaman tersebut, yaitu dengan cara si peminjam harus menjual barang miliknya
kepadanya dengan harga yang lebih murah dari harga pasaran atau ia harus
menyewakan barang itu kepadanya atau memberinya atau ia (si peminjam) harus
bekerja untuk si pemberi pinjaman dengan pekerjaan yang membantu
urusan-urusannya atau ia harus meminjamkan sesuatu kepadanya atau ia harus
membeli sesuatu darinya dengan harga yang lebih mahal dari harga pasaran atau
ia harus menyewa suatu sewaan darinya, dan begitu seterusnya.
Sifat (gambaran) riba yang pertama misalnya, seseorang
meminta kepada orang lain sejumlah uang dengan cara meminjam, ia meminta
darinya sebanyak 10.000 riyal, lalu Ahmad (si pemberi pinjaman) berkata, “Engkau
harus mengembalikan uang pinjaman itu kepada saya sebesar 11.000 riyal,” atau
ia berkata, “Engkau harus memberi saya tambahan walaupun sedikit.” Maka inilah
riba dan hukumnya haram. Dan masuk dalam kategori ini pinjaman dari bank-bank
dengan memberikan tambahan sebagai imbalan pinjaman yang ia terima.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا
مُضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah agar kamu
mendapat keberuntungan." [Ali ‘Imran/3: 130]
Abu Bakar al-Jashshash rahimahullah berkata, “Riba yang
dulu dikenal dan dilakukan oleh orang-orang Arab hanyalah berupa pinjaman
dirham dan dinar sampai batas waktu tertentu dengan memberikan sejumlah
tambahan dalam pinjaman sesuai dengan kesepakatan mereka. Ini adalah riba
nasi-ah dan riba seperti ini sangat masyhur di kalangan orang Arab pada masa
Jahiliyyah, dan ketika al-Qur-an turun, maka datanglah pengharaman ini.
Sifat (gambaran) yang kedua misalnya, si pemberi pinjaman
mengambil manfaat (keuntungan) pribadi dari pinjaman yang ia berikan.
Misalnya, seseorang meminjam sejumlah uang dari orang
lain, lalu Muhammad (si pemberi pinjaman) meminta kepada orang tersebut agar ia
menjual sesuatu miliknya kepadanya atau memberinya sesuatu ataupun yang lainnya
sebagai imbalan dari pinjaman yang ia berikan kepadanya. Maka ia telah
mengambil keuntungan pribadi dari pinjamannya, dan ini termasuk riba.
B. Riba Dalam Hal Hutang
Bentuk riba kedua ialah riba dalam hal hutang, yaitu
seseorang menjual barang kepada orang lain dengan cara diakhirkan
pembayarannya, ketika waktu pembayaran tiba si pemberi hutang memintanya untuk
segera melunasi hutangnya dengan berkata, “Berikan aku tambahan beberapa
dirham,” maka perbuatan ini juga termasuk riba.
Misalnya seseorang meminjam uang dari orang lain sebesar
10.000 riyal dan akan dibayar pada waktu tertentu (sesuai dengan kesepakatan).
Ketika waktu pembayaran hutang telah tiba, ia tidak mampu untuk membayarnya,
lalu ia (si pemberi pinjaman) berkata kepadanya, “Engkau bayar hakku sekarang
atau engkau harus memberiku tambahan atas 10.000 riyal yang engkau pinjam dan
waktu pembayarannya akan diakhirkan lagi.” Maka ini juga termasuk riba.
C. Riba Dalam Pegadaian
Bentuk riba yang ketiga ialah riba dalam pegadaian. Riba
dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat dari para ulama رحمهم الله.
[Disalin dari Kitab Al-Buyuu’: Al-Jaa-izu minhaa wa
Mamnuu’ Penulis Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, Judul dalam Bahasa
Indonesia Jual Beli Yang Dibolehkan Dan Yang Dilarang, Penerjemah Ruslan
Nurhadi, Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Pertama Muharram 1427
H - Februari 2006 M]
No comments:
Post a Comment